Filsafat proses
Filsafat proses atau filsafat organisme adalah filsafat yang mengatakan bahwa segala sesuatu selalu menjadi.[1] Pengertian ‘proses’ in mengandung makna yakni adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu dan kegiatan yang saling berkaitan.[1] Kemudian realitas dipahami bukan sebagai sesuatu yang statis melainkan terus bergerak dan berubah dalam suatu dinamika pergerakan yang berkelanjutan.[1] Filsafat ini dicetuskan oleh Alfred North Whitehead (15 Februari 1861 Ramsgate, Kent, England – 30 Desember 1947 Cambridge, Massachusetts, USA) seorang guru besar Matematika Trinity College yang selanjutnya menjadi guru besar filsafat di Universitas Harvard. [2]
Tokoh-fokoh Filsafat yang memengaruhi Whitehead
Alfred North Whitehead, yang dikenal dengan sebutan Whitehead, menemukan sistem filsafatnya berdasarkan usaha kritis dan kreatif dalam dialog intelektual dengan para pemikir lain dan dalam konfrontasinya dengan pengalaman hidup.[3] Dalam bukunya yang berjudul Process and Reality, ia menyebutkan filsuf-filsuf yang memengaruhinya.[3] Plato adalah salah satu filsuf yang memengaruhinya. [3] Bagi Whitehead, sistem filsafat yang mau dikembangkannya adalah suatu sintesis kreatif atas kosmologi Plato, sebagaimana dikemukakan dalam dialognya yang berjudul Timaeus, dengan kosmologi modern sebagaimana yang dikembangkan oleh Galileo, Descartes dan Newton.[3] Aristoteles adalah Filsuf yang bagi Whitehead memberikan sembangan yang penting bagi sistem filsafat proses. Walaupun banyak hal yang ditentang dari Aristoteles, Whitehead menerima gagasan Aristoteles yang mengatakan bahwa realitas yang nyata dan konkret adalah realitas aktual yang merupakan perpaduan forma dan materi.[3]
Selain Plato dan Aristoteles, sebagai wakil dari tokoh besar filsafat klasik, Whitehead dipengaruhi oleh filsuf-filsuf moderen seperti Descartes, Spinoza, Leibniz, John Locke, David Hume, Immanuel Kant dan Hegel.[4] Whitehead melakukan kritik atas gagasan-gagasan mereka dan merangkaikan gagasan-gagasan yang mendukung filsafatnya. Descartes, Whitehead menolak gagasan subsansi dan inrelasional.[5] Whitehead menerima gagasan Descartes mengenai pluralitas kenyataan. Dari Libniz, Whitehead mengambil gagasan dinamis dan organik dari konesp Libniz mengenai monad.[5] mengenai Jhon Locke, Whitehead menyebutnya sebagai seorang filsuf yang paling dekat dengan sistem filsafatnya.[4] Whitehead menerima gagasan Locke mengenai akal budi.[5] bagi Locke akal budi merupakan suatu kesatuan yang muncul dari proses menyerap dan mengolah secara aktif berbagai ide.[4] gagasan yang diterima Whitehead dari Locke ini melemahkan sensasionalisme David Hume yang menganggap penycerapan indrawi sebagai satu-satunya bentuk pencerapan yang ada. [5] Di dalam Filsafat Kant, Whitehead sepakat bahwa tindakan mengalami kenyataan itu merupakan suatu proses penyusunan yang melibatkan objek sebagai data subjek yang aktif.[5] Whitehead tidak sepaham dengan Kant dalam hal tindakan mengalami selalu mengarah kepengetahuan dan perlu dimengerti sebagai bentuk primitif dari pengetahuan.[3] Dalam hubungannya dengan Hegel, Whithead menyatakan bahwa ia tidak banyak tahu tentang filsafat Hegel.[3] Kemiripan yang muncul antara filsafat Hegel dengan filsafat Whitehead muncul atas pengaruh dua orang penganut Idealisme Inggris: Ellis McTaggart dan Francis H. Bradley.[3] Whitehead juga banyak berdiskusi dengan Lord Haldane yang gagasannya banyak dipengaruhi Hegel.[3] Whitehead sendiri menyebut filsafatnya sebagai transformasi beberapa gagasan Idealisme Absolut ke alam Realisme sebagai dasar.[4]
