Iklim

kondisi rata-rata cuaca

Iklim atau perihawa adalah kebiasaan dan karakter cuaca yang terjadi di suatu tempat atau daerah. Kurun waktu yang menjadi acuan penentuan iklim rata-rata berdurasi 30 tahun. Unsur penyusun iklim sama dengan cuaca. Pembentukan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh letak garis lintang, lereng, ketinggian, jarak dari perairan, serta kondisi arus air laut. Setiap daerah memiliki iklim yang berbeda. Jenis iklim pada tiap daerah sangat dipengaruhi oleh garis lintang. Karakteristik dari pola iklim global dipelajari melalui klimatologi. Iklim juga didasarkan pada karakteristik cuaca yang mempertimbangkan kondisi hujan, suhu, dan angin atau penguapan.[1] Berdasarkan garis lintangnya, iklim di permukaan Bumi dapat dibedakan menjadi iklim kutub, iklim sedang, iklim subtropis, iklim tropis, dan iklim khatulistiwa.[2] Iklim juga dapat dibedakan berdasarkan kondisi kawasan, yaitu iklim benua, iklim bahari, iklim tundra, dan iklim gunung.[3] Kondisi iklim dikendalikan terutama oleh atmosfer yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jenis faktor lingkungan yang memengaruhi atmosfer yaitu bentuk rupa bumi, tutupan bumi, dan posisi pencampuran udara di lapisan atmosfer. Atmosfer memberi pengaruh terhadap cuaca yang kemudian menjadi pembentuk iklim.[4]

Map of world dividing climate zones, largely influenced by latitude. The zones, going from the equator upward (and downward) are Tropical, Dry, Moderate, Continental and Polar. There are subzones within these zones.
Klasifikasi iklim Köppen di seluruh dunia

Sejarah

sunting

Kemunculan istilah Iklim tidak dapat dipisahkan dari Paleoklimatologi. Paleoklimatologi adalah studi tentang iklim kuno. Karena pengamatan langsung iklim tidak tersedia sebelum abad ke-19, paleoklimat disimpulkan dari variabel proksi iklim yang mencakup bukti non-biotik seperti endapan yang ditemukan di dasar danau dan inti es, dan bukti biotik seperti cincin pohon dan karang. Model iklim adalah model matematika dari iklim masa lalu, sekarang, dan masa depan. Perubahan iklim dapat terjadi dalam rentang waktu yang panjang dan pendek dari berbagai faktor; pemanasan baru-baru ini dibahas dalam pemanasan global. Pemanasan global menghasilkan redistribusi. Sebagai contoh, "perubahan 3 °C dalam suhu tahunan rata-rata sesuai dengan pergeseran isoterm sekitar 300-400 km di garis lintang (di zona beriklim) atau ketinggian 500 m. Dalam menyikapi pergeseran zona iklim, setiap spesies akan bergerak ke kutub di lintang ataupun ke dataran tinggi untuk menghindari dampak buruk dari fenomena alam tersebut".

Definisi

sunting

Peta umum suhu global dalam diferensial hangat dan dingin sederhana. Sama tetapi dalam tiga tingkat diferensial suhu.

Iklim (dari bahasa Inggris berasal dari kata Yunani Kuno "klima", yang berarti kecenderungan) biasanya didefinisikan sebagai cuaca rata-rata selama periode yang panjang. Periode rata-rata standar adalah 30 tahun, tetapi periode lain dapat digunakan tergantung pada tujuannya. Iklim juga mencakup statistik selain rata-rata, seperti besarnya variasi harian atau tahun ke tahun. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2001 mendefinisikan iklim sebagai berikut:

