Kabupaten Pemalang

kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia


Kabupaten Pemalang (bahasa Jawa: Hanacaraka ꦦꦼꦩꦭꦁ), adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Kota Pemalang. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Pekalongan di timur, Kabupaten Purbalingga di selatan, serta Kabupaten Tegal di barat.

Kabupaten Pemalang
ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ
Daerah tingkat II
Motto: 
Pemalang IKHLAS
(Indah, Komunikatif, Hijau, Lancar, Aman, Sehat)
Peta
Peta
Kabupaten Pemalang ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ di Jawa
Kabupaten Pemalang ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ
Kabupaten Pemalang
ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ
Peta
Kabupaten Pemalang ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ di Indonesia
Kabupaten Pemalang ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ
Kabupaten Pemalang
ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ
Kabupaten Pemalang
ꦑꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦦꦼꦩꦭꦁ (Indonesia)
Koordinat: 7°02′00″S 109°24′00″E / 7.0333°S 109.4°E / -7.0333; 109.4
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
Tanggal berdiri-
Dasar hukumUU No. 13/1950
Ibu kotaKota Pemalang
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 14
  • Kelurahan: 222
Pemerintahan
 • BupatiH. Junaedi, S.H.,M.M.
Luas
 • Total996,09 km2 (38,459 sq mi)
Populasi
 ((2003))
 • Total1.320.000
 • Kepadatan1,325/km2 (3,430/sq mi)
Demografi
 • BahasaJawa, Indonesia
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3327 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0284
Kode Kemendagri33.27 Edit nilai pada Wikidata
DAURp. 931.426.998.000.-
Flora resmiSrigading
Fauna resmiBurung Kacer
Situs webwww.pemalangkab.go.id

Sejarah

Masa prasejarah

Keberadaan manusia pada masa prasejarah di Pemalang dapat dibuktikan dengan berbagai temuan arkeologis. Di Kabupaten Pemalang bagian barat ditemukan situs-situs megalitik,[1] sedangkan sebuah nekara perunggu ditemukan di Desa Kabunan.[2] Bukti arkeologis adanya unsur kebudayaan Hindu-Buddha di Pemalang antara lain ditemukannya patung Ganesha, lingga, kuburan, ambang pintu, dan batu nisan di Desa Lawangrejo dan Desa Banyumudal.[3] Selain itu, ada pula bukti arkeologis unsur kebudayaan Islam berupa makam-makam para penyebar agama, antara lain Syeikh Maulana Maghribi di Kawedanan Comal, Rohidin, dan Sayyid Ngali Murtala yaitu salah seorang kerabat Sunan Ngampel.[4][5]

Pra Mataram

Eksistensi Pemalang telah disebutkan dalam Bujangga Manik, sebuah naskah kuno berbahasa Sunda yang diperkirakan ditulis pada akhir abad XV.[6] Pada abad XVI, catatan Rijkloff van Goens dan data buku W. Fruin Mees menyatakan bahwa pada tahun 1575 Pemalang merupakan salah satu dari 14 daerah merdeka di Pulau Jawa, yang dipimpin oleh seorang pangeran atau raja.[7] Dalam perkembangan kemudian, Panembahan Senopati dan Panembahan Seda Krapyak dari Mataram menaklukkan daerah-daerah tersebut, termasuk di dalamnya Pemalang. Sejak saat itu Pemalang menjadi daerah vasal Mataram yang diperintah oleh Pangeran atau Raja Vasal.

Pemalang dan Kendal pada masa sebelum abad XVII merupakan daerah yang lebih penting dibandingkan dengan Tegal, Pekalongan dan Semarang. Karena itu jalan raya yang menghubungkan daerah pantai utara dengan daerah pedalaman Jawa Tengah (Mataram) yang melintasi Pemalang dan Wiradesa dianggap sebagai jalan paling tua yang menghubungkan dua kawasan tersebut.

