Kota Sawahlunto

kota di Provinsi Sumatra Barat, Indonesia
Revisi sejak 8 Oktober 2011 20.10 oleh VoteITP (bicara | kontrib) (merapikan)

Kota Sawahlunto adalah salah satu kota yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota yang berjarak sekitar 95 km dari kota Padang ini, pada awalnya merupakan areal persawahan kemudian menjadi kawasan yang berorientasi pada industri pertambangan batu bara.

Kota Sawahlunto
Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto
Logo resmi Kota Sawahlunto
Motto: 
Sawahlunto Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya
Letak Sawahlunto di Sumatera Barat
Letak Sawahlunto di Sumatera Barat
NegaraIndonesia
ProvinsiSumatra Barat
Hari jadi1 Desember 1888
Pemerintahan
 • WalikotaIr. Amran Nur
Luas
 • Total273,45 km2 (105,58 sq mi)
Populasi
 (2008[1])
 • Total54.310
 • Kepadatan200/km2 (510/sq mi)
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode area telepon+62 754
Situs webwww.sawahlunto.go.id

Geografi

Bentang alam kota Sawahlunto terbentuk oleh perbukitan terjal, landai dan dataran dengan ketinggian 250 – 650 m di atas permukaan laut. Bentangan alam dengan perbukitan terjal merupakan faktor pembatas dalam pengembangan tata wilayah kota ini, dimana sebelumnya pusat kota lama terletak pada daerah yang landai dan sempit serta memanjang dengan luas 5.8 km². Sedangkan kawasan datar yang relatif lebar terdapat pada kecamatan Talawi, wilayah ini terbentang dari utara ke selatan, sementara pada bagian utara yang bergelombang dan relatif datar, kawasan berpenduduk banyak berada pada kawasan dengan ketinggian 100 – 500 m di atas permukaan laut. Sedangkan kawasan yang terletak pada bagian timur dan selatan, memiliki topografi wilayah yang relatif curam (kemiringan lebih dari 40%).

Kota Sawahlunto terdiri dari kawasan hutan lindung (26,5%) dan kawasan budidaya (73,5%). Sedangkan untuk penggunaan tanah yang dominan adalah untuk perkebunan campuran (34,1%), hutan lebat dan belukar (19,5%), serta kawasan danau akibat bekas galian penambangan batu bara (0,2%).

Seperti daerah lainnya di provinsi Sumatera Barat, kota Sawahlunto mempunyai iklim tropis dengan suhu berkisar anatara 22 °C. Sepanjang tahun terdapat dua musim yaitu musim hujan pada bulan November sampai Juni dan musim kemarau pada bulan Juli sampai bulan Oktober. Curah hujan rata-rata lebih kurang sebesar 1.071,6 milimeter per tahun dan curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember.

Batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara Kabupaten Tanah Datar
Timur Kabupaten Sijunjung
Selatan Kabupaten Solok
Barat Kabupaten Solok

Sejarah

Kota Sawahlunto merupakan kota tambang, yang dimulai sejak ditemukannya cadangan batu bara di kota ini pada pertengahan abad ke-19 oleh Ir. de Greve, yang kemudian sejak 1 Desember 1888 pemerintah Hindia-Belanda mulai melakukan investasi, yaitu ketika uang sebesar 5.5 juta gulden ditanamkan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk membangun berbagai fasilitas pengusahaan tambang batubara, dalam memenuhi kebutuhan industri dan transportasi masa itu. Kemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto.

Kota ini mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892[3], dan seiring dengan itu kota ini mulai menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang, dan pemukiman ini terus berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang.

Selanjutnya pemerintah Hindia-Belanda juga membangun jalur kereta api dengan biaya 17 juta Gulden untuk memudahkan pengangkutan batu bara keluar dari kota Sawahlunto menuju kota Padang. Sebelumnya pada tahun 1888, jalur kereta api beroperasi hanya sampai ke Muara Kalaban dan kemudian baru mencapai kota Sawahlunto pada tahun 1894.