Filsuf sejaman lainnya, yang membangun gagasan Whitehead dalam mendirikan filsafatnya, adalah Samuel Alexander dan LIoyd Morgan.[3] Gagasan Whitehead mengenai waktu dan keabadian banyak dipengaruhi oleh Samuel Alexander.[3] Gagasan mengenai peristiwa ia ambil dari Lioyd Morgan.[3] Filsuf-filsuf yang juga memengaruhi Whitehead adalah Henri Bergson, William James dan John Dewey.[4] Gagasan mengenai realitas, bahwa realitas itu dinamis sehingga kategori perubahan tidak bisa diabaikan dalam menjelaskan kenyataan, dan bahwa realitas lebih sesuai untuk disimbolkan sebagai suatu organisme daribpada mesin, adalah gagasan yang Whithead pinjam dari John Dewey.[3] Keduanya sepakat bahwa filsafat bersumber dan bermuara pada pengalaman manusia.[3] Dari William James, Whitehead meminjam gagasannya mengenai empirisme radikal.[3] Ia menolak rasionalisme Descartes dan empirisme atomis David Hume.[5] pandangan James, yang diambil oleh Whitehead, mengatakan bahwa dalam kontak langsung dengan kenyataan, kenyataan diambil oleh manusia, bukan sebagai sesuatu yang sejak awal terperinci dan terpecah, melainkan sebagai gumpalan pengalaman dalam keutuhan yang kompleks, kaya, dan tidak teratur.[3] Gagasan Whitehead mengenai Prehensi amat dekat dengan gagasan William James ini.[3]
Kritik Terhadap Materialisme Ilmiah
Whitehead menyebut filsafatnya sebagai Filsafat Organisme.[3] Gagasan filsafat ini lahir sebagai reaksi dan alternatif terhadap pandangan kosmologi yang disebut materialisme ilmiah.[3] pandangan ini mengatakan bahwa dunia ini terdiri dari berbagai anasir material yang hukum-hukumnya bisa dimengerti dan dijelaskan secara tuntas oleh ilmu pengetahuan, khususnya matematika dan fisika.[3] Materialisme menyebut dunia ini tidak lain sebagai mesin besar yang terdiri dari jalinan anasir-anasir independen dan saling berhubungan secara eksternal.[3] Dunia ini bersifat impersonal, tidak bermakan, tidak bernilai dan tidak bertujuan.[3] Bagi materialisme yang nyata adalah segala sesuatu yang dapat dibuktikan secara ilmiah.[5] Materialisme menekankan sebab-sebab yang menjelaskan wujud dan sebab-sebab yang menjelaskan siapa yang mengerjakan sesuatu.[3] Bagi Whitehead pandangan kosmologis Materialisme Ilmiah ini berakar dari kosmologi Descartes yang menanggap dunia ini sebagai materi.[3] Pandangan dunia yang materialistis dan mekanistis ini diambil alih oleh John Locke, Galileo dan Newton.[3]
Whitehead tidak mengatakan bahwa materialisme sebagai paham yang keliru.[5] Cerita kesusksesan materialisme dalam sejarah telah membuktikan kemajuan bagi kemanusiaan.[3] Whitehead menyatakan bahwa kekeliruan Materialisme terletak pada generalisasi filosofis yang dibuatnya.[5] Materialisme menarik kesimpulan yang lebih luas dari yang secara sahih bisa dijamin oleh pernyataan-pernyataannya.[5] Whitehead menyebutkan kekeliruan Materialisme dalam hal menganggap konkret apa yang sesungguhnya abstrak. [4]
Materialisme mengatakan bahwa dunia terdiri dari rangkaian berbagai partikel yang terletak dalam ruang dan waktu.[3] Dalam pandangan ini ruang dan waktu bersifat mutlak.[3] hubungan partikel-partikel tersebut dengan partikel-partikel lainnya tidak menambah dan mengurangi hakikat adanya partikel tersebut.[3] kategori waktu, kecepatan gerak dan hubungan internal yang membentuk dunia, tidak berperan sama sekali.[5] setiap benda merupakan satuan-satuan padat yang mandiri dan dianggap memiliki ciri-ciri yang tetap di manapun benda itu berada.[3] Bagi Whitehead, hal ini keliru, karena benda yang nampak statis dan jelas itu hanyalah abstraksi akal budi demi kegunaan pragmatis dari suatu proses dinamis satuan-satuan peristiwa yang terus-menerus membentuk benda tersebut.[3] Pandangan ini berakar kepada substansi.[5] Whitehead juga mengkritik materialisme ilmiah sebagai paham yang tidak memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.[5]
