Pragmatik
Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara konteks luar bahasa dan maksud tuturan melalui penafsiran terhadap situasi penuturannya.[1] Dalam linguistik, pragmatik merupakan salah satu bagian dari semiotika.[2] Prinsip-prinsip di dalam pragmatik meliputi sintesis antara studi, maksud dan tuturan.[3]
Sejarah
Pandangan awal mengenai pragmatik dikembangkan oleh Charles W. Morris pada tahun 1938. Landasan pengembangan pragmatik yang digunakan oleh Morris adalah semiotika. Ilmu semiotika dibagi oleh Morris menjadi semantik, sintaksis dan pragmatik. Ilmu pragmatik kemudian berkembang di Eropa selama periode 1940-an. Pada tahun 1960, Michael Halliday mengembangan sebuah teori sosial yang menjadikan bahasa sebagai sebuah fenomena sosial. Selanjutnya, di Amerika Serikat pada tahun 1962 berkembang paham pragmatik yang berasal dari pemikiran filsafat J. L. Austin. Karya Austin yang mempengaruhi ilmu pragmatik di Amerika Serikat ialah sebuah buku berjudul How to Do Things with Words (1962). Pemikiran utama dari Austin ialah mengenai tuturan performatif dan konstatif serta gagasan tentang lokusi, ilokusi, perlokusi dan daya ilokusi dari tuturan. Ilmu pragmatik di Amerika Serikat juga dipengaruhi oleh murid Austin yang bernama John Searle. Ia mengembangkan pemikiran-pemikiran Austin dan menerbitkan karya-karyanya mengenai pragmatik pada tahun 1969 dan 1975. Konsep penting yang dikembangkan oleh Searle adalah tentang tindak tutur. Selain Austin dan Searle terdapat beberapa pemikir lainnya yaitu Paul Grice, John Rankine Goody, Stephen C. Levinson dan Mey. [4]
Pemaknaan
Istilah pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh Charles W. Morris melalui pembagian semiotika.[5] Pragmatik memiliki dua makna dalam arti yang luas maupun sempit. Secara luas, pragmatik diartikan sebagai salah satu bagian dari semiotika. Pemaknaan ini diberikan oleh Morris. Pragmatik dalam arti luas ini digunakan dalam berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan bahasa, antara lain psikpatologi komunikasi dan evolusi sistem simbol. Sementara dalam arti sempit, pragmatik merupakan suatu kondisi penelitian yang memiliki rujukan nyata tehadap pengguna bahasa atau pembicara. Pemaknaan kedua ini diberikan oleh Rudolf Carnap.[6]
Sumber kajian
Filsafat bahasa biasa
Filsafat bahasa biasa muncul sebagai pertentangan atas pandangan bahwa bahasa dibentuk melalui atomisme logis dan positivisme logis yang menggunakan logika yang rumit. Tokoh pemikirnya yang paling awal adalah Ludwig Wittgenstein. Kemunculan filsafat bahasa biasa mempengaruhi pemikiran-pemikiran filsafat di Eropa. Kajian atas filsafat bahasa biasa ini kemudian mengutamakan aspek pragmatik dari suatu bahasa. Filsafat bahasa biasa kemudian mengkaji ulang tentang makna kehidupan manusia melalui bahasa.[7]
Aspek
Tindak tutur
Istilah dan teori mengenai tindak tutur pertama kali diperkenalkan oleh J. L. Austin pada tahun tahun 1955 di Universitas Harvard, Inggris. Gagasan tertulis Austin terhadap teori tindak tutur baru diterbitkan pada tahun 1962 dalam sebuah buku berjudul How to Do Things with Words. Dalam karya tulisnya ini, Austin berpendapat bahwa tindakan terjadi selama individu mengatakan tentang sesuatu. Contoh yang diberikan untuk pendapatnya ini adalah ucapan janji yang melibatkan tindakan perjanjian, serta ucapan maaf yang melibatkan tindakan meminta maaf. Austin mengemukakan bahwa setiap ujaran tidak hanya merupakan tindakan untuk mengatakan sesuatu, tetapi juga bagian dari melakukan tindakan. Pandangan Austin mengenai tindak tutur mempengaruhi kajian linguistik.[8] Tindak tutur yang dikembangkan oleh Austin terbagi menjadi lokusi, ilokusi dan perlokusi.[9] Lokusi merupakan tindak menuturkan sesuatu, sementara ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Sedangkan perlokusi merupakan maksud tuturan yang memberikan suatu pengaruh atau akibat kepada pendengar.[10]
Praanggapan
Praanggapan diartikan secara sederhana sebagai tindakan menduga sebelumnya. Dalam arti lain, praanggapan adalah dugaan mengenai lawan bicara atau hal yang dibicarakan. Penduganya adalah pembicara atau penulis. Tindakan praanggapan muncul sebelum mengujarkan sesuatu. Levinson mengembangkan konsep mengenai praanggapan menjadi semacam anggapan atau pengetahuan terhadap latar belakang yang memberikan makna kepada suatu tindakan, teori, atau ungkapan. Suatu tuturan menjadi benar atau salah dapat ditentukan dengan adanya praanggapan.[11]
Implikatur
