David Hume (26 April 1711 – 25 Agustus 1776)[1] adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukkan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England[2] merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.[3] Karya tepenting dari Hume adalah An Inquiry Concerning Human Understanding (1748) dan An Inquiry into the Principles of Moral (1751).[4]

David Hume
David Hume
Lahir(1711-05-07)7 Mei 1711
Edinburgh, Skotlandia
Meninggal25 Agustus 1776(1776-08-25) (umur 65)
Edinburgh, Skotlandia
AlmamaterUniversitas Edinburgh
EraFilsafat abad ke-18
KawasanFilsafat Barat
AliranPencerahan Skotlandia; Naturalisme, Skeptisisme, Empirisisme, Utilitarianisme, Liberalisme klasik
Minat utama
Epistemologi, Metafisika, Filsafat pikiran, Etika, Filsafat politik, Aestetika, Filsafat agama, Ekonomi klasik
Gagasan penting
Masalah sebab-akibat, induksi, masalah adalah-seharusnya, Utilitas, Sains manusia

Keluarga sunting

David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, pada 26 April 1711 sebagai anak kedua dari seorang tuan tanah di daerah utara Skotlandia. Ia diharapkan keluarganya kelak menjadi seorang ahli hukum, namun ketertarikan Hume hanya pada filsafat dan pengetahuan. Sejak muda ia meyakini bahwa ia akan menemukan cara berpikir baru (suatu pemikiran universal yang baru), ia menyadari bahwa kerap kali cara berpikir dapat bertentangan dengan kehidupan sehari-hari yang lebih praktis. Setelah beberapa waktu bergulat dengan pemikirannya, ia kemudian berhenti dan melanjutkan pekerjaannya sebagai saudagar.[5]

Ayah Hume merupakan pemilik perkebunan kecil di dekat wilayah Berwick. Perkebunannya bernama Ninewells. Ayah Hume meninggal dunia ketika ia masih berusia dua tahun. Sementara ibunya memiliki keluarga yang bekerja sebagai hakim. Hume memiliki dua saudara yang lain. Ia hidup bersama dengan kedua saudaranya beserta dengan ibunya. Pengasuhan dan pendidikannya sepenuhnya diurus oleh ibunya.[6]

Pendidikan sunting

Pendidikan yang ditekuni oleh Hume awalnya adalah pendidikan hukum. Ia diterima di Universitas Edinburgh ketika berusia 12 tahun. Hume tidak menamatkan pendidikannya di universitas tersebut dan memilih belajar secara mandiri di rumahnya. Alasannya berhenti dari kuliah adalah ketertarikannya kepada filsafat dan pendidikan umum.[7]

Pekerjaan sunting

Hume memulai kariernya dalam dunia kepenulisan. Karya pertamanya yang berjudul A Treatise of Human Nature diterbitkan secara bertahap dalam tiga volume. Volume pertama dan kedua diterbitkan pada tahun 1738 secara anonim. Sedangkan volume ketiganya diterbitkan tahun 1740. Publik tidak memberikan tanggapan yang positif terhadap karyanya ini. Namun, Hume tetap melanjutkan pekerjaan di bidang kepenulisan dengan penulisan esai-esai. Pekerjaan ini dilakukannya hingga tahun 1742 dengan hasil berupas sebuah volume esai.[8]

Pada tahun 1744, ia melamar pekerjaan sebagai guru besar di Universitas Edinburgh dan Universitas Glasgow. Setelahnya ia memperoleh pekerjaan sebagai pengajar bagi seorang Marquis dari Arrandale. Marquis ini masih berusia muda tetapi mengalami gangguan ingatan. Setelahnya, Hume menjadi sekretaris untuk Jenderal Saint Clair dalam misi diplomasi yang ditujukan untuk eksploitasi militer di luar negeri.[9]

Pemikiran empirisme sunting

Dasar pemikiran empirisme dari Hume adalah sebuah pernyataan bahwa tiap pengalamannya memiliki persepsi. Dari gagasan dasar ini, ia mengembangkan prinsip bahwa serangkaian kesan merupakan pembentuk dari pemikiran dan pengalaman. Bagi Hume, suatu pengetahuan berasal dari pengalaman yang berbentuk kesan yang telah tersusun secara sistematis di dalam diri manusia. Pemikiran Hume berusaha menggabungkan rasionalisme dengan empirisme, khususnya yang berkaitan dengan pengamatan dan percobaan. Hasil dari kedua sarana memperoelh pengetahuan ini kemudian menghasilkan kesan-kesan yang memberikan peengertian yang membentuk pengetahuan.[4]

