Muntaha Al-Hafizh
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni 79Pandu (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 7 April 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 1 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP79Pandu (Kontrib • Log) 3891 hari 382 menit lalu. |
Kiai Haji Muntaha Al-Hafizh (lahir 9 Juli 1912, di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah - meninggal 29 Desember 2004 di Semarang pada umur 94 tahun) adalah ulama Indonesia yang terkenal dengan julukan Pecinta Al-Qur'an Sepanjang Hayat.[1] Hampir seluruh hidupnya ia habiskan untuk mendalami dan menyebarkan ajaran al-Qur'an.[1] Gagasannya yang paling monumental adalah membuat mushaf al-Qur'an akbar (al-Qur'an raksasa) setinggi dua meter, dengan lebar tiga meter dan berat lebih dari satu kuintal.[2] Al-Qur'an raksasa tersebut pada saat itu sempat diusulkan untuk masuk Guinnes Book of Record.[2] Ia adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Asy'ariyah Kalibeber Wonosobo.[3] Banyak dari petinggi negara yang menyempatkan sowan (berkunjung) kepada Kiai Muntaha, di antaranya adalah K.H. Abdurrahman Wahid, Wiranto, dan Akbar Tanjung.[3]
Asal-usul dan pendidikan
Kiai Muntaha adalah putra ketiga dari pasangan K.H. Asy'ari dan Ny. Safinah.[1] Ia memiliki dua kakak, yaitu Mustaqim dan Murtadho.[1] Lahir dari keluarga pesantren, Kiai Muntaha memperoleh pendidikan membaca al-Qur'an dan ilmu-ilmu keislaman langsung dari kedua orang tuanya.[1] Selanjutnya, ia melanjutkan perjalanan untuk mencari ilmu dari pesantren satu ke pesantren yang lain.[1] Dalam perjalanannya tersebut, Kiai Muntaha selalu menempuhnya dengan cara berjalan kaki.[1] Di setiap melakukan perjalan menuju pesantren selanjutnya, Kiai Muntaha menggunakan waktu istirahatnya untuk mengkhatamkan (menyelesaikan bacaan) al-Qur'an.[1] Di antara pesantren yang pernah ia singgahi yakni Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Termas.[1] Setelah melakukan perjalanan dari berbagai pesantren, pada tahun 1950 Kiai Muntaha pulang ke Kalibeber untuk melanjutkan kepemimpinan ayahnya (K.H. Asy'ari) untuk mengembangkan Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah di desa kelahirannya.[1]
Pemikiran
Bidang pendidikan
Kiai Muntaha berhasil mengembangkan ide di dunia pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Asy'ariyah.[4] Yayasan tersebut menaungi beberapa jenjang pendidikan, yakni: Taman Kanak-kanak (TK) Hj. Maryam, Madrasah Diniyah Wustho (Pendidikan Islam tingkat menengah), 'Ulya (Tingkat atas) dan Madrasah Salafiyah (Pendidikan Islam yang mengkaji kitab klasik) Al-Asy`ariyyah, SMP dan SMU Takhassus (khusus) Al-Qur'an, SMK Takhassus Al-Qur`an, serta Universitas Sains Al-Qur`an (UNSIQ).[4] Khusus Perguruan Tinggi UNSIQ berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ilmu-Ilmu Al-Qur'an (YPIIQ).[4] Sebelumnya, YPIIQ telah membangun Institut Islam Al-Qur'an (IIQ) pada tahun 1988 yang dipimpin langsung oleh Kiai Muntaha sebagai rektor, sebelum akhirnya berubah menjadi Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan TinggiDepartemen Pendidikan Nasional RI Nomor: 87/D/0/2001 pada bulan Juni 2001.[5]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j www.sarkub.com: KH. Muntaha Al-Hafizh, Pecinta Al-Qur’an Sepanjang Hayat. Diakses 2 April 2014
- ^ a b www.fimadani.com: KH Muntaha, Pecinta Al-Quran Sepanjang Hayat. Diakses 2 April 2014
- ^ a b Samsul Munir Amin (2008). Karomah Para Kiai. Pustaka Pesantren. ISBN 979-8452-49-6. Halaman 22-28.
- ^ a b c www.nu.or.id: Belajar dari KH Muntaha Al-Hafizh. Diakses 3 April 2014
- ^ www.unsiq.oom: Sejarah Berdirinya UNSIQ. Diakses 3 April 2014