Sebelumnya kota ini juga merupakan kampung tahanan, dimana sampai tahun 1898 usaha tambang ini masih mengandalkan pekerja paksa yaitu narapaidana yang dipaksa bekerja untuk menambang dan dibayar dengan harga murah. Dan pada tahun 1908 untuk upah buruh paksa adalah sebesar 18 sen/hari dan jika membangkang dapat dikenakan sangsi hukum cambuk, upah buruh kontrak sebesar 32 sen/hari dan mendapatkan fasilitas tempat tinggal serta jaminan kesehatan. Sedangkan untuk buruh bebas upahnya sebesar 62 sen/hari tanpa mendapat fasilitas apapun.

Pada tahun 1918 kota Sawahlunto telah dikategorikan sebagai Gemeentelijk Ressort atau Gemeente dengan luas wilayah 778 Ha, atas keberhasilan kegiatan pertambangannya. Adanya angkutan kereta api telah mendorong produksi pertambangan batu bara memberikan hasil yang positif, dimana pada tahun 1920 produksi batu bara dari hanya puluhan ribu ton menjadi ratusan ribu ton per tahun, dari usaha yang rugi menjadi usaha dengan laba besar sampai 4,6 juta Gulden dalam setahun. Sehingga sampai pada tahun 1930, kota ini telah berpenduduk sebanyak 43.576 jiwa, diantaranya 564 jiwa adalah orang Belanda (Eropa).

Berkas:Kantor-pt-bukit-asam.jpg
Kantor PT. Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin di kota Sawahlunto

Setelah kemerdekaan Indonesia, selanjutnya hak penambangan dikelola oleh negara dan diberikan kepada PT. Tambang Batubara Ombilin (TBO), namun kemudian perusahaan ini dilikuidasi menjadi anak perusahan dari PT. Bukit Asam yang terdapat di Sumatera Selatan. Dan seiring dengan reformasi pemerintahan dan bergulir otonomi daerah, masyarakat setempat pun menuntut untuk dapat melakukan penambangan sendiri.

Kependudukan

Penduduk kota Sawahlunto saat ini didominasi oleh etnis Minangkabau dan Jawa.

Sejak tahun 1940 sampai dengan akhir tahun 70-an produksi batubara kota ini merosot menjadi hanya puluhan ribu ton pertahun. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk kota ini pun mengalami penurunan menjadi 13.561 jiwa pada sensus tahun 1980. Setelah pemerintah menambah beberapa fasilitas, dan melakukan perubahan manajemen serta penerapan teknologi baru, maka sejak awal tahun 80-an, produksi batu bara kembali meningkat, dan pada akhir tahun 90-an, produksinya melampaui 1 juta ton pertahun. Sehingga jumlah penduduk kota Sawahlunto juga meningkat menjadi 15.279 jiwa menurut sensus tahun 1990, walaupun demikian laju pertumbuhan penduduk yang hanya 1,2% pertahun ini masih dibawah rata-rata laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat yang mencapai 1,62% dan tidak tampak mempunyai korelasi langsung dengan peningkatan produksi batu bara.

Pada tahun 1990 wilayah administrasi Kota Sawahlunto diperluas dari hanya 778 ha menjadi 27.345 ha yang membawa konsekuensi jumlah penduduknya meningkat. Berdasarkan hasil sensus 1995, jumlah penduduk kota Sawahlunto berubah menjadi 55.090 jiwa. Namun pertumbuhan jumlah penduduk kota ini hanya bersifat sementara karena berdasarkan sensus tahun 2000, jumlah penduduk kota Sawahlunto menunjukan gejala menurun, dimana tercatat jumlah penduduk adalah 50.668 jiwa, artinya selama lima tahun telah terjadi penurunan 8%. Hal ini diantaranya disebabkan karena sebagian perumahan pegawai Unit Pertambangan Ombilin (UPO) dipindahkan keluar daerah kota Sawahlunto. Sehingga dari segi ini tampak kaitannya antara usaha pertambangan batu bara dengan pertambahan jumlah penduduk kota Sawahlunto.