Istilah implikatur pertama kali diperkenalkan oleh Paul Grice pada tahun 1975. Impilkatur berarti maksud dari penutur yang tidak ada di dalam tuturan karena disampaikan secara berbeda dalam tuturannya. Pembicara umumnya telah mengetahui implikatur dalam komunikasi verbal.[12]
Sumber kajian
Sosiolinguistik
Sosiolinguistik mengkaji tentang variasi bahasa dan penggunaan bahasa di lingkungan sosial dari suatu masyarakat. Konteks sosilinguistik berkaitan dengan pragmatik, karena sosiolinguistik mengkaji unsur-unsur di luar bahasa. Hubungan antara sosioloinguistik dengan pragmatik ada dua. Pertama, pragmatik mempelajari aspek konteks yang menentukan makna dari suatu tuturan. Kedua, pragmatik mempelajari persyaratan yang mengakibatkan adanya kesesuaian antara pemakaian bahasa dalam komunikasi. Konteks diperlukan dalam pragmatik untuk bahasa-bahasa tertentu. Konteks ini berkaitan dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang meliputi status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, dan jenis kelamin.[13]
Tokoh pemikir
Charles W. Morris
Charle W. Morris merupakan tokoh pemikir yang memperkenalkan istilah pragmatik untuk mewakili kegiatan pengkajian seluk-beluk penggunaan bahasa di bidang linguistik. Morris merupakan penganut behaviorisme dari Amerika Serikat. Ia mengembangkan pemikirannya dengan sumber inspirasi dan John Locke dan Charles Sanders Peirce. Kedua tokoh ini merupakan penganut pragmatisme yang kemudian mengembangkan semiotika. Morris mengembangkan semiotika dengan membaginya menjadi tiga bagian, yaitu sintaksis, semantik dan pragmatik. Menurutnya, pragmatik merupakan studi tentang hubungan tanda-tanda yang melibatkan tafsiran.[14]
George Yule
George Yule memandang pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari mengenai makna dari komunikasi antara pembicara dan penerjemahannya oleh pendengar atau pembaca. Pragmatik dalam pandangan Yule mengutamakan makna dari pembicara ke pendengar dibandingkan makna dari kosakata yang dituturkan. Dalam pemikiran Yule, tafsiran perlu dimasukkan ke dalam pragmatik. Setiap konteks yang dibicarakan oleh pembicara perlu diketahui maknanya. Faktor yang dipertimbangkan ialah lawan bicara, lokasi dan waktu pelaksanaan pembicaraaan serta situasi pembicaraan. [15]
Penerapan
Analisis humor
Analisis makna terhadap suatu humor dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu ilmu pragmatik yaitu bahasa samar. Makna dari suatu humor diketahui melalui pengungkapan makna atau ekspresi yang tidak dinyatakan secara jelas. Penggunaan bahasa samar dalam analisis makna di dalam humor disebabkan oleh sifat humor yang menyesuaikan dengan budaya dari penutur dan pendengar tuturannya. Persepsi budaya juga berlaku bagi humor yang disampaikan melalui tulisan oleh penulis untuk pembacanya. Pemahaman terhadap budaya dari penutur diperlukan untuk memahami kelucuan dari tuturannya.[16]
Penerapan
Kajian sastra
Pragmatik merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam kajian sastra. Fokus utamanya berkaitan dengan peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Dalam pendekatan pragmatik, peran pembaca adalah menentukan kelayakan suatu karya sastra untuk disebut sebagai karya sastra. Kelayakan karya sastra di dalam pendekatan pragmatik berkaitan dengan kemampuan karya sastra dalam menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan yang ingin disampaikan dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama atau tujuan yang lainnya. Keberhasilan suatu karya sastra dinilai berdasarkan keberhasilan penyampaian tujuan kepada pembaca. Pendekatan pragmatik lebih mengutamakan gungsi dalam memberikan pendidikan dan pengajaran. Bentuk pengajarannya berupa moral, agama maupun fungsi sosial lainnya. Suatu karya sastra dianggap berkualitas jika nilai pendidikan di dalamnya semakin banyak pula.[17]
Penerjemahan
Penerjemahan merupakan proses interaktif yang melibatkan unsur semiotika, yaitu sintaksis, semantik dan pragmatik. Ketiga unsur ini digunakan dalam analisis maupun sintesis. Kemungkinan yang dapat timbul selama ketiga proses tersebut berlangsung ialah cepatnya proses penyelesaian dan adanya perpaduan antara analisis dan sintesis menggunakan pendekatan simultan terhadap klausa. Simultan ini dapat berbentuk pengenalan pola maupun prosedur inferensi yang sebelumnya telah dilandasi oleh pengalaman dan harapan.[18]
Referensi
- ^ Azzuhri, M., Farmawati, C., dan Amalia, Z. P. (2017). Syaefudin, Machfud, ed. Hadits-Hadits Problematik: Analisis Linguistik Pragmatik. Pekalongan: IAIN Pekalongan Press. hlm. 1. ISBN 978-602-6203-04-5.