Iklim dalam arti sempit biasanya didefinisikan sebagai "cuaca rata-rata," atau lebih tepatnya, sebagai deskripsi statistik dalam hal rata-rata dan variabilitas jumlah yang relevan selama periode mulai dari berbulan-bulan hingga ribuan atau jutaan tahun. Periode klasik adalah 30 tahun, sebagaimana didefinisikan oleh World Meteorological Organization (WMO). Kuantitas variabel permukaan yang paling sering digunakan seperti suhu, curah hujan, dan angin. Iklim dalam arti yang lebih luas adalah negara, termasuk deskripsi statistik, dari sistem iklim.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menjelaskan iklim "normal" sebagai "titik acuan" yang digunakan oleh pakar iklim untuk membandingkan perkembangan iklim saat ini dengan masa lalu atau yang dianggap 'normal'. Sebuah iklim normal didefinisikan sebagai rata-rata aritmatika dari elemen iklim (misalnya suhu) selama periode 30 tahun. Periode 30 tahun digunakan karena cukup lama untuk menyaring variasi anomali antar anomali, tetapi juga cukup pendek untuk dapat menunjukkan perkembangan iklim yang lebih lama. WMO yang membentuk komisi teknis untuk klimatologi pada tahun 1929. Pada tahun 1934, Wiesbaden memenuhi komisi teknis yang menetapkan periode tiga puluh tahun dari 1901 hingga 1930 sebagai referensi waktu untuk normals standar klimatologis. Pada tahun 1982 WMO setuju untuk memperbarui normals iklim, dan ini kemudian diselesaikan berdasarkan data iklim dari 1 Januari 1961 hingga 31 Desember 1990.

Perbedaan antara iklim dan cuaca diringkas dengan kalimat populer "Iklim adalah apa yang Anda harapkan, cuaca adalah apa yang Anda dapatkan.". Selama rentang waktu sejarah ada sejumlah variabel yang hampir konstan menentukan iklim, termasuk lintang, ketinggian, proporsi tanah ke air, dan jarak antara laut dengan pegunungan. Variabel-variabel tersebut hanya berubah selama jutaan tahun karena proses seperti lempeng tektonik. Faktor penentu iklim lainnya lebih dinamis seperti sirkulasi termohalin laut menyebabkan pemanasan 5 °C (9 °F) di Samudra Atlantik utara dibandingkan dengan cekungan laut lainnya. Arus samudera lainnya mendistribusikan kembali panas antara tanah dan air pada skala yang lebih regional. Kepadatan dan jenis tutupan vegetasi mempengaruhi penyerapan panas matahari, retensi air, dan curah hujan di tingkat regional. Perubahan kuantitas gas rumah kaca di atmosfer menentukan jumlah energi matahari yang disimpan oleh planet ini, yang menyebabkan pemanasan global atau pendinginan global. Variabel-variabel yang menentukan iklim sangat banyak dan interaksinya kompleks, tetapi ada kesepakatan umum bahwa standardisasi penggunaan variabel iklim memerlukan pemahaman garis besar, minimal menyangkut faktor penentu perubahan iklim historis.

Pembentukan

sunting

Pembentukan suatu iklim dipengaruhi oleh keberadaan atmosfer, biosfer, hidrosfer, kriosfer, dan pedosfer. Sedangkan perbedaan iklim dipengaruhi oleh pengendali iklim yang terdiri atas matahari, distribusi cuaca di darat dan laut, sel semi permanen pada tekanan rendah dan tekanan tinggi, angin dan massa udara, arus laut, pegunungan dan badai.[5]

Atmosfer menjadi faktor yang paling mempengaruhi pembentukan iklim pada suatu kawasan. Kondisi atmosfer dapat berubah dengan cepat karena adanya pengaruh dari luar. Atmosfer dapat berubah karena dipengaruhi oleh siklus harian pemanasan permukaan yang berubah dalam skala regional maupun global. Atmosfer berkaitan dengan keberadaan biosfer. Biosfer merupakan lapisan atmosfer yang masih dihuni oleh makhluk hidup. Ketebalan biosfer mencapai 8 km. Kondisi biosfer dipengaruhi oleh vegetasi tanaman dan kegiatan manusia. Vegetasi tanaman memiliki perubahan musiman yang mempengaruhi albedo suatu daerah geografis beserta siklus hidrologisnya. Sedangkan kegiatan manusia berupa penebangan hutan, pertanian dan urbanisasi dapat menimbulkan perubahan iklim.secara lokal dan global.[6]