Populasi penduduk sebagai pemukiman di pedesaan yang telah teratur muncul pada periode abad awal Masehi hingga abad XIV dan XV, dan kemudian berkembang pesat pada abad XVI, yaitu pada masa meningkatnya perkembangan Islam di Jawa di bawah Kerajaan Demak, Cirebon dan kemudian Mataram. Pada masa itu daerah pantai sekitar Pemalang dan Comal telah menjadi tempat persinggahan dalam perjalanan antara Demak dan Cirebon.[8] Terdapat babad yang menceritakan bahwa Pangeran Benawa, Sultan Pajang yang ketiga (1586-1587), setelah tersingkir dari tahtanya lalu pergi membuka daerah pemukiman baru di sekitar wilayah Pemalang, dan menetap di sana hingga wafatnya.[9] Berdasarkan kepercayaan penduduk setempat, Pangeran Benawa dimakamkan di pemakaman kuno di Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Pemalang.[9]

Kadipaten bawahan Mataram

Sejak sekitar 1622-1623, wilayah Pemalang sudah menjadi apanase (daerah kekuasaan) Pangeran Purbaya dari Mataram, yang mana seorang Kyai Lurah mewakilinya sebagai pelaksana pemerintahan setempat (stads houder).[10][11]

Seorang tokoh bernama Raden Maoneng diyakini masyarakat Pemalang sebagai salah seorang leluhur mereka.[12] Makamnya di Dukuh Maoneng, Desa Bojongbata, di pinggir Kecamatan Pemalang sebelah selatan banyak dikunjungi peziarah.[12] Beberapa sumber menyebutkan adanya tokoh bernama Tumenggung Mangun-Oneng, yaitu seorang panglima perang Sultan Agung yang memimpin pasukan Mataram dalam penaklukkan Surabaya pada tahun 1625.[13][14]

Pada masa Sunan Amangkurat I memerintah Mataram (1645-1677), Pemalang sudah berkembang menjadi salah satu dari kota-kota niaga maritim di pesisir utara Jawa, yang diatur dan diawasi dengan ketat oleh Mataram.[7] Catatan Belanda menyebutkan bahwa Mataram mengangkat para adipati (stedehouders) dan syahbandar (sabandars of te tolmeesters) di kota-kota tersebut, serta memiliki dua pejabat tinggi (commissarissens) pengawas pesisir khusus untuk memastikan monopoli Mataram atas kegiatan perdagangan mereka.[7]

Pada sekitar tahun 1652, Sunan Amangkurat II mengangkat Ingabehi Subajaya menjadi Bupati Pemalang setelah Amangkurat II memantapkan tahta pemerintahan di Mataram setelah pemberontakan Trunajaya dapat dipadamkan dengan bantuan VOC pada tahun 1678.

Masa Perang Diponegoro

Menurut catatan Belanda pada tahun 1820 Pemalang kemudian diperintah oleh Bupati yang bernama Mas Tumenggung Suralaya. Pada masa ini Pemalang telah berhubungan erat dengan tokoh Kanjeng Swargi atau Kanjeng Pontang. Seorang Bupati yang terlibat dalam perang Diponegoro. Kanjeng Swargi ini juga dikenal sebagai Gusti Sepuh, dan ketika perang berlangsung dia berhasil melarikan diri dari kejaran Belanda ke daerah Sigeseng atau Kendaldoyong. Makam dari Gusti Sepuh ini dapat diidentifikasikan sebagai makam kanjeng Swargi atau Reksodiningrat. Dalam masa-masa pemerintahan antara tahun 1823-1825 yaitu pada masa Bupati Reksadiningrat. Catatan Belanda menyebutkan bahwa yang gigih membantu pihak Belanda dalam perang Diponegoro di wilayah Pantai Utara Jawa hanyalah Bupati-bupati Tegal, Kendal dan Batang tanpa menyebut Bupati Pemalang.

Sementara itu pada bagian lain dari Buku P.J.F. Louw yang berjudul De Java Oorlog van 1825 -1830 dilaporkan bahwa Residen Van den Poet mengorganisasi beberapa barisan yang baik dari Tegal, Pemalang dan Brebes untuk mempertahankan diri dari pasukan Diponegoro pada bulan September 1825 sampai akhir Januari 1826. Keterlibatan Pemalang dalam membantu Belanda ini dapat dikaitkan dengan adanya keterangan Belanda yang menyatakan Adipati Reksodiningrat hanya dicatat secara resmi sebagai Bupati Pemalang sampai tahun 1825. Dan besar kemungkinan peristiwa pengerahan orang Pemalang itu terjadi setelah Adipati Reksodiningrat bergabung dengan pasukan Diponegoro yang berakibat Belanda menghentikan Bupati Reksodiningrat.

