Merdeka Belajar

Gerakan pengubah pendidikan di Indonesia menjadi bertaraf internasional
Revisi sejak 6 April 2022 15.39 oleh SainsNat01 (bicara | kontrib) (Perbaikan data pada kalimat utama, serta menambahkan sedikit referensi sesuai dengan perkembangan yang berlaku.)

Merdeka Belajar slogan Sekolah Cikal yang dipinjam sebagai program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim.[1]Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.

Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem peringkat (ranking) yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat meki dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

Sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo untuk membentuk sumber daya manusia yang maju dalam rangka Indonesia emas 2024, maka diperlukan SDM yang mumpuni dalam bidang pendidikan. SDA Manusia unggul, beretika, bermoral, menguasai bidang keilmuan. Sesuai dengan bakat dan minat yang ada pada pribadi masing-masing manusia Indonesia yang beragam, terutama pada berbagai disiplin ilmu termasuk sains, teknologi, seni dan bahasa.Kesalahan pengutipan: Tag <ref> harus ditutup oleh </ref>

Pokok-pokok kebijakan Kemendikbud RI tertuang dalam paparan Mendikbud RI di hadapan para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, Jakarta, pada 11 Desember 2019.

Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI, yaitu:

  1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA (Programme for International Student Assesment). Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 5, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya.
  2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
  4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak termasuk daerah 3T[2]). Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi, diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB.[3] Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini.[4]

Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian PISA tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara.

Menyikapi hal itu, Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi, survei karakter dan survei lingkungan belajar. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata. Soalnya pun tidak,[5] tetapi membutuhkan penalaran. Satu aspek sisanya, yakni survei karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa.[6][1]

Perbedaan UN dengan AN[7][8]

Perbedaan UN dan AN
Penjelasan UN AN
Jenjang penilaian SMP/MTs, SMA/MA dan SMK SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK
Level murid tingkat akhir kelas 5, 8 dan 11
Jumlah murid Seluruh siswa tingkat akhir Maksimal 30 untuk SD dan 45 untuk SMP dan SMA dengan cadangan 5 dipilih secara acak
Tingkat jenis tes Tinggi Rendah
Lama waktu per siswa 4 hari 2 hari
Model soal Pilihan Ganda Tunggal dan isian singkat (matematika tingkat SMA) Pilihan Ganda Tunggal, Pilihan Ganda Kompleks, Dua Pernyataan, Isian, Uraian atau Jodohkan
Moda pelaksanaan Semi online Full online supervisied (utama) atau semi online/offline (sekolah tertentu)
Metode penilaian Computer Based Test Computer Multistage Adaptive Testing

Jadwal pelaksanaan

  • SD pada bulan november, SMP oktober serta SMA september.
Jadwal pelaksanaan
Penjelasan SD SMP, SMA dan SMK
Hari Pertama
Tes Literasi 30 soal (75 menit) 36 soal (90 menit)
Survei Karakter 20 menit 30 menit
Hari Kedua
Tes Numerik 30 soal (75 menit) 36 soal (90 menit)
Survei Lingkungan Belajar 20 menit 30 menit

Referensi

  1. ^ Ningsih, Widya. "Merdeka Belajar melalui Empat Pokok Kebijakan Baru di Bidang Pendidikan | Suara Guru Online" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-16. Diakses tanggal 2019-12-16. 
  2. ^ Apa itu daerah 3T?
  3. ^ Dalam bentuk apa?
  4. ^ Media, Kompas Cyber. "Terobosan Merdeka Belajar Nadiem Makarim, Ubah Sistem Zonasi hingga Hapus UN". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-12-17. 
  5. ^ Menurut siapa?
  6. ^ "BSNP Indonesia" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-16. 
  7. ^ https://www.validnews.id/infografis/Infografis-Beda-Ujian-Nasional-dan-Asesmen-Nasional-kL
  8. ^ https://www.ruangguru.com/blog/hal-penting-asesmen-nasional-yang-menggantikan-un-2021