Zubir Said

Komponis musik | Pengarang musik "Majulah Singapura"
Revisi sejak 19 Juli 2022 02.38 oleh Jiaminglimjm (bicara | kontrib) (Penambahan pranala)

Zubir Said (22 Juli 1907 – 16 November 1987) adalah komponis Singapura pencipta lagu kebangsaan Majulah Singapura. Datang dari keluarga Minangkabau, ia belajar bermain musik secara otodidak. Ia menyusun sejumlah lagu untuk film-film Malaysia selama bekerja sebagai komposer musik film pada Cathay-Keris Film Productions. Ia dipercaya telah menulis sedikitnya 1.500 lagu, tetapi hanya sepersepuluh dari jumlah itu yang pernah direkam.

Zubir Said
Informasi latar belakang
Nama lahirZubir Said
Lahir22 Juli 1907
Fort de Kock, Hindia Belanda (sekarang Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, Indonesia)
Meninggal16 November 1987(1987-11-16) (umur 80)
Singapura
PekerjaanKomponis
Tahun aktif1928–1987
LabelUniversal Music Group

Karya Zubir dipandang luas sebagai lagu Melayu sejati karena lagu-lagunya berkaitan dengan sejarah dan nilai-nilai Melayu serta, bersama orang Minang sezamannya, membangkitkan semangat kebangsaan pada tahun 1950-an. Selain Majulah Singapura, Zubir menggubah lagu patriotik Semoga Bahagia yang dijadikan lagu tema Hari Anak-Anak Singapura. Ia menerima sejumlah penghargaan sampai akhir hayatnya dan secara anumerta atas kontribusinya dalam bidang musik dan kebudayaan Melayu di Singapura.

Kehidupan dan karier

Hindia Belanda

Zubir Said lahir pada 22 Juli 1907 di Bukittinggi (sebelumnya dikenal sebagai Fort de Kock), wilayah Sumatra Barat sekarang. Ia adalah anak tertua dalam keluarga Minangkabau yang beranggotakan tiga anak laki-laki dan lima anak perempuan. Ibunya meninggal ketika ia masih berumur tujuh tahun.[1] Ayahnya, Muhammad Said adalah tokoh adat yang teguh menjalankan ajaran agama.[1] Pekerjaan ayahnya sebagai kondektur di perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial Hindia Belanda membuat Zubir bisa mengenyam pendidikan di sekolah bentukan Belanda.[2]

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia telah memperlihatkan bakatnya bermain musik. Guru musik yang melihat bakat Zubir memperkenalkannya teknik solmisasi—gaya belajar musik dengan cara membaca notasi—dan membantunya membentuk grup musik untuk murid-murid berbakat. Seorang teman grupnya mengajari Zubir bagaimana membuat seruling dari bambu, dan mereka bersama-sama memainkannya.[3] Saat menginjak bangku sekolah menengah, Zubir bergabung dengan grup keroncong. Dari situ, ia belajar instrumen lainnya, yakni gitar dan drum.[2]

Setelah menyelesaikan 11 tahun pendidikan, keterbatasan ekonomi memaksa Zubir untuk bekerja pada usia 18 tahun. Dengan pendidikan seadanya, ia hanya memiliki peluang pekerjaan terbatas. Ia pertama kali bekerja di sebuah pabrik sebagai pembuat batu bata. Setelah itu, ia mengikuti tawaran seorang temannya untuk bekerja sebagai juru ketik.[2][4]

Saat bekerja sebagai juru ketik, Zubir manfaatkan waktu luangnya untuk bermain musik. Ia bergabung dengan grup keroncong dan mendapat posisi sebagai pemain biola.[2][5] Pada usia 19 tahun, ia memutuskan keluar dari pekerjaannya setelah bertemu seorang pegawai pemerintahan desa yang kagum akan bakatnya. Pegawai itu mendorong Zubir untuk mengikuti impiannya. Setelah tak lagi bekerja, Zubir membentuk grup keroncong keliling. Bersama anggota grup, ia berjalan dari desa ke desa di Sumatra, mencari nafkah dengan tampil di pernikahan, pameran, dan agenda keramaian lainnya.[6]

Singapura

 
Teater Victoria di Singapura yang merupakan tempat karya musik Zubir dipentaskan pertama kali untuk umum, termasuk Majulah Singapura pada 6 September 1958. Lagu ini kelak menjadi lagu kebangsaan Singapura.