Empirio-kritisisme sunting

Empirio-kritisisme disebut juga sebagai Machisme. Pemikiran filsafat ini merupakan gabungan dari sifat subjektif dana idealisme. Machisme pertama kali dirintis oleh Avenarius dan Mach. Gagasan pokok dari Machisme adalah menghilangkan konsep substansi, keniscayaan dan kausalitas dari pengertian mengenai pengalaman. Machisme membuat pengalaman menjadi sesuatu yang bersifat apriori. Penetapan kedudukan pengalaman ini bersamaan dengan penetapan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi. Machisme merupakan bentuk lain dari gagasan George Berkeley dan David Hume. Pengungkapan Machisme dilakukan secara tersembunyi karena sifat filsafat yang harus netral. Aliran Machisme ini disebut juga sebagai anti-metafisika.[10]

Empirisme logis sunting

Emprisime logis menerapkan analisis logis modern dalam pemecahan permasalahan filsafat dan persoalan ilmiah. Empirisme logis memiliki tiga prinsip yang menjadi dasar bagi pengembangan pemikirannya. Pertama, empirisme memiliki batasan. Batasan ini berupa ketidakmampuan pembuktian logika formal dan penyimpual induktif hanya dengan menggunakan pengalaman. Kedua, semua jenis proposisi yang benar dapat dijabarkan pada proposisi yang berkaitan dengan data indrawi. Batasan untuk data indrawi yang dapat menerima prinsip ini adalah data indrawi yang telah ada secara seketika. Ketiga, tidak adanya makna di dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam. [10]

Empirisme radikal sunting

Empirisme radikal merupakan aliran empirisme yang meyakini bahwa pengalaman indrawi dapat mengetahui asal dari semua pengetahuan. Semua jenis pengetahuan yang tidak diketahui asalnya melalui pengalaman, maka pengetahuan tersebut dianggap bukan pengetahuan. Pemikiran ini menimbulkan pertentangan dalam filsafat dalam persoalan kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran. Penyelidikan empiris secara jelas hanya memberikan suatu pengetahuan yang sifatnya belum pasti. namun, para pendukung empirisme radikal menolak pemikiran ini. Mereka mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan empiris bersifati pasti dan dapat diterima jika tidak ada kemungkinan untuk mengadakan percobaan lanjutan. Kondisi pengecualian ini membuat tak ada dasar untuk meragukan pengetahuan yang berasal dari pengalaman. Dalam kondisi pengecualian ini, kesan yang timbul bukan perasaan tetapi keyakinan.[11]

Pemikiran ilmiah sunting

Pengetahuan sunting

Hume merupakan pemikir yang menolak bahwa sumber pengetahuan ada dua. Ia meyakini bahwa sumber pengetahuan hanya ada satu yaitu persepsi dari indra. Penetepan tunggal untuk sumber ilmu pengetahuan ini merupakan bentuk penolakan terhadap pendukung empirisme maupun rasionalisme yang meyakini tidak tunggalnya sumber pengetahuan.[12]

Penolakan bagi kaum rasionalis dilakukan Hume terhadap gagasan mengenai ide bawaan. Ia memberikan penolakan dengan mengemukakan pandangan mengenai persepsi berbentukk kesan dan ide. Hume menolak gagasan rasionalisme yang menyatakan bahwa pemahaman terhadap dunia dilakukan dengan hubungan interrelasi yang berlandaskan ontologi ide bawaan. Di sisi lain, Hume menolak pandangan tokoh empirisme lain, yaitu John Locke dan George Berkeley. Pandangan yang ditolaknya adalah mengenai adanya keterbatasan metode empiris. Penolakan ini dilakukan dengan memberikan gagasan bahwa hakikat manusia menjadi dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tentang manusia hanya dapat dipahami melalui metode-metode ilmu pengetahuana alam. Pendapatnya ini didasarkan kepada kenyataan mengenai keberhasilan ilmu-ilmu alam dalam pengetahuan tentang manusia.[13]

Hume menolak gagasan mengenai sumber pengetahuan yang dikemukakan oleh Plato dan René Descartes. Ia menyatakan bahwa pemahaman dunia metafisika melalui rasio yang dikemukakan oleh Plato merupakan suatu bentuk ilusi dan kebohongan. Pernyataan ini didasari oleh keyakinannya bahwa kenyataan tidak akan dapat dipahami sepenuhnya. Hume meyakini bahwa gagasan-gagasan yang diperoleh tidak berkaitan dengan pemikiran, penalaran maupun pengingatan. Gagasan-gagasan ini bagi Hume merupakan hasil dari kesan-kesan yang melalui pengalaman indrawi.[14]