Sistem Filsafat Proses
Whitehead memulai filsafatnya dengan melihat realitas.[6] Ia melihat bahwa segala sesuatu di dunia ini mengalami perubahan yang konsisten.[6] Berdasarkan pengamatan ini, filsafat organisme lahir.[6] Di dalam filsafat organisme segala sesuatu berada dalam proses menjadi[1]. Segala sesuatu terlibat dalam proses.[1] Satuan terkecil dan mendasar dalam proses, Whitehead sebut sebagai entitas aktual.[4] segala sesuatu merupakan entitas aktual.[4] entitas aktual-entitas aktual ini bersifat organis.[6]. Satu entitas aktual tidak terlepas dari satu entitas aktual yang lainnya.[1] entitas aktual bukanlah hakikat terkecil dari makluk hidup. Segala sesuatu terbentuk dari rentetan peristiwa.[6] Bagi Whitehead, entitas aktual bukan satuan mendasar dari makhluk hidup atau benda, melainkan suatu peristiwa atau kejadian yang menjadi bagian dari makhluk atau benda itu.[6]
Alam semesta ini terdiri dari beragam entitas aktual yang berdiri sendiri dan berdampingan.[6] Berbagai entitas aktual yang berada dalam ruang dan waktu ini melakukan sintesis dan menghasilkan entitas aktual yang lain dengan segala kompleksitasnya.[6] Entitas aktual yang lain itu mengandung unsur-unsur entitas aktual yang bersintesis sebelumnya.[6] kandungan unsur entitas aktual ini bisa sama dan bisa juga berbeda.[6] Kompleksitas entitas aktual ini disebut oleh Whitehead sebagai nexus.[6] nexus disebut juga sebagai jaringan entitas aktual.[6] Istilah nexus sendiri dicetuskan oleh Whitehead untuk menyebut hakikat sesuatu yang disebut substansi. Sebuah nexus terjadi karena adanya relasi antar entitas aktual yang berada dalam ruang dan waktu.[6] bagi Whitehead, nexus memiliki hakikat relasi yang berkesinambungan antara unsur-unsurnya.[6] Hakikat relasi yang intensif ini disebut dengan society.[6] yang menentukan sebuah society adalah adanya unsur formal atau unsur yang tetap dan tidak berubah yang masuk kedalam setiap entitas aktual.[6] unsur formal ini adalah ciri dasar yang mendefinisikan society yang bersangkutan. Unsur formal ini masuk ke dalam entitas aktual karena adanya sintesis beragam entitas aktual yang ada di dalam ruang dan waktu.[6]
Setiap entitas aktual yang ada di semesta ini, menciptakan dirinya sendiri menjadi satu subjek.[6] proses ini disebut sebagai individuasi atau subjektivikasi.[6] Di dalam proses menjadi entitas aktual, segala sesuatu mengambil peran sebagai sumber informasi yang menentukan terbentuknya entitas aktual.[6] Proses menjadi, selalu terjadi di alam semesta bukan di luar alam semesta.[6] Alam semesta adalah kumpulan subjek-subjek.[6] Sebuah subjek memiliki hubungan dengan alam semesta yang daripadanya ia berasal.[6] sebuah subjek memengaruhi alam semesta dan alam semesta juga memengaruhi subjek.[6] Alam semesta adalah nexus.[6] oleh karena itu entitas aktual tidak tertutup bagi dirinya sendiri.[6] Entitas aktual menentukan alam semesta dan ditentukan oleh alam semesta.[6]
Entitas aktual bebas dalam menentukan dirinya sendiri, meskipun ia dikelilingi oleh berbagai informasi yang mengitarinya.[6] setiap entitas aktual bertanggung jawab bagi dirinya sendiri.[6] meskipun entitas aktual independen pada dirinya sendiri, ia ditentukan oleh informasi yang diperoleh di sekitarnya.[6] Keterkaitan entitas aktual dengan alam semesta ini, Whitehead sebut sebagai konkresi atau concrescence.[6] Konkresi artinya adalah relasi antara entitas aktual dengan alam semesta menjadi sesuatu yang konkret (menjadi sebuah subjek).[6] Konkresi tertuju kepada sesuatu.[6] Tujuan itu bukan ada sebelum relasi antara entitas aktual dengan alam semesta tetapi sebagai sesuatu yang hendak dicapai.[6]