Hidrosfer memberikan pengaruh temperatur terhadap iklim dalam periode waktu beberapa bulan, tahun, atau abad. Pengaruh hidrosfer bagi iklim terletak pada kondisi lautan. Sebagain besar radiasi matahari diserap oleh lautan yang kemudian diuapkan ke atmosfer. Penguapan air ke atmosfer oleh lautan menyebabkan terjadinya pelepasan energi panas lautan menjadi tetes awan. Kondisi ini membuat arus laut menjadi pengalihan panas bagi daerah tropis yang menerima sinar matahari terus meneuru ke daerah kutub yang jarang terkena sinar matahari.[6]

Pengaruh kriosfer terhadap iklim berkaitan dengan pengurangan pemanasan di Bumi. Kriosfer sebagian besar terletak di wilayah kutub. Sedangkan sebagian kecilnya terbentuk di puncak pengunungan yang sangat tinggi, seperti puncak pegunungan Jayawijaya di Papua. Kriosfer terdiri dari salju dan es. Sifat salju dan es dalam mengembalikan atau memantulkan radiasi matahari lebih baik dibandingkan lautan dan daratan. Kriosfer dapat berubah dalam periode tahunan, tetapi perbedaan yang besar hanya terjadi dalam rentang waktu ratusan hingga ribuan tahun.[6]

Pembentukan iklim juga dipengaruhi oleh pedosfer meski pengaruhnya baru terasa setelah waktu yang sangat lama. Letak pedosfer berada pada susunan kontinental. Perubahan pedosfer mengakibatkan suhu menjadi lebih dingindi kawasan kontinental. Perubahan pedosfer hanya terjadi di garis lintang yang tinggi pada periode geologis yang hanya terjadi sekali dalam jutaan tahun. Keadaan pedosfer berubah akibat adanya gerakan tektonik di kawasan kontinental.[7]

Jenis-Jenis & Perbedaan

sunting

Bentuk bumi yang bulat membuat setiap daerah mempunyai iklim yang berbeda. Sinar matahari tidak dapat diterima secara sama dan merata oleh setiap permukaan bumi. Selain itu, permukaan bumi memiliki bentuk topografi yang beraneka ragam jenisnya. Masing-masing bentuk topografi menanggapi sinar matahari yang diterimanya secara berbeda. Secara umum, jenis iklim dibedakan dan dikenali melalui tinjauan dari berbagai aspek, antara lain dari aspek waktu, skala, wilayah, dan jenis.[8]

Berdasarkan penerimaan radiasi

sunting

Metode yang paling kuno dan sederhana dalam pembagian jenis iklim yaitu berdasarkan penerimaan radiasi. Pembagian jenis iklim dengan landasan penerimaan radiasi telah dilakukan sejak masa Yunani kuno. Berdasarkan penerimaan radiasinya, iklim dibagi menjadi lima bagian melalui pembatasan empat garis lintang. Pertama, iklim tropika dengan batas 23oLU–23oLS. Kedua, iklim subtropika utara dengan batas 23oLU–66,5oLU. Ketiga, iklim subtropika selatan dengan batas 23oLS–66,5oLS. Keempat, iklim kutub utara dengan batas 66,5oLU–90oLU. Terakhir, iklim kutub selatan dengan batas 66,5oLS–90oLS.[9]

Berdasarkan waktu pembentukannya

sunting

Berdasarkan aspek waktu pembentukannya, iklim dapat dibedakan menjadi iklim prasejarah, iklim sejarah, dan iklim kuartener. Iklim prasejarah merupakan jenis iklim yang kondisinya diketahui berdasarkan cerita-cerita mitos zaman dahulu. Ciri dari iklim prasejarah disampaikan tanpa adanya fakta-fakta sejarah. Iklim sejarah merupakan iklim yang penetapannya berdasarkan pada benda- benda yang memiliki nilai sejarah. Karakteristik iklim sejarah disampaikan melalui cerita-cerita dalam bentuk tulisan. Iklim kuartener ditetapkan menggunakan data lapisan bumi atau pengetahuan tentang geologi. Jenis iklim kuartener ditentukan berdasarkan data-data zaman kuartener.[8]