Pada 1928, Zubir yang berumur 21 tahun meninggalkan Sumatra menuju Singapura. Dari temannya, ia mendengar tentang Singapura sebagai tempat "lampu bergemerlapan, kopi susu dan mentega"—barang mewah yang tak pernah didapatkan di Sumatra.[2] Ia pergi menumpang kapal kargo tanpa izin maupun restu ayahnya karena sang ayah meyakini musik bertentangan dengan agama.[7]

Di Singapura, ia bergabung dengan wayang bangsawan City Opera, kelompok opera yang para pemainnya berasal dari bangsa Melayu.[8][9] Selama bekerja di teater tersebut, ia belajar membaca dan menulis musik dalam notasi Barat dengan bermain piano. Zubir keluar pada tahun 1936, ketika ia direkrut oleh His Master's Voice (HMV), perusahaan rekaman milik Inggris, sebagai supervisor rekaman.[8][9] Singapura adalah salah satu pusat industri rekaman HMV yang terpenting di Asia. Selain memproduksi rekaman, ia bekerja untuk memberikan panduan bagi penyanyi berbakat sehingga mengharuskannya berpergian ke berbagai daerah Indonesia dan Malaya.[8][10] Di HMV, ia bertemu dengan seorang penyanyi keroncong Tarminah Kario Wikromo, yang dinikahinya di Jawa pada 1938. Dengan ketekunannya, Zubir perlahan-lahan dikenal dalam industri musik. Namun, pekerjaannya di HMV berakhir seiring meletusnya Perang Dunia II.[11]

Setelah menikah, Zubir membawa istrinya ke Bukittinggi pada 1941. Zubir bersama beberapa orang pemain musik dan penyanyi sempat membentuk kelompok pertunjukan; mereka sibuk bekerja untuk menghibur tentara Jepang.[12] Ia baru kembali ke Singapura pada 1947 dan terus tinggal di sana hingga meninggal pada 1987. Mengawali periode kedua kehidupannya di Singapura, Zubir bekerja sebagai fotografer dan penulis selama dua tahun untuk surat kabar Utusan Melayu.[13][a] Tujuannya bekerja di surat kabar agar ia punya kesempatan lebih banyak untuk bermain musik dan menuliskan lagu-lagu ciptaannya di surat kabar.

Pada 1949, ia diperkenalkan dengan industri film melalui pekerjaan sebagai komposer musik untuk film-film Melayu yang diproduksi oleh Shaw Brothers.[15][16] Chinta, salah satu film yang membawakan lagunya, menembus papan film laris.[17] Namun, Zubir mengakhiri pekerjaannya di Shaw Brothers dan memilih berbagung dengan Cathay Keris pada 1952. Seorang temannya memperkenalkan Zubir dengan manajer Cathay Keris, perusahan film yang ada di Singapura. Cathay Keris memulai produksi film Melayu dan membutuhkan seorang yang dapat menulis lagu latar belakang film. Selama 14 tahun berikutnya, Zubir melewati karier di Cathay Keris sebagai komposer musik untuk film-film Malaysia, di antaranya Sumpah Pontianak (1958) dan Chuchu Datuk Merah (1963).[16][18] Pada 1957, karya musiknya dipentaskan pertama kali untuk umum di Teater Victoria.[14]

Zubir telah menciptakan beberapa lagu termasuk jalur suara untuk film yang dibuat oleh Cathay Keris. Salah satu lagu yang dibuat Zubir untuk film Dang Anom memenangi penghargaan Festival Film Asia ke-9 di Seoul, Korea Selatan pada 1962.[19] Zubir mengundurkan diri dari Cathay Keris pada 1964, menghabiskan sisa waktunya untuk mengajarkan musik kepada anak-anak muda di rumahnya, Joo Chiat Place dengan menggunakan teknik solmisasi.[16][20]

Kontribusi

Pada 1958, Zubir menggubah lagu dan musik Majulah Singapura sebagai lagu resmi untuk Dewan Kota Singapura, sebelum ia menjadi warga negara Singapura pada 1967.[9][21][22] Dengan semangat patriotisme yang besar terhadap Singapura, ia menolak untuk menerima imbalan dari pemerintah atas gubahannya,[23] menyatakan bahwa menerima penghormatan telah cukup baginya.[24]