Whitehead menjelaskan hubungan antara entitas aktual dengan alam semesta dengan sebutan prehensi atau prehension.[6] prehensi adalah pencerapan.[6] Mencerap mengandaikan adanya relasi.[6] bentuk relasi keduanya terungkap dalam prehensi.setiap prehensi mempunyai tiga faktor: subjek yang memprehensi, yakni entitas aktual yang menjadi subjek melalui prehensi; datum yang diprehensi; dan bentuk subjektif yang menunjukan bagaimana sebuah datum diprehensi.[6] sebuah entitas aktual menycerap informasi yang ada di alam semesta melalui prehensi untuk menjadi subjek.[6] jika di dalam prehensi sebuah datum diterima sebagai unsur relevan untuk membangun unsur-unsur subjeknya, ia melakuakn prehensi positif.[6] jika di dalam prehensi sebuah datum ditolak dan dieliminasi (dianggap tidak relevan bagi pembentukan unsur-unsur subjek) maka ia melakukan prehensi negatif.[6] Whitehead menyebut prehensi positif sebagai feeling.[6]
ketika suatu entitas aktual sudah menjadi subjek, ia akan menjadi bagian dari keberagaman.[6] keberagaman subjek ini menjadi satu dalam proses dalam menciptakan entitas aktual.[6] Di dalam satu entitas aktual terdapat unsur keberagaman subjek.[6] Satu entitas aktual memproyeksikan keberagaman subjek yang ada.[6] Dalam menjadi entitas aktual yang baru, nilai-nilai pengalaman berperan. Sebuah entitas aktual menjadi subjek apabila ia memiliki pengalaman yang intensif akan dirinya sendiri.[6] intensitas pengalaman akan diri sendiri ditentukan oleh intensitas pengalaman akan segala informasi.[6] sebuah pengalaman yang intensif hanya mungkin terjadi dalam sebuah relasi.[6] Mengalami diri secara intensif mengandaikan adanya hal-hal yang bertentangan antara diri sendiri dengan segala yang lain dalam satu kesatuan yang harmonis.[6] Karena nilai-nilai ditentukan oleh hal-hal yang berbeda, maka semakin sebuah entitas aktual dalam proses perwujudan diri dapat membedakan dirinya dari yang lain, semakin intensif entitas aktual itu mengalami subjek, semakin intensif pula dia mengalami dirinya sendiri.[6]
setiap entitas aktual bukan hanya menjadi sebuah proyek bersama keberagaman subjek. setiap entitas aktual berperan pula dalam menjadi informasi bagai terbentuknya entitas aktual yang lain.[6] entitas aktual yang menjadi objek informasi bagai entitas aktual yang lainnya, Whitehead sebut sebagai, objektivikasi.[6] objektifikasi adalah entitas aktual yang telah tuntas menjadi dirinya sendiri dan kemudian menjadi objek informasi bagi terbentuknya entitas aktual yang lain.[6] Entitas aktual yang telah tuntas menjadi dirinya akan menjadi datum bagi terbentuknya etintas aktual yang lain.[6] entitas aktual dapat dikatakan sebagai entitas aktual jika ia sudah dapat menyediakan informasi (menjadi datum) bagai potensi terbentuknya entitas aktual yang lain.[6]
dengan demikian entitas aktual memiliki dimensi privat dan dimensi publik. Di dalam dimensi Privat, entitas aktual dapat menentukan dirinya sendiri secara mandiri. Di dalam dimensi publik, entitas aktual dibentuk oleh unsur-unsur lain di sekitarnya. melalui objektifikasi sebuah entitas aktual akan menjadi subjek. Setelah subjek itu mencapai pemenuhannya ia akan menjadi objek (informasi yang mempengaruhi sekitarnya) bagi segala sesuatu yang akan muncul.
