Pakubuwana II

pendiri dan susuhunan pertama Surakarta
Revisi sejak 17 Juni 2021 08.59 oleh AnsyahF (bicara | kontrib) (Membuang parameter karena gambar sudah tidak ada lagi)

Sri Susuhunan Pakubuwana II (lahir: Kartasura, 1711 – wafat: Surakarta, 1749) adalah raja terakhir Kasunanan Kartasura yang memerintah tahun 17261742 dan menjadi raja pertama Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 17451749.

Sri Susuhunan Pakubuwana II
Susuhunan Kartasura
ke-5 (terakhir)
Berkuasa1726 - 1742
PendahuluSusuhunan Amangkurat IV
Susuhunan Surakarta
pertama
Berkuasa17451749
PenerusSusuhunan Pakubuwana III
Gubernur JenderalGustaaf Willem baron van Imhoff
KelahiranRaden Mas Prabasuyasa
8 Desember 1711
Kartasura, Mataram
Kematian20 Desember 1749(1749-12-20) (umur 38)
Hindia Belanda Surakarta, Koloni VOC Belanda
PasanganRatu Amangkurat
WangsaWangsa Mataram
AyahSusuhunan Amangkurat IV
IbuGKR. Kencana
AgamaIslam

Awal Pemerintahan

Nama aslinya adalah Raden Mas Prabasuyasa (Bahasa Jawa: Raden Mas Probosuyoso), putra Amangkurat IV dari permaisuri keturunan Sunan Kudus. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1711.

Pakubuwana II naik takhta tanggal 15 Agustus 1726 dalam usia 15 tahun. Karena masih sangat muda, beberapa tokoh istana bersaing untuk menguasainya. Para pejabat Kartasura pun terbagi menjadi dua kelompok, yaitu golongan yang bersahabat dengan VOC dipelopori Ratu Amangkurat (ibu suri) dan golongan anti VOC dipelopori Patih Cakrajaya.

Tokoh penting lain adalah Arya Mangkunegara kakak Pakubuwana II (lain ibu) yang dulu terlibat Perang Suksesi Jawa Kedua, tetapi menyerah dan diampuni ayahnya (Amangkurat IV). Kini ia menjadi tokoh kuat yang dibenci Patih Cakrajaya. Pada tahun 1728 Cakrajaya berhasil menjebaknya seolah ia berselingkuh dengan istri Pakubuwana II. Atas desakan Pakubuwana II, VOC terpaksa membuang Arya Mangkunegara ke Srilangka, kemudian ke Tanjung Harapan.

Pada tahun 1732 terjadi perselisihan antara Pakubuwana II dengan Patih Cakrajaya (yang juga bergelar Danureja). Pakubuwana II meminta VOC membuang patihnya itu tahun 1733. Tentu saja VOC melaksanakan permintaan tersebut dengan senang hati. Sebagai patih baru ialah Natakusuma yang ternyata juga anti VOC.

Hubungan Pakubuwana II dengan VOC pada awalnya memang cukup baik. Pakubuwana II secara rutin mengangsur hutang-hutang biaya perang sejak zaman kakeknya, Pakubuwana I dahulu.

Jatuhnya Kartasura

Pangeran Cakraningrat IV, bupati Madura Barat, adalah ipar Pakubuwana II namun membenci pemerintahan Kartasura yang dianggapnya bobrok. Ia menawarkan diri membantu VOC asalkan dibantu lepas dari Kartasura. VOC terpaksa menerima tawaran itu.

Keadaan pun berbalik. Kaum Tionghoa dipukul mundur. Pakubuwana II menyesal telah memusuhi VOC yang kini unggul setelah dibantu Madura. Perdamaian pun dijalin. Kapten Baron von Hohendorff tiba di Kartasura bulan Maret 1742 sebagai wakil VOC menandatangani perjanjian damai dengan Pakubuwana II.

Perdamaian ini membuat para pemberontak sakit hati. Mereka mengangkat raja baru, yaitu Raden Mas Garendi(juga disebut "Sunan Kuning" karena memimpin kaum kulit kuning), seorang cucu Amangkurat III yang baru berusia 12 tahun, dengan gelar Amangkurat V. Mayoritas pemberontak kini bukan lagi kaum Tionghoa, melainkan orang-orang Jawa anti VOC, yang semakin banyak bergabung.

Pada bulan Juni 1742 Patih Natakusuma yang anti VOC dibuang Pakubuwana II. Para pemberontak membalas dengan menyerbu Kartasura secara besar-besaran. Pakubuwana II dan von Hohendorff pun melarikan diri ke Ponorogo.