Pada tahun 1832 Bupati Pemalang yang Mbahurekso adalah Raden Tumenggung Sumo Negoro. Pada waktu itu kemakmuran melimpah ruah akibat berhasilnya pertanian di daerah Pemalang. Seperti diketahui Pemalang merupakan penghasil padi, kopi, tembakau dan kacang. Dalam laporan yang terbit pada awal abad XX disebutkan bahwa Pemalang merupakan afdeling dan Kabupaten dari karisidenan Pekalongan. Afdeling Pemalang dibagi dua yaitu Pemalang dan Randudongkal. Dan Kabupaten Pemalang terbagi dalam 5 distrik. Jadi dengan demikian Pemalang merupakan nama kabupaten, distrik dan Onder Distrik dari Karisidenan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah.

Pusat Kabupaten Pemalang yang pertama terdapat di Desa Oneng. Walaupun tidak ada sisa peninggalan dari Kabupaten ini namun masih ditemukan petunjuk lain. Petunjuk itu berupa sebuah dukuh yang bernama Oneng yang masih bisa ditemukan sekarang ini di Desa Bojongbata. Sedangkan Pusat Kabupaten Pemalang yang kedua dipastikan berada di Ketandan. Sisa-sisa bangunannya masih bisa dilihat sampai sekarang yaitu disekitar Klinik Ketandan (Dinas Kesehatan). Pusat Kabupaten yang ketiga adalah kabupaten yang sekarang ini (Kabupaten Pemalang dekat Alun-alun Kota Pemalang). Kabupaten yang sekarang ini juga merupakan sisa dari bangunan yang didirikan oleh Kolonial Belanda. Yang selanjutnya mengalami beberapa kali rehab dan renovasi bangunan hingga kebentuk bangunan joglo sebagai ciri khas bangunan di Jawa Tengah.

Masa kolonial Belanda dan seterusnya

Pada tahun 1918, di Pemalang berdiri organisasi pergerakan wanita Wanito Susilo, yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan.[15]

Kabupaten Pemalang mantap sebagai suatu kesatuan administratif pasca pemerintahan Kolonial Belanda. Sejak tahun 1948, Pusat Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Pemalang berkedudukan di Pemalang.[16]

Hari jadi dan sesanti

Sebagai suatu penghomatan atas sejarah terbentuknya Kabupten Pemalang maka pemerintah daerah telah bersepakat untuk memberi atribut berupa Hari Jadi Pemalang. Hal ini selalu untuk memperingati sejarah lahirnya Kabupaten Pemalang juga untuk memberikan nilai-nilai yang bernuansa patriotisme dan nilai-nilai heroisme sebagai cermin dari rakyat Kabupaten Pemalang.

Salah satu alternatif penetapan hari jadi Kabupaten Pemalang ialah pada saat diumumkannya pernyataan Pangeran Diponegoro untuk mengadakan perang terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu tanggal 20 Juli 1823. Namun, berdasarkan diskusi para pakar yang dibentuk oleh Tim Kabupaten Pemalang, hari jadi Pemalang adalah tanggal 24 Januari 1575, atau bertepatan dengan Hari Kamis Kliwon tanggal 1 Syawal 1496 Je 982 Hijriah. Keputusan tersebut selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Kabupaten Pemalang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Hari Jadi Kabupaten Pemalang. Tahun 1575 diwujudkan dengan bentuk Surya Sengkala Lunguding Sabda Wangsiting Gusti yang mempunyai arti harfiah : kearifan, ucapan/sabdo, ajaran, pesan-pesan, Tuhan, dengan mempunyai nilai 5751. Sedangkan tahun 1496 Je diwujudkan dengan Candra Sengkala Tawakal Ambuko Wahananing Manunggal yang mempunyai arti harfiah berserah diri, membuka, sarana/wadah/alat untuk, persatuan/menjadi satu dengan mempunyai nilai 6941.

