Melani Budianta
Melani Budianta (lahir di Malang, Jawa Timur, 16 Mei 1954) adalah seorang akademisi, intelektual publik, dan aktivis. Ia merupakan guru besar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dengan kepakaran di bidang kajian gender dan poskolonialisme, sastra bandingan, dan kajian budaya.
Melani Budianta | |
---|---|
Lahir | 15 Juni 1954 |
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | Akademisi |
Dikenal atas | Gerakan Perempuan, Kritikus Sastra dan Kajian Budaya |
Pendidikan
Melani Budianta mendapat gelar Sarjana dari Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (d/h Fakultas Sastra) Universitas Indonesia pada tahun 1979. Ia kemudian meraih gelas Master dalam bidang Kajian Amerika dari University of Southern California (1981) dan Ph.D. dalam bidang Sastra Inggris dari Cornell University (1992).
Gerakan Perempuan
Di Indonesia, Melani Budianta dikenal sebagai intelektual publik yang aktif dalam gerakan perempuan. Ia turut mendirikan Suara Ibu Peduli,[1] kelompok perempuan yang sangat berperan dalam Reformasi 1998 lewat “Politik Susu” yang menggugat dampak kebijakan ekonomi pemerintah terhadap anak-anak dan perempuan. Suara Ibu Peduli turut menyokong aksi mahasiswa 1998 dengan menyalurkan nasi bungkus, uang, obat-obatan, dan tenaga mereka. Dengan menggunakan istilah “Ibu” sebagai payung besar, Suara Ibu Peduli melakukan redefinisi atas konstruksi “Ibu” Orde Baru yang apolitis dan terbatas di wilayah domestik.
Segera setelah kerusuhan Mei 1998, Melani Budianta memprotes Menteri Urusan Peranan Wanita lewat sebuah surat terbuka berjudul yang terbit di Media Indonesia. Melani menggugat sikap diam Menteri UPW ketika masalah perkosaan terhadap perempuan merebak di media massa dan di kalangan tokoh-tokoh masyarakat.[2]
Melani menggarisbawahi pentingnya gerakan perempuan yang bermunculan di akhir 1990-an sekaligus bersikap kritis atasnya. Ini tercermin lewat tulisannya, "The Blessed Tragedy: The Making of Women's Activism during the Reformasi Years (1998-1999)," sebuah tulisan dalam buku Challenging Authoritarianism in Southeast Asia: Comparing Malaysia and Indonesia (2003). Minatnya pada isu perempuan mendorongnya untuk turut mendirikan Women's Research Institute, sebuah institusi penelitian berperspektif feminis, pada tahun 2002.
Dunia Akademis dan Jaringan Internasional
Sebagai akademisi, ruang gerak Melani tidak hanya terbatas di Indonesia, sebagaimana yang terlihat lewat publikasi sekaligus keterlibatan aktifnya di jaringan akademi internasional. Melani telah menerbitkan tulisan tentang gender, sastra, dan identitas budaya di sejumlah jurnal seperti Signs, Review of Indonesian and Malaysian Affairs, Nivedini: Journal of Gender Studies, Asian Exchange, maupun antologi seperti Self and Subject in Motion-Southeast Asian and Pacific Cosmopolitans (ed. Katherine Robinson), Challenging Authoritarianism in Southeast Asia: Comparing Malaysia and Indonesia (eds. Ariel Heryanto & Sumit Mandal), Clearing a Space: Postcoloniality and Indonesian Literature (eds. Keith Foulcher & Tony Day).
Melani terus aktif dalam mencari titik temu dan kolaborasi antar-peneliti di jaringan akademi internasional. Ia merupakan editor Inter-Asia Cultural Studies, fellow di Asian Regional Exchange for New Alternative (ARENA), dan anggota komite seleksi SEASREP (Southeast Asian Studies Regional Exchange Program) dan API (Asian Public Intellectual). Ia juga pernah menjadi anggota Badan Penasihat ASF (Asian Scholarship Foundation).