Tahun 1930 1980 1990 1995 2000 2005 2008
Jumlah penduduk 43.576   13.561   15.279   55.090   50.668   52.457   54.310
Sejarah kependudukan kota Sawahlunto
Sumber:[1]

Pendidikan

Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kompetensi siswa di kota Sawahlunto, salah satu program pemerintah setempat adalah dengan memberikan pelatihan bahasa Inggris sejak dini[4].

Pendidikan formal SD atau MI negeri dan swasta SMP atau MTs negeri dan swasta SMA negeri dan swasta MA negeri dan swasta SMK negeri dan swasta Perguruan tinggi
Jumlah satuan 66 13 4 1 3 2
Data sekolah di kota Sawahlunto
Sumber:[5]

Kesehatan

Untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat kota ini, pemerintah kota Sawahlunto telah membangun sebuah rumah sakit umum daerah tipe C[6]. Selain itu sarana kesehatan lain yang tersedia di kota ini adalah puskesmas sebanyak 5 buah, puskesmas pembantu 20 buah, pos KB/Posyandu 37 buah, tempat praktik dokter 15 buah[7].

Pemerintahan

Walaupun kota Sawahlunto pada tahun 1930 telah memiliki penduduk yang banyak namun belum sempat menjadi Stadsgemeente, yang penyelenggaraan kotanya dilakukan oleh stadsgemeenteraad (DPRD) dan Burgemeester (Walikota).

Kemudian pada tanggal 10 Maret 1949, kota ini sebagai Stadgemeente Sawahlunto menjadi bagian daerah Afdeeling Solok, dimana beserta kawasan kabupaten Solok, kota Solok, kabupaten Sijunjung dan kabupaten Dharmasraya sekarang, dibawah pemerintahan Bupati Sawahlunto/Sijunjung.

Selanjutnya dengan keluarnya Undang-undang nomor 18 tahun 1965 status kota ini berubah menjadi daerah tingkat II dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto di bawah Walikota, dan terhitung mulai tanggal 11 Juni 1965 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Maret 1965 nomor 15/2/13-227 ditunjuk sebagai pejabat walikota Sawahlunto adalah Achmad Noerdin, S.H.

Daftar Walikota

Daftar Walikota yang memimpin kota Sawahlunto sejak pertama berdiri sampai sekarang:

No. Nama Masa jabatan
1. Achmad Nurdin, S.H. 1965 s/d 1971
2. Drs. Shaimoery, S.H. 1971 s/d 1983
3. Drs. Nuraflis Salam 1983 s/d 1988
4. Drs. H. Rahmatsjah 1988 s/d 1993
5. Drs. H. Subari Sukardi 1993 s/d 1998 dan 1998 s/d 2003
6. Ir. H. Amran Nur 2003 s/d 2008 dan 2008 s/d 2013

Perekonomian

Kota Sawahlunto termasuk kota dengan pendapatan per kapita tertinggi sesudah Kota Padang di Provinsi Sumatera Barat[8], dimana mata pencarian penduduk sebagian besar ditopang oleh sektor pertambangan dan jasa. Selain itu sektor lain seperti pertanian dan peternakan juga masih diminati masyarakat. Selain itu, beberapa kawasan sedang dikembangkan untuk menjadi daerah sentral industri kerajinan dan makanan kecil.