Hume mengemukakan bahwa pengetahuan apapun tidak dimiliki oleh manusia ketika ia baru saja lahir. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia berasal dari pengamatan. Pengamatan ini menghasilkan kesan dan pengertian. Kesan dihasilkan sebagai hasil langsung dari pengamatan yang disertai dengan pengalaman. Sedangkan pengertian merupakan hasil pengamatan yang diberikan perenungan berdasarkan kesan-kesan yang disertai pengalaman.[15]

Hume membagi persepsi menjadi dua, yaitu kesan-kesan dan ide-ide. Menurutnya, kesan-kesan merupakan persepsi yang melalui akal dan budi. Sifat dari kesan-kesan adalah hidup dan kuat. Sedangkan ide-ide menurutnya merupakan gambaran yang belum jelas dari kesan-kesan dan tersimpan di dalam pemikiran. Hume membedakan kesan menjadi kesan tunggal dan kesan majemuk, dan membedakan pula ide menjadi ide tunggal dan ide majemuk. Kesan tunggal dan kesan majemuk saling berkaitan satu sama lain. Begitu pula dengan ide tunggal dan ide majemuk. Setiap jenis persepsi menghasilkan kesan yang kemudian menghasilkan ide.[16]

Metode induksi sunting

Pada zamannya, David Hume mengajukan sebuah pernyataan yang membuat para filsuf yang semasa dengannya menjadi kebingungan. Hume menyatakan bahwa secara logis suatu pernyataan umum yang tak terbatas tidak dapat dihasilkan melalui pengamatan tunggal meskipun dalam jumlah pengamatan yang sangat banyak.[17]

Pengaruh sunting

Hume sangat dipengaruhi oleh empirisis John Locke dan George Berkeley, dan juga bermacam penulis berbahasa Prancis seperti Pierre Bayle, dan bermacam figur dalam landasan intelektual berbahasa Inggris seperti Isaac Newton, Samuel Clarke, Francis Hutcheson, Adam Smith, dan Joseph Butler.[18]

Hume merupakan filsuf besar pertama dari era modern yang membuat filosofi naturalistis. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci; sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin 'Image of God'.[19] Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas, di mana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan. Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam'.[20]

Salah satu pemikiran skeptis radikal Hume dapat diringkas secara sederhana demikian: kausalitas itu tidak ada. Bila ada dua peristiwa yang biasanya dianggap orang sebagai sebab-akibat, misalnya (1) air mendidih pada 100 °C karena (2) air dipanaskan dengan api, itu hanyalah hubungan post-hoc, maksudnya peristiwa (1) terjadi setelah (post) peristiwa (2). Belum tentu di setiap tempat dan situasi air mendidih pada suhu 100 °C karena dipanaskan dengan api kecuali kalau ada orang yang telah membuktikannya sendiri, yakni dengan melakukan percobaan terus menerus. Keragu-raguannya itu membuatnya digolongkan dalam filsuf empirisme, tetapi secara khusus emprisme radikal.[butuh rujukan]

Hume termasuk salah satu filsuf ilmu pengetahuan. Ia menjadi salah satu pemikir yang menyelidiki cara untuk mengetahui kebenaran dan mengetahui kenyataan.[21] Gagasan empirisme Hume yang berpengaruh adalah mengenai pernyataannya bahwa gagasan yang sederhana merupakan salinan dari sensai yang sederhana. Sementara gagasan yang kompleks dibentuk oleh sensasi yang juga kompleks. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, pemikiran Hume ini memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan.[22]

Karya-karya sunting

A Treatise of Human Nature sunting

A Treatise of Human Nature merupakan karya tulis dari Hume yang terpenting dan utama. Buku ini diterbitkan secara lengkap pada tahun 1740.[23] Buku ini selesai ditulisnya sebelum mencapai usia 26 tahun. A Treatise of Human Nature terbagi menjadi tiga volume. Volume pertama dan volume kedua diterbitkan pada tahun 1738 secara anonim. Sementara volume ketiga diterbitkan pada tahun 1940.[24] Buku ini secara khusus membahas tentang epistemologi. Konten buku dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas permasalahan epistemologi. Bagian kedua membahas tentang permasalahan emosi. Bagian ketiga membahas tentang prinsip-prinsip moral. Dalam buku ini, Hume juga mempertanyakan tentang persoalan-persoalan yang telah dibahas oleh para tokoh pendukung empirisme yang lainnya. Pertanyaannya dibagi menjadi dua, yaitu cara mengetahui sesuatu dan sumber dari ilmu pengetahuan.[12]