Adapun Sesanti Kabupaten Pemalang adalah Pancasila Kaloka Panduning Nagari, dengan arti harfiah lima dasar, termashur/terkenal, pedoman/bimbingan, negara/daerah dengan mempunyai nilai 5751

Geografi

Kabupaten Pemalang terletak di pantai utara Pulau Jawa. Secara astronomis, kabupaten ini terletak antara 109°17'30" - 109°40'30" BT dan 6°52'30" - 7°20'11" LS. Luas wilayah kabupaten ini ialah sebesar 111.530 km², dengan batas-batas wilayah:

Ibukota kabupaten ini adalah Kota Pemalang, yang terletak di ujung barat laut wilayah kabupaten dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Tegal. Kabupaten ini berjarak kira-kira 135 km ke arah barat dari Semarang, ibukota Provinsi Jawa Tengah, atau jika ditempuh dengan kendaraan darat memakan waktu lebih kurang 3-4 jam. Kabupaten Pemalang berada di jalur pantura Jakarta-Semarang-Surabaya. Selain itu terdapat pula jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten ini dengan Kabupaten Purbalingga.

Kabupaten Pemalang memiliki topografi bervariasi. Bagian utara merupakan dataran rendah, berupa daerah pantai dengan ketinggian berkisar antara 1-5 meter di atas permukaan laut. Bagian tengah merupakan dataran rendah yang subur dengan ketinggian 6–15 m di atas permukaan laut; sedangkan bagian selatan merupakan dataran tinggi berupa pengunungan yang subur serta berhawa sejuk dengan ketinggian 16–925 m di atas permukaan laut. Puncak tertingginya ialah Gunung Slamet, yang berada di perbatasan dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Purbalingga, dan merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah.

Wilayah Kabupaten Pemalang dilintasi oleh tiga sungai besar, yaitu Sungai Comal, Sungai Waluh, dan Sungai Rambut,[17] yang menjadikannya sebagai daerah aliran sungai yang subur. Sungai Comal merupakan sungai terbesar, yang alirannya melalui tujuh wilayah kecamatan di kabupaten ini, dan bermuara ke Laut Jawa tepatnya di Ujung Pemalang.[17]

Salah satu objek wisata terkenal di Kabupaten Pemalang adalah Pantai Widuri.

Pembagian administratif

Kabupaten Pemalang terdiri atas 14 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dankelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kota Pemalang.

Di samping Pemalang, kota-kota kecamatan lainnya yang cukup signifikan adalah Comal, Petarukan, Ulujami, Randudongkal dan Moga.

Kecamatan di Kabupaten Pemalang yaitu:

  1. Bodeh
  2. Ulujami
  3. Comal
  4. Ampelgading
  5. Petarukan
  6. Taman
  7. Pemalang
  8. Bantarbolang
  9. Randudongkal
  10. Warungpring
  11. Moga
  12. Pulosari
  13. Watukumpul
  14. Belik

Kabupaten Pemalang kebanyakan merupakan suku Jawa. Di bagian barat dan selatan, penduduknya bertutur dalam bahasa Jawa dialek Tegal, sedangkan di bagian timur seperti di Petarukan, Comal, Ulujami, Ampelgading dan Bodeh bertutur dalam bahasa Jawa dialek Pekalongan.


Industri Rumah Tangga

Perkalengan di dusun Pesayangan Wanarejan Selatan

Kuliner khas Pemalang

Masakan

Pemalang memiliki beberapa masakan khas, yaitu:

Jajanan

Pemalang memiliki beberapa jajanan khas, yaitu:

  • Kamir
  • Apem comal, makanan kecil (kue) yang terbuat dari tepung beras dan gula merah. Makanan ini sudah cukup melegenda di perbatasan pemalang-pekalongan, makanan ini diproduksi di dukuh bantul desa kesesi pekalongan tetapi karena pemasarannya sejak dulu kala menyebar sampai ke kota comal maka banyak yang menyebut sebagai apem comal.

Pariwisata

Wisata Alam

Tempat wisata alam di Kabupaten Pemalang adalah:

  • Pantai Blendung
  • Water Park di Pantai Widuri
  • Cempaka Wulung di dataran tinggi Moga
  • Curug bengkawah dan Cilating di Belik
  • Arung jeram di tegalarja warungpring
  • Pemandian Moga
  • Curug Sibedil di Dusun Karangbulu, Desa Sima, Kec. Moga.
  • Telaga Silating di desa Sikasur, Kecamatan Belik
  • Gunung Gajah di desa Gongseng Kecamatan Randudongkal[18]
  • Goa Gunung Wangi di Bantarbolang
  • Curug Dhuwur, Wanarata Bantarbolang
  • Bukit Samoan
  • Curug Sikidang
  • Curug Sejajar
  • Pantai Jokotingkir/nyamplung di Petarukan
  • Bukit Mendelem
  • Argo Wisata Kebun Teh Semugih
  • komplek terpadu karaoke sirandu
  • stadion ancur moktar