- ^ Alek (2018). Linguistik Umum (PDF). Jakarta: Erlangga. hlm. 93.
- ^ Suhartono (2020). Fidiyanti, Murni, ed. Pragmatik Konteks Indonesia (PDF). Gresik: Graniti. hlm. 10. ISBN 978-602-5811-65-4.
- ^ Arfianti, Ika (2020). Pragmatik: Teori dan Analisis. Semarang: CV. Pilar Nusantara. hlm. 1. ISBN 978-623-7590-82-8.
- ^ Yuliantoro, Agus (2020). Herawati, Nanik, ed. Analisis Pragmatik (PDF). Klaten: Unwidha Press. hlm. 1. ISBN 978-602-60734-3-3.
- ^ Suryanti (2020). Sugiastuti, Sri, ed. Pragmatik. Klaten: Penerbit Lakeisha. hlm. 1–2. ISBN 978-623-93154-6-7.
- ^ Syafei, An Fauzia Rozani (2020). Zainul, Rahadian, ed. Dasar-Dasar Filsafat (PDF). Padang: Penerbit CV. Berkah Prima. hlm. 110. ISBN 978-602-5994-52-4.
- ^ Prayitno, Harun Joko (2017). Assidik, Gallant Karunia, ed. Studi Sosiopragmatik (PDF). Surakarta: Muhammadiyah University Press. hlm. 48. ISBN 978-602-361-101-0.
- ^ Rahardi, Kunjana (2020). Pragmatik: Konteks Ekstralinguistik dalam Perspektif Cyberpragmatics (PDF). Yogyakarta: Penerbit Amara Books. hlm. 65. ISBN 978-623-7042-46-4.
- ^ Jumadi (2010). Pamungkas, Daud, ed. Wacana: Kajian Kekuasaan Berdasarkan Ancangan Etnografi Komunikasi dan Pragmatik (PDF). Yogyakarta: Pustaka Prisma. hlm. 80. ISBN 978-979-17083-3-3.
- ^ Nuramila (2020). H., Abdul Rahman, ed. Kajian Pragmatik: Tindak Tutur dalam Media Sosial. Serang: Yayasan Pendidikan dan Sosial. hlm. 10. ISBN 978-623-7815-61-7.
- ^ Afrilesa, Rini (2020). Implikatur dalam Meme Politik: Kajian Pragmatik (PDF). Serang: CV. AA. Rizky. hlm. 12. ISBN 978-623-6506-35-6.
- ^ Syafyahya, Leni (2015). Kuasa Masyarakat Atas Bahasa. Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Universitas Andalas. hlm. 43. ISBN 978-602-5539-20-6.
- ^ Marwiah (2020). Kajian Tindak Tutur: Studi Kasus pada Istri Komunitas TNI (PDF). Makassar: LPP Unismuh Makassar. hlm. 37–38. ISBN 978-623-7349-17-4.
- ^ Yusri (2016). Ilmu Pragmatik dalam Perspektif Kesopanan Berbahasa. Sleman: Deepublish. hlm. 3. ISBN 978-602-453-155-3.
- ^ Jaufillaili (2021). Rerung, Rintho Rante, ed. Analisis Bahasa Samar dalam Humor Strip: Satu Kajian Pragmatik. Bandung: Penerbit Media Sains Indonesia. hlm. 4. ISBN 978-623-6068-55-7.
- ^ Wicaksono, A., dkk. (2018). Tentang Sastra: Orkestrasi Teori dan Pembelajarannya (PDF). Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca. hlm. 86–87. ISBN 978-602-6581-36-5.
- ^ Siregar, Roswani (2017). Strategi Penerjemahan Dokumen Kontrak (PDF). Medan: Pustaka Bangsa Press. hlm. 33. ISBN 978-602-1183-31-1.