Hukum dan etika media komunikasi

Revisi sejak 10 Juni 2011 12.22 oleh StefanusRA (bicara | kontrib) (+{{info tugas sekolah}})

Di dalam kehidupan bermasyarakat,kita tidak pernah lepas dari apa yang dikenal sebagai media. Media menyalurkan berbagai macam pesan dan efek yang ditimbulkan di dalam kehidupan sehari-hari. Media pun mempunyai aturan di dalam mendidik masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika diperhatikan dengan lebih cermat,media mulai memperlihatkan arus yang berbeda dari etika awal tersebut. Begitu pula dengan penggunaan teknologi, kita dihadapkan pada aturan-aturan yang mendasari penggunaannya. Aturan itu diciptakan untuk membatasi keinginan kita supaya tidak merugikan dan mengganggu orang lain.Aturan-aturan itu tertuang dalam kebijakan, hukum dan kode etik teknologi komunikasi. Kebijakan merupakan kerangka umum dalam melihat bagaimana struktur dan pengaturan media supaya menghasilkan kebaikan bagi publik. Hukum merupakan peraturan bersifat mengikat yang dibuat oleh lembaga legislatif, dilaksanakan oleh lembaga eksekutif dan diputuskan oleh pengadilan. Dalam level tertentu kebijakan bisa menjadi hukum yang mengikat juga. Standar adalah persetujuan mengenai karakteristik teknis dari sistem komunikasi supaya teknologi tersebut bisa secara luas dihasilkan dan digunakan.

Sejarah Perkembangan Pers

Sejak Indonesia merdeka hingga 9 tahun pasca reformasi,hukum pers tidak pernah benar-benar lepas dari yang namanya kepentingan politik. Setiap perkembangan pers terus melekat erat dengan keinginan untuk dapat menguasai pers. Pada masa Bung Karno,pemerintahan pada awalnya melalui Menpen Amir Sjaritoedin memyatakan bahwa pikiran masyarakat umum sama dengan sendir dasar dari pemerintahan yang berdaulat dan pers Indonesia harus merdeka. Hal ini mengakibatkan pers semakin tegas dalam mengawasi pemerintah. Penangkapan dan pengekangan terhadap pers tidak pernah berhenti. Lain halnya pada masa Soeharto,pers diberikan kebebasan sesuai dengan UU no 11 tahun 1966 yang menyatakan “memberikan kemerdekaan pers,namun terdapat suatu pasal peralihan yang memungkinkan pemerintah yang berkuasa mengekang pers” dan juga UU no 21 tahun 1982 menyatakan bahwa “memperkuat belenggu terhadap kemerdekaan pers. Hingga akhirnya masa reformasi,UU no 40 tahun 1999 menyatakan bahwa “jauh lebih demokratis,namun terdapat rumusan teknikal penyusunan yang tidak jelas”

Perlunya Etika Komunikasi

Etika adalah pedoman atau aturan moral untuk situasi-situasi dimana media memiliki efek negatif dan hukum tidak bisa menjaga tingkah laku. Kode etik kebanyakan diciptakan oleh organisasi profesional. Etika adalah peraturan moral yang menuntun tingkah laku seseorang. Para pendidik yang memainkan peran yang penting dalam menerapkan etika. Etika merupakan komponen yang penting dalam pendidikan jurnalisme. Di dalam jurnalisme terdapat beberapa etika yang harus dipatuhi yaitu akurasi, keadilan, kerahasiaan, privasi. Saat ini informasi yang disajikan oleh media telah berubah menjadi komoditi dan mimetisme. Berkat media,budaya baru telah terbentuk dan masyarakat telah berubah karenanya. Mengatasi keseimbangan antara tugas membimbing masyarakat lewat program-program yang disuguhkan kepada masyarakat dan pemenuhan tugas sebagai alat produksi ekonomi. Media pun membangun image sebagai kebutuhan masyarakat dan juga pencapai kebutuhan ekonomi baginya. Yang menjadi masalah yaitu sikap dari masyarakat yang tidak menunjukkan adanya perlawanan atas bentuk program yang ditawarkan oleh media sehingga media perlu membawa etika dan menerapkan dampak di dalam masyarakat yang harus dilindungi dan mengurangi adanya penyalahgunaan dari dampak negatif media itu sendiri.