Proses menjadian diri (subjektivikasi) dan pemberian diri untuk turut membentuk yang baru (objektifikasi) diarahkan oleh cita-cita diri.[6] Whitehead menyebut cita-cita diri sebagai subjective aim.[6] cita-cita diri inilah yang akan menjadi ukuran bagi entitas aktual dalam menimbang berbagai informasi yang ada di alam semesta.[6] cita-cita diri ini belum ada sebelum atau sesudah prehensi.[6] Ia ada besamaan ketika prehensi informasi-imformasi terjadi.[6] cita-cita diri terbentuk melalui pergumulan data-data di dalam prehensi.[6] cita-cita diri berbeda dengan eternal object, objek-objek abadi.[3] objek-objek abadi adalah kemungkinan-kemungkinan murni yang akan menjadi prinsip yang memberikan wujud bagi entitas aktual.[3] objek-objek abadi mengandaikan adanya prinsip tertentu yang memberi wujud bagi entitas aktual.[3] Tanpa objek-objek abadi, tidak akan pernah ada entitas aktual.[3] Karena tidak ada satupun yang berwujud.[3] objek-objek abadi bukanlah entitas aktual. Ia layaknya dunia ide dalam sistem filsafat plato.[3] meski ia bukan satuan aktual ia memiliki hubungan dengan entitas aktual.[3] Objek-objek abadi di mungkinkan keberadaannya berdasarkan analisis dari entitas aktual.[3]
objek-objek abadi ini di tampung dalam sebuah entitas aktual yang asali.[6] Entitas aktual asali ini White sebut sebagai Tuhan.[6] Tuhan di dalam filasfat proses, Tuhan adalah satuan aktual yang berfungsi sebagai prinsip penentu terbentuknya satuan aktual yang lain.[3] Di dalam Filsafat proses, Tuhan tidak bisa dipisahkan dengan objek-objek abadi.[3] Tuhan adalah pengarah sekaligus penggerak dari proses menjadi.[6] Di dalam proses Tuhan bukanlah pencipta yang bebas dan tidak tunduk pada siapapun.[6] Di dalam Proses, Tuhan yang adalah entitas aktual didasarkan pada sebuah prinsip yang tidak bisa tidak ada.[6] prinsip yang tidak bisa tidak ada ini adalah kreativitas.[6] Kreativitas sendiri bukan merupakan entitas aktual.[6] Kreativitas adalah daya kebaruan. Ia adalah daya yang memungkinkan terjadinya satuan aktual yang baru.[6]
Kategori-kategori Filsafat Proses
Entitas aktual , Kreativitas (Filsafat Proses), Objek-objek abadi, Tuhan (Filsafat Proses), Prehensi, Nexus
Referensi
- ^ a b c d e f (Inggris)John B. Cobb dan David Ray Griffin. 1976, Process Theology, An Introduction. Philadelphia: The Westminster Press. Hlm. 14-16.
- ^ (Inggris)Robert Audi. 1995, The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge: The Press Syndicate of the University of Cambridge. Hlm. 851-853.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao (Indonesia)Sudarminta. 1991, Filsafat Proses, Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 24-33. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Sudarminta" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c d e f g h (Indonesia)Albert North Whitehead. Filsafat Proses, Proses dan Realitas Dalam Kajian Kosmologi. 2009, Kreasi Wacana. Hlm. 64 Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Whitehead (terj.)" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c d e f g h i j k l m Dr.P. Hardono Hadi. 1996,(Indonesia)Jatidiri Manusia: Berdasarkan Filsafat Organisme Whitehead, Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 48-62
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd be bf bg bh bi bj bk bl bm bn bo bp bq br (Indonesia)Paulus Budi Kleden. 2002, Dialog Antragama Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Whitehead. Maumere: Ledalero. Hlm. 24-33.
Daftar Pustaka
- Audi, Robert (ed). 1995, The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge: The Press Syndicate of the University of Cambridge.
- Cobb, John B. dan David Ray Griffin. 1976, Process Theology, An Introduction. Philadelphia: The Westminster Press
- Hadi, Hardono. 1996,Jatidiri Manusia: Berdasarkan Filsafat Organisme Whitehead. Yogyakarta: Kanisius.
- Kleden, Paulus Budi. 2002, Dialog Antragama Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Whitehead. Maumere: Ledalero.
- Sudarminta. 1991, Filsafat Proses, Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Alfred North Whitehead. Yogyakarta: Kanisius
- Whitehead, Albert North. Filsafat Proses, Proses dan Realitas Dalam Kajian Kosmologi. 2009, Kreasi Wacana.