Demokrasi dan Pluralisme
Tulisan Melani kerap menelaah persoalan hubungan antara demokrasi, pluralisme dan politik identitas dari sudut pandang budaya, sebagaimana yang dituangkannya dalam artikel "Plural Identities: Indonesian Women's Redefinition of Democracy in the Post-Reformasi Era" (Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 2006). Perhatian Melani terhadap perubahan budaya, sosial, dan politik di Indonesia tidak hanya terfokus pada isu perempuan, tetapi juga posisi orang Tionghoa di Indonesia. Tulisannya tentang budaya Tionghoa di Indonesia antara lain adalah “The Dragon Dance: Shifting Meaning of Chineseness in Indonesia.”[3]
Dalam sebuah wawancara di The Jakarta Post, Melani mengatakan bahwa iklim demokrasi saat ini di Indonesia telah melahirkan perayaan keberagaman di satu sisi, namun di sisi lain muncul pula “ekses” politik identitas dalam bentuk kedaerahan dan eksklusivitas. Ia mengkritik perspektif sempit dalam memandang nasionalisme; menurutnya: “Nasionalisme adalah persoalan keseharian kita, bagaimana kita mempertahankan kebersamaan bukan sebagai sesuatu yang romantis, tetapi sebagai sesuatu yang diupayakan setiap hari.”[4]
Sastra
Latar belakang pendidikan Melani adalah Sastra Inggris; ia menulis skripsi sarjana tentang Harold Pinter di Universitas Indonesia (1979 di bawah bimbingan Tuti Indra Malaon)[5] dan disertasi doktoral tentang Stephen Crane di Cornell University (1992).[6] Namun kemudian Melani banyak memberi sumbangan dalam dunia sastra Indonesia sebagai kritikus dan pengajar yang kerap diundang dalam berbagai peristiwa sastra.[7] Ia juga turut memberikan kontribusi dalam sejumlah upaya pendokumentasian karya-karya sastra Indonesia; beberapa di antaranya adalah Sandiwara Derma: Antologi Drama (editor, bersama Sapardi Djoko Damono[8] dan Antologi Drama Indonesia, Jilid 1 (1895-1930) (Editorial Board).[9] Pada tahun 2010, bersama Riris K. Sarumpaet, Melani menyunting kumpulan tulisan tentang penyair Sapardi Djoko Damono dalam tulisan Membaca Sapardi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010).
Beberapa buku yang ditulis maupun diterjemahkan oleh Melani, seperti Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi[10] dan Teori Kesusastraan[11] terus dipakai dalam pengajaran sastra di tataran universitas.
Melani memberi perhatian besar dalam hal penerjemahan sastra. Ia menulis sebuah pengantar sekaligus ulasan mendalam untuk novel Arundhati Roy, The God of Small Things edisi Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002). Artikelnya, “Tiga Wajah Julius Caesar: Gender dan Politik dalam Terjemahan,” menelaah terjemahan Julius Caesar karya William Shakespeare oleh Muhamad Yamin (1951), Asrul Sani (1976), dan Ikranegara (1985) dalam khasanah teater Indonesia.[12]
Kajian Budaya
Melani Budianta dikenal sebagai salah seorang pelopor perkembangan Kajian Budaya (Cultural Studies) [13] di Indonesia. Ia telah mengajar mata kuliah Kajian Budaya sejak pertengahan 1990-an sebelum akhirnya Universitas Indonesia membuka program Magister Kajian Budaya di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Melani mendorong penggunaan perspektif Kajian Budaya di bidang-bidang yang sebelumnya lebih banyak disoroti dari sudut pandang lain, seperti misalnya kasus buruh migran. Ia pernah, bersama-sama dengan tim peneliti Universitas Indonesia, melakukan penelitian tentang identitas budaya pekerja migrasi domestik asal Indonesia. Tanpa menihilkan kasus kekerasan nyata yang menimpa TKI di Indonesia, penelitian ini mencoba melihat akumulasi modal budaya yang diperoleh buruh migran selama di luar negeri. Pada tahun 2013 penelitian ini diolah oleh B Verry Handayani dan Teater Garasi dalam bentuk pertunjukan teater dokumenter berjudul Sangkar Madu.[14]
Karya Ilmiah
Beberapa tulisan akademis Melani Budianta dalam jurnal dan antologi (berbahasa Inggris):
- "Malang Mignon: Cultural Expresssions of the Chinese, 1940-1960." dalam Jennifer Lindsay & Maya H.T. Liem, Heirs to World Culture : Being Indonesian 1950-1965 (Leiden: KITLV Press, 2012): 255-281.
- "Negotiating Boundaries and Alterity: The Making of a Humanities scholar in indonesia, a Personal Reflection." dalam Beng-Lan Goh (ed.), Decentring & Diversifying Southeast Asian Studies: Perspectives from the Region (Institute of Southeast Asian Studies, 2011): 187.
- “Beyond the Stained Glass Window: Indonesian Perceptions of the United States War on Terror” dalam David Farber (ed), The International Perceptions on The U.S. War on Terror (Princeton University Press, 2007): 27-48.
- "The Dragon Dance: Shifting Meanings of Chineseness in Indonesia." dalam Katherine Robinson, ed, Asian and Pacific Cosmopolitans : Self and Subject in Motion (Palgrave Macmillan, 2007): 169-189.