Berdasarkan skala terjadinya

sunting

Jenis iklim berdasarakan skala kejadiannya dibedakan menjadi iklim mikro, iklim meso, dan iklim ruangan. Iklim mikro merupakan iklim dalam skala kecil. Satuan wilayahnya menggunakan satuan panjang dengan ukuran meter dan satuan waktu dengan ukuran menit. Iklim meso merupakan iklim dalam ukuran panjang dalam satuan kilometer dan ukuran waktu dalam satuan jam atau beberapa jam. Sedangkan iklim ruangan merupakan iklim yang dibuat dalam ruangan tertutup dan diterapkan pada pertanian di dalam rumah kaca. [8]

Berdasarkan wilayah pembentukannnya

sunting

Berdasarkan wilayah pembentukannya, iklim dibedakan menjadi iklim kutub, iklim tengah, iklim subtropis, iklim tropis, dan iklim khatulistiwa. Pembagian batas antar wilayah umumnya tidak ditentukan secara pasti. Iklim kutub merupakan iklim dengan kondisi suhu lingkungan yang sangat rendah. Dalam klarifikasi iklim Koppen, suhu paling tinggi dari iklim kutub di bawah 2 °C atau 52 °F, tetapi lebih tinggi dari 0 °C atau 32 °F. Iklim tengah adalah jenis iklim yang terletak di garis lintang tengah antara kawasan kutub dan kawasan tropik. Batas iklim tengah tidak dapat dipastikan secara jelas. Iklim tropis merupakan jenis iklim di kawasan tropik. Ciri utama dari iklim tropik ialah suhu lingkungan selalu tinggi dan variasi tahunannya sangatkecil,. Selain itu, hujan terjadi hampir sepanjang waktu pada waktu yang tidak menentu. Iklim subtropis dicirikan dengan adanya kemarau di musim panas dan hujan di musim dingin. Sedangkan iklim khatulistiwa dicirikan dengan sedikitnya variasi suhu harian dengan hujan terjadi aling banyak dua kali dalam setahun di sembarang waktu.[10]

Berdasarkan ciri lingkungannya

sunting

Berdasarkan ciri lingkungannya, iklim dibedakan menjadi iklim benua, iklim bahari, iklim monsun, iklim mediteran, iklim tundra, dan iklim gunung.[10]

Iklim benua

sunting

Iklim benua merupakan iklim yang memiliki daratan luas skala benua. Ciri umum dari iklim benua ialah adanya kesinambungan yang besar dari suhu tahunan dan suhu harian, serta kelembapan relatif yang rendah. Curah hujan pada iklim benua dapat berskala sedang, kecil atau tak menentu. Ketika matahari menyinari benua sepanjang tahun, iklim benua mengalami suhu tahunan ekstrem yang meningkatkan pemanasan lingkungan dan menyebabkan terjadinya penggurunan.[11]

Iklim bahari

sunting

Iklim bahari merupakan jenis iklim yang memiliki perbedaan yang kecil antara suhu tahunan dan suhu udara harian. Keberadaan iklim bahari ditemukan di pulau-pulau yang kecil, Selain itu, iklim bahari juga ditemukan di bagian dunia yang menghadap angin, misalnya kepulauan Inggris bagian paling barat.[11]

Iklim monsun

sunting

Iklim monsun merupakan jenis iklim yang terbentuk di kawasan monsun. Ciri utama dari iklim monsun ialah adanya perubahan unsur-unsur iklim secara musiman. Pada saat matahari bersinar terus menerus di kawasan monsun, hujan sering terjadi. Iklim monsun umumnya berada di kawasan tropik.[11]

Iklim mediteran

sunting

Ciri utama dari iklim mediteran adalah lingkungan yang panas dan kering. Pada musim panas, cuaca sangat cerah sedangkan pada musim dingin, hujan sering terjadi. Ciri iklim mediteran sangat berlawanan dengan iklim monsun.[12]

Iklim tundra

sunting

Iklim tundra merupakan iklim yang memiliki suhu yang sangat rendah, tetapi tidak tertutup salju. Jenis iklim ini menjadi tempat pertumbuhan lumut.[13]

Iklim gunung

sunting

Iklim gunung merupakan iklim yang memiliki lingkungan yang semakin dingin dan bertekanan rendah pada wilayah yang semakin tinggi. Jenis iklim ini ditemukan pada lokasi yang tinggi. Pada iklim gunung, cuaca hampir selalu cerah. Curah hujan yang tinggi terjadi pada ketinggian dasar dan mulai berkurang pada bagian puncak ketinggian. Hujan juga sering terjadi di daerah yang terkena terpaan angin secara terbuka.[13]