Singapura, koloni Inggris, mendapat prediket kota berdasarkan piagam kerajaan dari Raja George VI pada 1951. Pada tahun 1958, Ong Pang Boon, Wakil Wali Kota Dewan Kota Singapura, meminta Zubir menulis lagu berjudul "Majulah Singapura", berdasarkan motto kota yang akan ditampilkan saat peresmian renovasi Teater Victoria. Majulah Singapura komposisi Zubir dimainkan pertama kali oleh Ensemble Kamar Dagang Singapura di Teater Victoria pada 6 September 1958. Zubir melewati satu tahun menyelesaikan musik dan lirik Majulah Singapura. Ketika Singapura mulai menjalankan pemerintahan sendiri pada 1959, pemerintah merasakan perlunya lagu kebangsaan untuk mempersatukan perbedaan ras di Singapura. Lagu Majulah Singapura yang telah populer terpilih untuk diangkat sebagai lagu kebangsaan. Setelah beberapa revisi, komposisi Zubir disetujui secara bulat oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 11 November 1959, dan pada 30 November 1959 peraturan mengenai lambang negara, bendera, dan lagu kebangsaan Singapura disahkan.[25]

Menurut hukum, Majulah Singapura hanya boleh dinyanyikan dalam lirik Melayunya. Majulah Singapura dikumandangkan luas pada 3 Desember,[26] menggantikan lagu koloni God Save the Queen. Setelah kemerdekaan penuh Singapura atas Malaysia pada 9 Agustus 1965, Majulah Singapura secara resmi diadopsi sebagai lagu kebangsaan Republik Singapura. Pada 1984, dalam wawancara sejarah lisan, Zubir mengutip pepatah Melayu "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" ketika menyampaikan filosofinya dalam menciptakan lagu.[27]

Komponis

Beberapa komposer dan pengamat musik menilai karya Zubir sebagai lagu Melayu sejati karena musiknya banyak berkaitan dengan sejarah dan nilai-nilai Melayu, terutama Minang serta membangkitkan semangat kebangsaan pada 1950. Ia adalah guru para musisi mahsyur Melayu, seperti seniman dan penyanyi legendaris Malaysia, P. Ramlee. Sebelum penyakit kuning menderanya hingga ia meninggal, Zubir diketahui telah menggubah seditiknya 1.500 lagu.[28] Lagu-lagu tersebut belum seluruhnya dipublikasikan karena ia terlalu serius mengajar seniman-seniman muda tentang seni musik daripada mengejar finansial dari karyanya. Sebagian komposisinya tak dapat ditelurusri, karena ia tak menyimpan rekaman dari seluruh karyanya.[29] Lagu-lagu ciptaan Zubir yang terkenal, terutama di Singapura, di antaranya, Sang Rembulan, Sayang Disayang, Cinta, Selamat Berumpa Lagi, Nasib Malang, Setangkai dan Kembang Melati.[21][30]

Zubir memberikan pelajaran musik, dan seniman lain sering menemuinya untuk bertukar pikiran tentang musik dan meminta nasihat. Putri ketiga Zubir yang merupakan mantan dosen Universitas Nasional Malaysia Puan Sri Dr. Rohana Zubir ingat betul bagaimana rumah keluarganya di Singapura selalu dipenuhi dengan musik. Ia menjadi buah bibir karena semangat dan kepeduliannya untuk berbagi sehingga karya-karyanya bermanfaat bagi orang lain. Ia sering membantu keluarga kandungnya di Sumatra dan keluarga yang mengadopsinya di Singapura dengan mengiriminya obat-obatan dan macam-macam bantuan. Padahal, ia bukanlah seorang yang kaya waktu itu.

Zubir mengaku bahwa ia tidak pernah tergiur dengan kekayaan. Bagi Zubir uang bukanlah prioritas hidupnya meskipun uang adalah hal vital yang dibutuhkan oleh setiap keluarga. Ia yakin, ia bisa bertahan menghidupi keluarganya dengan mengajar dan menulis lagu saja. Prinsip utama yang ia pegang adalah jujur dalam bekerja, termasuk mengutamakan orisinalitas dalam berkarya. Ia berhenti menulis lagu untuk Cathay-Keris Film Productions karena kecewa dengan keputusan manajemen yang memangkas biaya produksi dengan mendaur ulang musik latar belakang yang telah ada.

