Bandeng

spesies ikan air payau
Ikan Bandeng
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Chanidae
Genus:
Chanos

Spesies:
C. chanos
Nama binomial
Chanos chanos
(Forsskål, 1775)

Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah)[1]. Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan dalam bahasa Inggris milkfish)

Mereka hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan cenderung berkawanan di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan terumbu koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut selama 2–3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau berair payau, dan kadangkala danau-danau berair asin. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak.

Ikan muda disebut nener (IPA : nənər ) dikumpulkan orang dari sungai-sungai dan dibesarkan di tambak-tambak. Di sana mereka bisa diberi makanan apa saja dan tumbuh dengan cepat. Setelah cukup besar (biasanya sekitar 25-30 cm) bandeng dijual segar atau beku. Bandeng diolah dengan cara digoreng, dibakar, dikukus, dipindang, atau diasap.

Bandeng sebagai makanan

 
Bandeng bakar, salah satu cara pengolahan bandeng.

Ikan bandeng disukai sebagai makanan karena rasanya gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Kelemahan bandeng ada dua: dagingnya 'berduri' dan kadang-kadang berbau 'lumpur'/'tanah'.

Duri bandeng

Duri bandeng sebenarnya adalah tulang dari bandeng. Duri ini mengganggu kenikmatan dalam memakan dagingnya. Gangguan ini dapat diatasi dengan penggunaan panci bertekanan tinggi (presto atau autoklaf) dalam waktu tertentu, sehingga duri ini menjadi lunak dan dapat dihancurkan jika dikunyah.

Bau lumpur

Bau lumpur pada bandeng banyak dialami pada bandeng yang diambil dari tambak. Bandeng yang dipelihara di karamba hampir tidak berbau. Penyebab gejala bau lumpur adalah beberapa plankton Cyanobacteria, terutama dari genus Oscillatoria, Symloca, dan Lyngbia, yang menghasilkan geosmin[2]. Apabila ikan tinggal di tempat yang kaya geosmin atau memakan plankton ini, dagingnya akan memiliki cita rasa tanah.

Bau lumpur dapat diatasi paling tidak dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan memelihara ikan selama 7—14 hari dalam air mengalir bebas biosmin sebelum dijual[2]. Cara kedua adalah dengan perlakuan pemberian asam tertentu[2].

Budidaya Ikan Bandeng

Salah satu komoditi perikanan lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi selain udang untuk dibudidayakan di tambak adalah ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) baik untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun diekspor ke manca negara dalam bentuk segar atau olahan. Kegiatan Budidaya ikan Bandeng di tambak telah dikembangkan cukup lama, hal ini didukung oleh potensi sumberdaya alam yang sangat baik terutama tersedianya benih ikan Bandeng (Nener) baik secara alami maupun dari hasil pembenihan di Panti – Panti Pembenihan (Hatchery), namun produksi dan produktivitasnya relatif masih rendah. Rendahnya produksi dan produktivitas ini antara lain disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan petani tambak tentang tehnis budidaya ikan Bandeng sehingga perlu ditingkatkan antara lain melalui Buku Petunjuk Tehnis Budidaya Ikan Bandeng.

Ikan bandeng adalah ikan yang tinggi akan protein. Bandeng adalah ikan yang mengonsumsi tumbuhan dengan berat rata-rata 0,6 kg pada usia 5-6 bulan. Ada beberapa tahap dalam budidaya ikan bandeng.

PENGENALAN IKAN BANDENG

Referensi

  1. ^ Grandea, T. (1995). "A cladistic analysis of fossil and living gonorynchiform ostariophysan fishes". Geobios. 28 (Supplement 2): 197–199. doi:10.1016/S0016-6995(95)80113-8. Diakses tanggal 2010-07-24. 
  2. ^ a b c Erungan, A.C. (1997). "Geosmin sebagai penyebab cita rasa lumpur pada ikan serta kemungkinan penanggulangannya" (PDF). Bul. Teknol. Hasil Pertanian. 4 (2): THP–11—12. Diakses tanggal 2010-07-24. 

Pranala luar