Klasifikasi

sunting

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan iklim ke dalam beberapa kelas. Awalnya, iklim didefinisikan di Yunani Kuno untuk menggambarkan cuaca tergantung pada garis lintang lokasi. Metode klasifikasi iklim modern dapat secara luas dibagi menjadi metode genetik, yang fokus pada penyebab iklim, dan metode empiris, yang berfokus pada efek iklim. Contoh klasifikasi genetik termasuk metode berdasarkan frekuensi relatif dari jenis massa udara yang berbeda atau lokasi dalam gangguan cuaca sinoptik. Contoh klasifikasi empiris meliputi zona iklim didefinisikan oleh ketahanan tanaman, evapotranspirasi, atau lebih umum klasifikasi iklim Köppen yang awalnya dirancang untuk mengidentifikasi iklim yang terkait dengan bioma tertentu. Kelemahan umum dari skema klasifikasi ini adalah bahwa mereka menghasilkan batas-batas yang berbeda antara zona yang mereka tetapkan, daripada transisi bertahap sifat iklim yang lebih umum di alam.

Sifat-sifat yang sama pada suatu iklim dijadikan landasan dalam penggolongan jenis iklim. Penggolongan iklim bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih umum dan sederhana. Informasi tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis unsur-unsur cuaca secara statistika. Hasil analisis statistik kemudian digunakan untuk menentukan batas-batas dari suatu jenis iklim secara kuantitatif. Pembagian batas-batas dilakukan dalam skala kota atau kabupaten, provinsi, negara, regional, maupun global.[9]

Bergeron dan Sinoptik Spasial

sunting

Klasifikasi paling sederhana adalah yang melibatkan massa udara. Klasifikasi Bergeron adalah bentuk klasifikasi massa udara yang paling banyak diterima. Klasifikasi massa udara melibatkan tiga huruf. Huruf pertama menjelaskan sifat kelembabannya, dengan c digunakan untuk massa udara kontinental (kering) dan m untuk massa udara maritim (lembap). Huruf kedua "T" menggambarkan karakteristik termal dari daerah sumbernya untuk tropis, P untuk kutub, A untuk Arktik atau Antartika, M untuk musim hujan , E untuk khatulistiwa, dan S untuk udara superior (udara kering yang dibentuk oleh gerakan ke bawah yang signifikan di atmosfer). Huruf ketiga digunakan untuk menunjuk stabilitas atmosfer. Jika massa udara lebih dingin dari tanah di bawahnya, maka ia berlabel k. Jika massa udara lebih hangat dari tanah di bawahnya, maka ia berlabel w. Sementara identifikasi massa udara pada awalnya digunakan dalam peramalan cuaca selama tahun 1950-an, para ahli iklim mulai menetapkan klimatologi sinoptik berdasarkan gagasan ini pada tahun 1973.

Berdasarkan skema klasifikasi Bergeron adalah sistem Klasifikasi Sinoptik Spasial (SSC). Ada enam kategori dalam skema SSC: Dry Polar (mirip dengan benua polar), Dry Moderate (mirip dengan maritim superior), Dry Tropical (mirip dengan tropis kontinental), Moist Polar (mirip dengan maritim polar), Moist Moderate (campuran antara maritim kutub dan tropis maritim), dan Lembap Tropis (mirip dengan tropis maritim, monsun maritim, atau ekuatorial maritim).

Sistem

sunting

Sistem iklim Bumi merupakan sebuah sistem interaksi yang rumit. Unsur yang dilibatkan dalam interaksi yaitu atmosfer, permukaan tanah, salju dan es, perairan serta makhluk hidup. Dalam interaksi antarunsur iklim, atmosfer menjadi penentu keberadaan sistem. Bentuk bumi yang bulat juga memberikan pengaruh terhadap perbedaan iklim di berbagai daerah. Sinar Matahari tidak dapat diterima secara merata oleh setiap permukaan Bumi karena bentuk Bumi yang bulat. Selain itu, permukaan Bumi memiliki jenis topografi yang beraneka ragam sehingga tanggapan terhadap radiasi Matahari yang diterimanya juga berbeda. [14] Keseimbangan sistem iklim dapat dicapai apabila neraca energi di Bumi dalam keadaan seimbang. Keseimbangan energi ditentukan oleh sumber energi utama Bumi yang berasal dari radiasi Matahari. Sistem iklim yang seimbang dibentuk melalui keseimbangan antara radiasi Matahari yang masuk ke Bumi dan pancaran radiasi gelombang panjang dari Bumi.[15]