- "Diverse Voices: Indonesian Literature and Nation Building," dalam Hock G. Lee dan Leo Suryadinata (eds.), Language, Nation and Development in Southeast Asia (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2007): 51-73.
- “Decentralizing Engagements: Women and the Democratization Processes in Indonesia,” Signs, Summer 2006, vol 31.
- "The blessed tragedy: The making of women's activism during the Reformasi years." Challenging Authoritarianism in Southeast Asia: Comparing Indonesia and Malaysia. Routledge Curzon (2003): 145-77.
- "Plural Identities: Indonesian Women's Redefinition of Democracy in the Post-Reformasi Era." Review of Indonesian and Malaysian Affairs. 36.1 (2002): 35-50.
- "Indonesian women's responses to violence: towards an alternative concepts of human security." Inter-Asia Cultural Studies 1.2 (2000): 361-363.
- "Discourse of cultural identity in Indonesia during the 1997-1998 monetary crisis." Inter-Asia cultural studies 1.1 (2000): 109-128.
Buku dan artikel ilmiah dalam Bahasa Indonesia:
- “Tiga Wajah Julius Caesar: Gender dan Politik dalam Terjemahan” dalam Henri Chambert-Loir (ed.), Sadur, Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia (KPG, EFEO, Forum Jakarta-Paris, Pusat Bahasa, Univ. Pajajaran, 2009), hal. 1011-1024.
- Melani Budianta, et.al, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi (Magelang: IndonesiaTera, 2002).
- "Sastra dan Ideologi Gender." Horison XXXII/4, 1998.
Tulisan di Media Massa Indonesia
- “Transformasi Gerakan Perempuan di Indonesia,” Kompas, 20 Desember, 2000.
- “Saya Kapok jadi Wanita: Surat Terbuka untuk Menteri UPW,” Media Indonesia, 1 Juli 1998.
Referensi
- ^ Nur Iman Subono, Catatan Perjalanan Suara Ibu Peduli (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 1999)
- ^ Melani Budianta, “Saya Kapok jadi Wanita: Surat Terbuka untuk Menteri UPW” (Media Indonesia, 1 Juli 1998).
- ^ Melani Budianta, “The Dragon Dance: Shifting Meaning of Chineseness in Indonesia,” dalam Katherine Robinson (ed), Asian and Pacific Cosmopolitans; Self and Subject in Motion (Hampshire, UI: Palgrave, 2007), hal.169-189.
- ^ "Melani Budianta: Indonesia Comes into Existence in Everyday Life," The Jakarta Post, August 24, 2008
- ^ Melani Budianta, Pinteresque: Gaya Harold Pinter di dalam Lakon-lakonnya: The Birthday Party, The Caretaker dan Silence (Universitas Indonesia, 1979).
- ^ Bagian dari disertasinya diterbitkan dalam "A Stained Glass Window: Stephen Crane's Cultural Translations" (American Studies International Vol. 37, No. 1 February 1999), hal. 71-88)
- ^ Tokoh: Taman Ismail Marzuki
- ^ Sapardi Djoko Damono dan Melani Budianta (eds), Sandiwara Derma (Antologi Drama) (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2009)
- ^ John McGlynn, ed, Antologi Drama Indonesia, Jilid 1 (1895-1930) (Jakarta: Lontar Foundation, 2006).
- ^ Melani Budianta, et.al., Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi (Magelang: IndonesiaTera, 2002).
- ^ René Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan: diindonesiakan oleh Melani Budianta (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1995)
- ^ “Tiga Wajah Julius Caesar: Gender dan Politik dalam Terjemahan” dalam Henri Chambert-Loir (ed.), Sadur, Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia (KPG, EFEO, Forum Jakarta-Paris, Pusat Bahasa, Univ. Pajajaran, 2009), hal. 1011-1024.
- ^ Tentang "Cultural Studies" dan kontroversinya di Indonesia, lihat Ahmad Sahal, ""Cultural Studies"" dan Tersingkirnya Estetika, Kompas, 2 Juni, 2000, hal. 29.
- ^ Aryo Wisanggeni, "Kesaksian dari Toko Kelontong," Kompas, Minggu, 9 Juni, 2013.
Pranala luar
- (Indonesia) Profil Guru Besar Universitas Indonesia.
- (Indonesia) Tokoh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- (Indonesia) Tokoh Sastra Dokumentasi Sastra Indonesia dan Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
- (Indonesia) Tokoh www.tamanismailmarzuki.com
- (Indonesia) "Melani Budianta: Indonesia Comes into Existence in Everyday Life," The Jakarta Post, August 24, 2008
- "Against the Grain: Two Chinese-Indonesian Women are Role Models for the Younger Generation," Inside Indonesia 95: Jan-Mar 2009