Dimensi Etika Komunikasi

Tujuan
  1. Nilai-nilai Demokrasi
  2. Hak untuk berekspresi
  3. Hak public akan informasi yang benar
Aksi
  1. Tatanan Hukum dan institusi
  2. Hubungan2 kekuasaan
  3. Peran asosiasi, lembaga konsumen, komisi pengawas
Sarana
  1. Kesadaran moral atau nuarani actor komunikasi
  2. Deontology jurnalisme

Media sebagai Sarana Publik

Fungsi media dapat digunakan sebagai sarana kritik terhadap kekuasaan dan kontrol masyarakat. Selain itu media juga berfungsi sebagai ruang publik atau ruang antara publik. Namun prinsip berita buruk merupakan berita baik mendorong media untuk membuat pemberitaan terkait skandal maupun keburukan pemerintah. Hal ini menyebabkan pemerintah menjadi apriori terhadap pers. Pemerintah tidak bisa melihat sisi positif dari kebebasan pers. Padahal pemberitaan yang dilakukan pers dapat memberikan fungsi audit yang gratis untuk kinerja pemerintah. Pers berperan dalam mengangkat aspirasi publik, kelompok-kelompok pinggiran maupun kaum lemah. Kemudian mendiskusikan urusan-urusan publik, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berdialog dan bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan atau perumus kebijakanserta sebagi media pertukaran gagasan, menyerap aspirasi-aspirasi politik.

Kekerasan Media

Kesalahan lain media yaitu menyajikan pesan kekerasan di dalam program yang disiarkan tanpa memikirkan usia individu yang menontonnya. Telah terjadi banyak kasus yang menyeret nama media sebagai pelaku tindak kekerasan berbagai golongan masyarakat. Nilai-nilai itu dapat mempengaruhi tanpa sadar masyarakat yang menontonnya. Maka etika komunikasi mau tak mau juga harus merumuskan, mendefinidikan dan menentukan batas-batas kekerasan. Bila menengok sejenak peristiwa sejenis di luar Tanah Air, pada tanggal 20 April 1999, dua siswa, [[Dylan Klebold]] (18 tahun) dan Eric Harris (17 tahun), melakukan penembakan secara brutal dengan senapan mesin pada jam sekolah di Sekolah Menengah Atas Columbine, Littleton, Colorado, Amerika Serikat. Bergaya koboi, kedua remaja ini menembakkan peluru dari senapan mesinnya di kantin, di ruang kelas, lorong koridor, dan teras depan sekolah. 12 siswa dan seorang guru tewas terbunuh. Lebih dari 20 orang luka-luka. Kedua pelaku pun bunuh diri dengan menembak diri usai serangan membabi buta. Pembantaian ala koboi itu terjadi kembali berkali-kali di negeri paman Sam itu pada tahun-tahun terakhir ini dan jumlah korban semakin lebih banyak. Dalam hal ini, maka etika komunikasi diciptakan agar dapat mendukung pihak yang rentan menjadi korban kekerasan media, tanpa terjebak bersikap represif.

Tanggung Jawab Media

Pertama, media harus menyajikan “pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas.” Media dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan murni sebagai pendapat. Kriteria kebenaran juga dibedakan menurut ukuran masyarakat: Masyarakat sederhana dan masyarakat modern.
Kedua, media harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik. Karenanya, media tak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga forum penyelesaian masalah. Setiap masalah yang menjadi urusan publik dan berhubungan dengan publik disodorkan oleh media, untuk kemudian dibahas bersama dan dicarikan jalan keluar.
Ketiga, media harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok masyarakat. Syarat ini menuntut media untuk memahami karakteristik dan juga kondisi semua kelompok di masyarakat tanpa terjebak pada stereotipe. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya konflik sosial di masyarakat terkait dengan isi berita yang disajikan.
Keempat, media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat dalam hal-hal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrumen pendidik masyarakat sehingga media harus “memikul tanggung jawab pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.”
Kelima, media “harus membuka akses ke berbagai sumber informasi.”Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang di masa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnnya. Lewat informasi, sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.

Rujukan