Atmosfer memiliki pola sirkulasi yang dipengaruhi oleh rotasi Bumi. Atmosfer cenderung membentuk sirkulasi dengan pola timur-barat daripada utara-selatan. Sistem angin barat berskala besar ditemukan pada garis lintang pertengahan. Angin barat berperan dalam memindahkan panas ke arah kutub. Pada proses perpindahan panas terjadi pertukaran tekanan tinggi ke tekanan rendah yang kemudian menukar gelombang panas dengan gelombang dingin. Pola sirkulasi ini cenderung berhenti di benua dan pegunungan akibat adanya perbedaan antara daratan dan lautan serta adanya penghalang berupa pegunungan atau padang es. Cakupan sirkulasi ini dapat berubah sewaktu-waktu dan mempengaruhi musim yang berlaku di suatu benua. Sirkulasi angin barat memberikan gambaran hubungan antara musim dingin di Amerika Utara dan musim panas di benua lainnya. Sirkulasi ini dipengaruhi oleh perubahan lebar penghalang, perubahan jenis vegetasi, dan perubahan temperatur atmosfer. Perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi pembentukan sistem iklim.[16]

Pemodelan iklim didasarkan pada fenomena-fenomena cuaca dan mekanisme fisis dan dinamis yang membentuk iklim. Dasar pemodelan iklim ditentukan dari cuaca rata-rata pada suatu kawasan dan kondisi atmosfer dalam jangka waktu yang lama. Pemodelan iklim juga dipandang dari perubahan cuaca harian dan musiman serta ketahanan suatu cuaca terhadap perubahan atmosfer. Penentuan model iklim juga dinilai berdasakan kondisi ekstrim dari suatu cuaca. Nilai ekstrim dari cuaca merupakan nilai penyimpangan dan variasi yang sangat tidak normal dibandingkan kondisi cuaca pada kondisi normal.[17]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 15.
  2. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 17-18.
  3. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 18.
  4. ^ Sucahyono S., dan Ribudiyanto 2013, hlm. 16-17.
  5. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 1.
  6. ^ a b c Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 2.
  7. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 2-3.
  8. ^ a b c Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2010, hlm. 4.
  9. ^ a b Sucahyono S., dan Ribudiyanto 2013, hlm. 17.
  10. ^ a b Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2010, hlm. 5.
  11. ^ a b c Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 10.
  12. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 10-11.
  13. ^ a b Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 11.
  14. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 16.
  15. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 16-17.
  16. ^ Gunawan dan Kadarsah 2013, hlm. 2-3.
  17. ^ Gunawan dan Kadarsah 2013, hlm. 3.

Daftar pustaka

sunting
  1. Aldrian, dkk. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 
  2. Gunawan, D., dan Kadarsah (2013). Gas Rumah Kaca dan Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-602-1282-02-1.  [pranala nonaktif permanen]
  3. Sucahyono S., D., dan Ribudiyanto, K. (2013). Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. ISBN 978-602-1282-00-7. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-05-22. Diakses tanggal 2020-12-28. 
  4. Tjasyono HK., dan Harijono, S. W. B. (2012). Meteorologi Indonesia II: Awan dan Hujan Monsun (PDF) (edisi ke-4). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-99507-6-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 2020-12-28. 
  5. Wirjohamidjojo, S., dan Swarinoto, Y. (2010). Iklim Kawasan Indonesia: Dari Aspek Dinamik-Sinoptik (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-1241-26-7.  [pranala nonaktif permanen]
  6. Wirjohamidjojo, S., dan Swarinoto, Y. (2007). Praktek Meteorologi Pertanian (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-1241-05-2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-05-22. Diakses tanggal 2020-12-28.