Atheis adalah film drama tragedi romantis tahun 1974 dari Indonesia yang disutradarai oleh Sjumandjaja dan dibintangi oleh Deddy Sutomo dan Christine Hakim. Film ini dibuat berdasarkan novel sastra terkenal tahun 1949 berjudul "Atheis" karya Achdiat K. Mihardja, sastrawan angkatan 45 Indonesia asal Jawa Barat.

Atheis
SutradaraSjumandjaja
ProduserSjumandjaja
Handojo
Ditulis olehNovel:
Achdiat Karta Mihardja
PemeranDeddy Sutomo
Christine Hakim
Emmy Salim
Kusno Sudjarwadi
Farouk Afero
Aedy Moward
Ernie Djohan
Maruli Sitompul
Kris Biantoro
Rita Zahara
Tanggal rilis
1974
Durasi127 menit
NegaraIndonesia Indonesia
AnggaranRp. 80 juta

Diproduksi dengan anggaran sebesar Rp. 80 juta dan juga dibintangi oleh Emmy Salim, Kusno Sudjarwadi, dan Farouk Afero, film ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah tantangan kepada komunitas agamais di Indonesia kala dirilis. Film ini menjadi kontroversial pada saat rilis, sempat ditolak oleh Badan Sensor Film Indonesia. Walaupun dinilai gagal mendapatkan banyak penonton pada rilis, film ini kemudian menjadi salah satu film Sjumandjaja yang paling dikenal.

Sinopsis

Film diawali dengan cerita meledaknya bom atom di Hiroshima dengan derita yang menyertainya. Hasan (Deddy Sutomo) adalah seorang santri keturunan, masa kanak-kanaknya sangat tradisional, pendidikannya setengah-setengah, dan bekerja sebagai pegawai Perusahaan Air Minum (PAM) di Bandung pada tahun 1940-an. Waktu masa kanak-kanak, Hasan jatuh cinta pada Rukmini (Christine Hakim), tapi waktu dewasa terpesona dan akhirnya menikah dengan Kartini (Emmy Salim), perempuan bebas dan berpaham modern. Kartini bergaul erat dengan Rusli (Kusno Sudjarwadi), partisan politik yang bergerak di bawah tanah dan juga sahabat masa kecil Hasan. Tokoh-tokoh ini, ditambah lagi dengan Anwar (Farouk Afero) yang seorang nihilis, menjelaskan tema dan alur cerita yang diwarnai konflik tentang pertentangan pikiran kolot-modern dan perdebatan tentang Tuhan. Hasan, seorang yang peragu dan terombang-ambing, suatu saat mengetahui kenyataan paling pahit dalam hidupnya: istrinya, Kartini, menginap satu losmen dengan si nihilis Anwar. Dia harus mengambil keputusan: hadir atau tersingkir. Ia pun berangkat membunuh Anwar. Cerita mencapai akhir yang diwarnai kematian. Rusli meninggal ditembak Kempetai dan Hasan pun tertembak tentara Jepang setelah dendamnya terbalas, dan bersamanya berakhir pula pengejaran cakrawala yang dilukiskan saat Hasan kecil.[1]

Pemeran

Produksi

Atheis disutradarai oleh Sjumandjaja, yang juga memproduseri film ini dengan Handojo. Sjumandjaja telah belajar tentang perfilman di Uni Soviet, yang mungkin telah mempengaruhi cara pengambilan filmnya; adegan dari film 1925 Sergei Eisenstein berjudul Bronenosets Potyomkin (bahasa Indonesia: Kapal Perang Potyomkin), dari sebuah kereta bayi yang menggelinding dari tangga batu, digunakan kembali dalam Atheis.[2] Adegan pertama dari film ini menunjukkan Kartini menangisi tubuh Hasan di sebuah rumah sakit; alur kemudian menunjukkan bagaimana kejadian ini terjadi.[3] Cara penuturan cerita yang sama juga digunakan dalam versi asli novelnya. Film ini menggunakan hitam-putih untuk menunjukkan adegan dari masa kecil Hasan, sementara adegan yang lebih modern dalam gambar berwarna; arsip rekaman sejarah digunakan untuk menunjukkan kedatangan Tentara Kekaisaran Jepang di Indonesia.[3]

Film ini diadaptasi dari novel Atheis tahun 1949 karya Achdiat Karta Mihardja, yang juga telah terbukti kontroversial pada kala dirilis tapi secara luas dianggap sebagai karya terbaik Mihardja.[4] Dalam sebuah wawancara dengan Suara Karya, sutradara Sjumandjaja menyatakan bahwa ia bermaksud menjadikan film ini sebagai tantangan untuk komunitas agamais di Indonesia, sebuah karya yang ia harap akan diterima oleh mereka.[5]

Para aktor dalam film ini yaitu Deddy Sutomo, Kusno Sudjarwadi, Emmy Salim, Farouk Afero, Christine Hakim, Aedy Moward, Ernie Djohan, Maruli Sitompul, Kris Biantoro, dan Rita Zahara. Novelis dan sarjana Islam Hamka membantu sebagai pengawas selama proses syuting.[6] Biaya produksi film ini Rp. 80 juta atau sekitar $AS 193.771 kala itu (Siregar 1999, hlm. 164).[5]

Penayangan dan penerimaan

Atheis dirilis pada tahun 1974 dan diterpa banyak kontroversi. Kontroversi ini bahkan telah dimulai saat produksi. Pada Mei 1974 Badan Sensor Film Indonesia menulis bahwa film ini memiliki konten yang tidak cocok untuk penonton Indonesia. Sjumandjaja membalas hal ini dengan menyatakan bahwa buku sumber cerita film ini telah lama menjadi bagian dari kurikulum untuk siswa SMP dan SMA.[7] Film ini akhirnya diijinkan, meskipun beberapa adegan kemudian dipotong.[5]

Meskipun film ini dipuji kritikus pada kala itu, Atheis tampil buruk di penjualan tiket.[6] Pada Festival Film Indonesia 1975 film ini memenangkan Penghargaan Adaptasi Terbaik dari Novel.[8] Kritikus film Salim Said berpendapat bahwa Sjumandjaja mungkin paling bangga pada Atheis di antara karya-karyanya yang lain.[9]

Menulis setelah kematian Sjumandjaja, Said menemukan bahwa film Atheis adalah film yang sangat serius, dan mencatat bahwa banyak novel Indonesia dengan struktur plot yang sederhana bisa digunakan sebagai gantinya.[10] Olin Monteiro, menulis artikel tinjauan untuk The Jakarta Globe pada tahun 2012, menulis bahwa film Atheis adalah salah satu dari karya Sjumandjaja yang paling dikenal dan mencatat bahwa sutradara tersebut telah "berkonsentrasi pada pikiran terdalam karakter-karakter novel tersebut untuk menemukan makna sebenarnya dari keberadaan Tuhan dan perdebatan yang menyertainya", meninggalkan penonton untuk memutuskan sendiri apakah Tuhan itu ada atau tidak ada.[3]

Rujukan

Referensi

Pranala luar