Lokomotif Bima Kunting

kelas lokomotif diesel mekanik dan diesel elektrik di Indonesia

Bima Kunthing[a] atau Bima Kunting (Hanacaraka: ꧋ꦧꦶꦩꦏꦸꦟ꧀ꦛꦶꦁ꧉ Bima Kunthing) merupakan nama yang diberikan kepada tiga buah lokomotif milik Perusahaan Jawatan Kereta Api, B100, B200, dan B201. yang merupakan produk buatan Indonesia di Balai Yasa Yogyakarta (dulu Balai Karya). Lokomotif ini dibuat pada rentang dekade 1960-an. Nama lokomotif ini diberikan oleh Hamengkubuwana IX saat menjabat sebagai Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Lokomotif Bima Kunting
Jenis dan asal
Sumber tenagaDiesel hidraulik
ProdusenBalai Yasa Yogyakarta
Tanggal produksi1960
Jumlah diproduksiTiga buah
Data teknis
Konfigurasi:
 • Whyte0-4-0
 • AARB
 • UIC1A (Bima Kunthing I),
B (Bima Kunthing II-III)
Lebar sepur600 (Bima Kunthing I),
1067 (Bima Kunthing II-III)
Panjang3.800 mm (Bima Kunthing I),
6.500 mm (Bima Kunthing II-III)
Jenis mesinWillys Jeep (Bima Kunthing I),
Daimler-Benz M204B (Bima Kunthing II-III)
Performansi
Daya mesin120 hp
Karier
LokalPulau Jawa
Mulai dinas1960

Kata bima kunthing sendiri berarti Bima kecil. Bima merujuk pada tokoh Mahabharata yang kekar, kukuh, kuat, dan pemberani. Biarpun lokomotif ini kecil, namun dapat melakukan pergerakan langsir di balai yasa tersebut, serta menjadi kebanggan Indonesia.

Sejarah

Lokomotif ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960 oleh Kepala Balai Karya Yogyakarta pada saat itu, Ir. Djoko Baroto. Pada saat ia menjabat di PNKA, lok yang diregistrasi B100 ini langsung dioperasikan dan diresmikan juga oleh Sultan Hamengkubuwana IX.[1] Lokomotif ini bergandar 1A dengan mesin Willys Jeep,[2] serta memiliki panjang 3.800 mm. Lokomotif ini hanya beroperasi di jalur dengan lebar sepur 600 mm.[3]

Selanjutnya ada pula Bima Kunthing II dan III dengan nomor registrasi B200 dan B201 yang mulai operasi tahun 1965. Produksi lokomotif dipimpin oleh Kepala Balai Yasa Ir. Mardjono dan menggunakan bekas rangka dasar lokomotif C15.[4] B200 dan B201 dirancang untuk lebar sepur 1.067 mm. Kedua-duanya memiliki gandar B, panjang 6.500 mm, mesin Daimler-Benz M204B, dan generator Hobart, serta berdaya 120 hp.[3] Lokomotif ini hanya sebagai pelangsir saja di Balai Yasa.

Pengafkiran

Bima Kunthing I berhenti beroperasi pada rentang 1972-1973 akibat penutupan jalur rel dengan lebar sepur 600 mm. Kini menjadi lokomotif andalan kereta mini di taman lalu lintas Kota Bandung.[3]

Lok Bima Kunthing II dan III akhirnya berhenti beroperasi mulai tahun 1985. Sebelumnya, Bima Kunthing III dipamerkan dalam ajang Pameran Produksi Indonesia Jakarta 1985 sebagai salah satu produk kebanggan Indonesia. Selanjutnya, akibat kesulitan suku cadang, Bima Kunthing akhirnya diafkirkan dan disimpan begitu saja di Balai Yasa Yogyakarta, hingga tahun 2015. Perannya digantikan oleh D301.[3]

Sejak saat itu, Bima Kunthing menjadi terlupakan. Banyak penggemar kereta api bertandang ke Balai Yasa melihat sisa-sisa kegagahan lokomotif ini yang saat itu telah menjadi onggokan di Balai Yasa. Tutup depan kipas radiatornya pun hilang entah ke mana, roda-rodanya pun satu persatu copot dari rangka bajanya.

Pelestarian

Pada 2014, ada ide untuk menghidupkan kembali lokomotif Bima Kunthing III yang tersisa di Balai Yasa untuk dijadikan sebagai wahana edukasi masyarakat akan perkeretaapian. Ide tersebut muncul karena sebagai lok kebanggan Indonesia, tentu tidak boleh membiarkan lok ini punah begitu saja setelah dirucat. Pada akhirnya diputuskan untuk memajang lokomotif tersebut.

Diawali dari rehab total selama 41 hari,[5] Bima Kunthing III sudah berhasil direhab dengan sempurna. Diawali dengan mencari komponennya yang tercecer, merakitnya kembali, hingga pengecatan dengan livery kuning-hijau ala PJKA, dari sebelumnya dicat biru.

Pada tanggal 29 Januari 2015, Bima Kunthing III kemudian diangkut ke tempat barunya, Museum Benteng Vredeburg dengan truk trailer. Prosesi dilakukan sejak sore hari. Pukul 22.30 barulah dilakukan pemberangkatan dengan dibuka selamatan. Pemberangkatan tersebut dikawal oleh Patroli Satlantas Polresta Yogyakarta dan belasan penggemar kereta api.[6] Truk tersebut melewati rute Jalan Munggur-Jalan Oerip Soemohardjo-Jalan Jenderal Soedirman-Jalan Margo Utomo-Jalan Malioboro-Jalan Margo Mulyo, dan berakhir di Museum Benteng Vredeburg. Kini, lokomotif tersebut sudah siap dipajang untuk menarik wisatawan yang melewati Jalan Malioboro.

Catatan kaki

  1. ^ Penyebutan dalam bahasa Jawa

Referensi