Wisata Belanja

Tempat wisata belanja di Kabupaten Pemalang adalah:

Seni Budaya

Kesenian dan kebudayaan yang terkenal di Pemalang, yaitu:

Tokoh terkenal

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (2008). Kumpulan makalah Pertemuan Ilmuah Arkeologi ke-IX, Kediri, 23-28 Juli 2002. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. hlm. 765. 
  2. ^ Poesponegoro, Marwati Djoened; Notosusanto, Nugroho (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Prasejarah di Indonesia. I. PT Balai Pustaka. hlm. 335. ISBN 978-979-407-407-7, 9794074071. Diakses tanggal 15 Januari 2015. 
  3. ^ Degroot, Véronique (2009). Candi, Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains. Sidestone Press. hlm. 415. ISBN 978-90-8890-039-6, 9088900396. Diakses tanggal 15 Januari 2015. 
  4. ^ Stokhof, W.A.L.; Kaptein, N.J.G. (1990). Makalah-makalah yang disampaikan dalam rangka kunjungan Menteri Agama R.I.H. Munawir Sjadzali, M.A. ke Negeri Belanda, 31 Oktober-7 November 1988: Kumpulan Karangan. 6. Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies. hlm. 127, 160. ISBN 978-979-8116-06-3, 9798116062. 
  5. ^ de Graaf, Hermanus Johannes; Pigeaud, Theodore Gauthier Th. (1985). Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Kajian Sejarah Politik Abad Ke-15 Dan Ke-16. Grafitipers. hlm. 20. 
  6. ^ Lombard, hlm. 147
  7. ^ a b c Lombard, Denys (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya - Jaringan Asia. 2. PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 110. ISBN 978-979-605-451-0, 9796054515. Diakses tanggal 14 Januari 2015. 
  8. ^ Kanō, Hiroyoshi; Hüsken, Djoko; Suryo (1996). Di bawah asap pabrik gula: Masyarakat desa di pesisir Jawa sepanjang abad ke-20. Akatiga & Gadjah Mada University Press. hlm. 293. ISBN 978979420377, 9794203777. 
  9. ^ a b K.S., Yudiono (2005). Cerita Rakyat Dari Pemalang (Jawa Tengah). Grasindo. ISBN 9797590976.  Hlm. 9. Diaksés 2 Juni 2012.
  10. ^ Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1976). Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. hlm. 93. Diakses tanggal 14 Januari 2015. 
  11. ^ Poesponegoro, Marwati Djoened; Notosusanto, Nugroho (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. IV. PT Balai Pustaka. hlm. 66. ISBN 978-979-407-410-7, 9794074101. Diakses tanggal 14 Januari 2015. 
  12. ^ a b Bachri, Saiful (10 Maret 2005). "Di Desa Bojongbata, Jalan Mulus Lampu Kencar-kencar". Suara Merdeka. Diakses tanggal 15 Januari 2015.  Copyright© 1996-2004 Suara Merdeka.
  13. ^ de Graaf, Hermanus Johannes (1986). Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. 4. Grafitipers. Diakses tanggal 15 Januari 2015. 
  14. ^ Olthof, H.R.; Sumarsono (2007). Babad Tanah Jawi Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. Narasi. ISBN 978-979-16804-7-9, 9791680477. Diakses tanggal 15 Januari 2015. 
  15. ^ Warsid, Edi. Meneladani Kepahlawanan Kaum Wanita. Yudhistira Ghalia Indonesia. hlm. 51. ISBN 978-979-019-123-5, 9790191235. 
  16. ^ Rencana induk Kota Pemalang tahun 1983-2003. 3. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Pemalang. 1983. 
  17. ^ a b Kantor Statistik Kabupaten Pemalang (2008). Pemalang dalam Angka 2008, Pemerintah Kabupaten Daerah Tk. II Pemalang, BPS. Hlm. 246.
  18. ^ Rujukan kosong (bantuan) 

Pranala luar