An Inquiry Concerning Human Understanding dan An Inquiry into the Principles of Moral sunting

An Inquiry Concerning Human Understanding merupakan hasil perombakan kesimpulan dari A Treatise of Human Nature. Perombakan yang dilakukan oleh Hume adalah modifikasi dan penghilangan kesimpulan dari A Treatise of Human Nature. Hasil perombakan ini diterbitkan pada tahun 1748 dan mendapat kepopuleran. An Inquiry Concerning Human Understanding merupakan pemicu bagi Immanuel Kant dalam mengevaluasi dogma-dogma yang diyakininya. Sedangkan An Inquiry into the Principles of Moral merupakan hasil perombakan volume kedua dari A Treatise of Human Nature. Hasil perombakan ini diterbitkan pada tahun 1752.[9]

Karya-karya David Hume didominasi oleh tema-tema politik, agama, moral, dan filsafat pengetahuan yang tersebar dalam buku-buku maupun surat-suratnya, diantara karyanya yang terkenal adalah:

  • Treatise of Human Nature, being an attempt to introduce the experimental method of reasoning into moral subject (1737)
  • Essay on Miracles (1748)
  • An Inquiry Concerning Human Understanding (1749)
  • The Natural History of Religion (1755)
  • Inquiry Concerning the Principles of Morals (1751)

Kematian sunting

Hume sempat mengalami gangguan kesehatan jiwa berupa murung yang menyebabkan ia sedih tanpa alasan, ia kemudian pindah ke Prancis dan tetap melanjutkan aktifitas menulisnya. David Hume meninggal dunia sesudah menderita sakit pada 25 Agustus 1776.[5]

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ April 26 is Hume's birthdate in the Old Style Julian calendar, it is May 7 in New Style (Gregorian).
  2. ^ 6 vols., (London: Andrew Millar, 1754-1762).
  3. ^ Thomas Babington Macaulay, The History of England from the Accession of James II, 5 vols. (London: Longman, Brown, Green and Longmans, 1849-1861) [1], [2], [3], [4], [5] ; David F. Norton, ed. The Cambridge Companion to Hume (Cambridge: 1993), p. 211.
  4. ^ a b Kristiawan 2016, hlm. 213.
  5. ^ a b Daruni Asdi, Endang; Aksa, Husnan (1982). Filsuf-filsuf Dunia Dalam Gambar. Yogyakarta: Karya Kencana. hlm. 115–116. 
  6. ^ Nawawi 2011, hlm. 93-94.
  7. ^ Nawawi 2011, hlm. 94.
  8. ^ Nawawi 2011, hlm. 94-95.
  9. ^ a b Nawawi 2011, hlm. 95.
  10. ^ a b Kristiawan 2016, hlm. 214.
  11. ^ Kristiawan 2016, hlm. 214-215.
  12. ^ a b Ibrahim 2017, hlm. 130.
  13. ^ Ibrahim 2017, hlm. 132-133.
  14. ^ Ibrahim 2017, hlm. 131.
  15. ^ Suaedi 2016, hlm. 10.
  16. ^ Ibrahim 2017, hlm. 132.
  17. ^ Suaedi 2016, hlm. 100.
  18. ^ In the Introduction to his "A Treatise of Human Nature", Hume mentions "Mr Locke, Lord Shaftesbury, Dr Mandeville, Mr Hutcheson, Dr Butler, etc." as philosophers "who have begun to put the science of man on a new footing, and have engaged the attention, and excited the curiosity of the public".
  19. ^ See Edward Craig's The Mind of God and the Works of Man, (Oxford, 1987).
  20. ^ Term borrowed from Craig's book cited in previous fn.
  21. ^ Suaedi 2016, hlm. 4-5.
  22. ^ Suaedi 2016, hlm. 98.
  23. ^ Lavine, T. Z. (2020). From Socrates to Sartre: The Philosophic Quest. Yogyakarta: Immortal Publishing. hlm. 163. 
  24. ^ Nawawi 2017, hlm. 94.

Daftar pustaka sunting