Selama seratus tahun lebih batu bara telah dieksploitasi mencapai sekitar 30 juta ton, dan masih tersisa cadangan lebih dari 100 juta ton. Namun masa depan penambangan batu bara Ombilin ini masih belum jelas, karena cadangan yang tersisa hanya bisa dieksploitasi sebagai tambang dalam. Dan dapat tidaknya eksploitasi tersebut sangat bergantung kepada penguasaan teknologi serta harga dan permintaan pasar batu bara, selain itu penyelenggaraan pertambangan batu bara ini juga sedang mengalami re-orientsi oleh berkembangnya semangat desentralisasi atau tuntuntan otonomi daerah, yang membangkitkan keinginan masyarakat setempat untuk melakukan penambangan sendiri.

Perhubungan

Penemuan cadangan batubara di Kota Sawahlunto mendorong Pemerintah Hindia Belanda waktu itu, untuk membangun rel kereta api menuju Kota Padang dalam mendistribusikan batubara, melalui Kota Padang Panjang sekarang dan diselesaikan pada tahun 1896.[9]

Pariwisata

 
Masjid Agung Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Agung Sawahlunto

Pemerintah dan masyarakat kota Sawahlunto saat ini, bertekad menjadikan kota ini sebagai kota wisata berbasis pertambangan[10].

Salah satu objek wisata yang ditawarkan kota ini adalah atraksi wisata tambang, dimana pengunjung dapat melakukan napak tilas pada areal bekas penambangan yang telah dibangun sejak zaman Belanda, dimana lokasi wisata tersebut dinamai Lobang Suro yang diambil dari nama Mbah Suro seorang mandor pada zaman dahulu yang juga dikenal dengan julukan mandor orang rantai[11].

Kota ini juga memiliki kebun binatang, yang merupakan lahan bekas tambang yang telah direklamasi menjadi lahan berbentuk seperti hutan dengan luas 40 ha[12].

Olahraga

Di kota ini terdapat gelanggang pacuan kuda, yang bernama Lapangan Pacuan Kuda Bukit Kandih seluas 39.69 ha milik pemerintah setempat dan dapat menampung 30.000 penonton[13] dan setiap tahunnya di kota ini diselenggarakan olah raga lomba pacu kuda. Selain itu Kota Sawahlunto juga memiliki arena road race dengan track lintasan beraspal hotmix sepanjang 1.2 km dan telah berstandar nasional[14].

Rujukan

  1. ^ a b c sumbar.bps.go.id Profil Kota Sawahlunto
  2. ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 2011-02-17. Diakses tanggal 2011-05-23. 
  3. ^ Penerbit Buku Kompas, (2001), Profil daerah kabupaten dan kota, Vol. 1, Penerbit Buku Kompas, ISBN 978-979-709-009-8.
  4. ^ www.sawahlunto.go.id Meningkatkan Kompetensi Siswa Dengan Pelatihan Bahasa Inggris (diakses pada 11 Juli 2010)
  5. ^ nisn.jardiknas.org Rekap data
  6. ^ www.depkes.go.id Daftar Rumah Sakit (diakses pada 11 Juli 2010)
  7. ^ www.sawahlunto.go.id Kesehatan (diakses pada 11 Juli 2010)
  8. ^ Sjafrizal, Ekonomi Regional, Niaga Swadaya, ISBN 978-979-17475-2-3.
  9. ^ Colombijn, Freek. Paco-Paco (Kota) Padang. hlm. 65.
  10. ^ Andi Asoka, (2005), Sawahlunto, dulu, kini dan esok: menyongsong kota wisata tambang yang berbudaya, Pusat Studi Humaniora (PSH), Unand kerja sama dengan Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, ISBN 978-979-3723-50-1.
  11. ^ www.sawahlunto.go.id Orang Rantai dari Tambang Batubara Sawah Lunto (diakses pada 29 Juni 2010)
  12. ^ www.sawahlunto.go.id Kebun Binatang (diakses pada 11 Juli 2010)
  13. ^ www.sawahlunto.go.id Gelanggang Pacuan Kuda (diakses pada 11 Juli 2010)
  14. ^ www.sawahlunto.go.id Arena Road Race (diakses pada 11 Juli 2010)

Pranala luar