Mendirikan Surakarta

Berawal dari peristiwa Geger Pacinan yang mengakibatkan banyak orang Tionghoa melarikan diri kedaerah Jawa Tengah dan membentuk laskar-laskar perlawanan untuk mempertahankan diri ke daerah pelariannya tersebut, dan semakin lama pasukan laskar Tionghoa menjadi kuat karena mendapat dukungan dari para Bupati Pesisir serta mengangkat Mas Garendi dan berhasil menguasai Keraton Kartasura dengan gelar Sunan Kuning. Pada saat itu Pakubuwana II dan keluarganya melarikan diri ke Ponorogo dan meminta bantuan VOC untuk mengusir Mas Garendi dan para pengikutnya dari Keraton Kartasura dan pada tahun 1742 VOC membantu permintaan dari Pakubuwana II untuk mengusir Mas Garendi dan pengikutnya dari Keraton Kartasura dan usaha ini pun berhasil Paku Buwana II kembali merebut Keraton Kartasura. Menurut kepercayaan jawa jika sebuah kerajaan, keraton, ataupun wilayah yang sudah rusak akibat peperangan dianggap sudah tidak memiliki wahyu lagi, sehingga membuat Pakubuwana II ingin memindahkan Keraton Kartasura ke daerah lain yang lebih layak untuk dihuni. Setelah dilakukan pencarian wilayah pengganti keraton Kartasura akhirnya terpilih Desa Sala sebagai lokasi keraton baru. Pada tanggal 17 Februari 1745 Keraton baru di Desa Sala resmi di tempati sebagai pengganti keraton lama, kemudian diberi nama Keraton Surakarta.[1]

Keadaan Surakarta Belum Aman

Posisi Cakraningrat IV makin kuat. Ia banyak merebut daerah-daerah di Jawa Timur dalam penumpasan Geger Pacinan. Daerah-daerah tersebut ingin dimasukkannya ke dalam wilayah Madura, tetapi ditolak VOC.

Cakraningrat IV akhirnya memberontak pula. VOC secara resmi memerangi bekas sekutunya itu pada Februari 1745. Beberapa bulan kemudian Cakraningrat IV terdesak dan melarikan diri ke Banjarmasin. Namun, sultan negeri itu justru menangkap dan menyerahkannya kepada VOC. Cakraningrat IV pun dibuang ke Tanjung Harapan.[2]

Sisa-sisa pendukung pemberontakan Tionghoa yang masih bertahan adalah Raden Mas Said putra Arya Mangkunegara. Pakubuwana II mengumumkan sayembara berhadiah tanah Sokawati untuk siapa saja yang berhasil merebut daerah itu dari tangan Mas Said.

Pangeran Mangkubumi adik Pakubuwana II memenangkan sayembara itu tahun 1746. Ia dulu juga ikut mendukung pemberontakan Tionghoa, tetapi kembali ke istana dan diterima Pakubuwana II. Saingan politiknya, yaitu Patih Pringgalaya membujuk raja supaya tidak menyerahkan hadiah sayembara tersebut.

Muncul pula gubernur jenderal VOC Baron van Imhoff yang memperkeruh suasana. Ia datang ke Surakarta mendesak Pakubuwana II agar menyewakan daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.000 real Spanyol tiap tahun. Pangeran Mangkubumi menentang hal itu. Terjadilah pertengkaran di mana van Imhoff menghina Mangkubumi di depan umum.

Akhir Pemerintahan Pakubuwana II

Pangeran Mangkubumi sakit hati dan meninggalkan Surakarta untuk bergabung dengan Mas Said sejak Mei 1746. Meletuslah perang saudara yang oleh para sejarawan disebut Perang Suksesi Jawa Ketiga.

Di tengah panasnya suasana perang, Pakubuwana II jatuh sakit akhir tahun 1749. Baron von Hohendorff, kawan lamanya yang kini menjabat gubernur pesisir Jawa bagian timur laut, tiba di Surakarta sebagai saksi VOC atas jalannya pergantian raja. Pakubuwana II bahkan menyerahkan kedaulatan kerajaan secara penuh kepada von Hohendorff.

Perjanjian pun ditandatangani tanggal 11 Desember 1749 sebagai titik awal hilangnya kedaulatan Kasunanan Surakarta ke tangan Belanda. Sejak itu, hanya VOC yang berhak melantik raja-raja keturunan Mataram (Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman). Peraturan ini terus berlaku sampai zaman kemerdekaan Indonesia.

Pakubuwana II akhirnya meninggal dunia akibat sakitnya itu tanggal 20 Desember 1749, dan digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana III. Pakubuwana III melanjutkan Perang Tahta Jawa Ketiga melawan kaum pemberontak, yaitu:

  1. Pangeran Mangkubumi, pamannya, kelak bergelar Hamengkubuwana I.
  2. Raden Mas Said, sepupunya, kelak bergelar Mangkunegara I.

Referensi

  1. ^ Dani Eko Kristiyanto, Syafruddin Yusuf, Alian Syair (2019). "Abdi dalem Keraton Surakarta Hadiningrat tahun 2004-2014". Journal of Indonesian History. 8 (2): 147. ISSN 2252-6633. 
  2. ^ (Inggris) Raffles, Sir Thomas Stamford (1817). The history of Java. 2. Printed for Black, Parbury, and Allen, Booksellers to the Hon. East-India Company ... and John Murray. hlm. 223. 

Kepustakaan

  • Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
  • Moedjanto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • Ricklefs, M. C.,A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8

Lihat Pula

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Amangkurat IV
Susuhunan Kartasura
1726-1742
Diteruskan oleh:
Jabatan Dihapus
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Jabatan Baru
Susuhunan Surakarta
1745-1749
Diteruskan oleh:
Pakubuwana III