Kematian dan penghargaan

 
Istana Kampung Gelam, Taman Warisan Melayu, Singapura.

Zubir meninggal dalam usia 80 tahun pada 16 November 1987 di Joo Chiat, Singapura, meninggalkan empat anak perempuan dan anak laki-laki.[21] Pada tahun 1990, kehidupan Zubir dan semangatnya sebagai musisi didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Zubir Said: Lagu-lagunya. Pada tahun 2004, patung Zubir yang terbuat dari perunggu senilai S$20.000 dipajang di Istana Kampung Gelam, Taman Warisan Melayu, Singapura.

Zubir dianugerahkan sejumlah penghargaan semasa hidupnya dan secara anumerta. Pemerintah Singapura menganugerahkannya penghargaan "Sijil Kemuliaan" pada 16 Maret 1963 atas jasanya menciptakan lagu kebangsaan.[31][32] Penghargaan Jasawan Seni dari delapan organisasi kebudayaan Melayu diperolehnya pada 17 Juli 1971 atas kiprahnya dalam kesenian Melayu di Singapura.[31][33] Ia memperoleh penghargaan "Sangeetha Kalabooshan Award" dari Singapore Indian Film, Arts and Dramatic Society pada 30 Maret 1974, "Sri Budiman Award" dari Sriwana pada 20 Desember 1980, dan ASEAN Cultural and Communication Award pada 24 Agustus 1987.[24][34] Penghargaan anumerta dari Composers and Authors Society of Singapore berupa Lifetime Achievement Award disematkan untuknya pada 17 April 1995.[34]

Sebagai penghormatan untuk dirinya dalam dunia musik, Beasiswa Musik Zubir Said—yang awalnya dikelola oleh Yayasan Kebudayaan Singapura dan berikutnya oleh Dewan Kesenian Nasional—diluncurkan pada 1990. Untuk mengenang jasa-jasanya, jalan tempat beralamatnya Sekolah Seni disematkan dengan namanya pada tahun 2009. Jalan ini bersimpangan dengan Orchard Road yang menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Singapura.

Lihat pula

Catatan kaki

Keterangan
  1. ^ Menurut putri ketiga Zubir Said Dr. Rohana Zubir, ayahnya melakukan perjalanan dari desa ke desa mengambil foto ukuran KTP bagi warga desa.[14]
Rujukan
  1. ^ a b Zubir (2012), hlm. 21.
  2. ^ a b c d e Abu Bakar (1990), hlm. 12.
  3. ^ Zubir (2012), hlm. 24, 26–27, & 252.
  4. ^ Zubir (2012), hlm. 27.
  5. ^ Zubir (2012), hlm. 29, 31, & 40.
  6. ^ Zubir (2012), hlm. 29–30.
  7. ^ Zubir (2012), hlm. 43.
  8. ^ a b c Abu Bakar (1990), hlm. 13.
  9. ^ a b c Low (2012), hlm. 23.
  10. ^ Zubir (2012), hlm. 49.
  11. ^ Zubir (2012), hlm. 51 & 53.
  12. ^ Zubir (2012), hlm. 53 & 55–56.
  13. ^ Zubir (2012), hlm. 66 & 78.
  14. ^ a b Lim, Serene (9 Maret 1990).
  15. ^ Zubir (2012), hlm. 78.
  16. ^ a b c Abu Bakar (1990), hlm. 14.
  17. ^ Zubir (2012), hlm. 79
  18. ^ Zubir (2012), hlm. 79 & 81.
  19. ^ Abu Bakar (1990), hlm. 14–15.
  20. ^ Zubir (2012), hlm. 81.
  21. ^ a b c Lim, KK (17 November 1987), hlm. 1.
  22. ^ Chew, D (1990), hlm, 24.
  23. ^ Lim, Serene (10 March 1990), hlm. 24.
  24. ^ a b Abu Bakar (1990), hlm. 16.
  25. ^ Peraturan Lambang, Bendera, dan Lagu Kebangsaan Singapura 1959 (No. 70 Tahun 1959), sekarang Undang-undang Lambang, Bendera, dan Lagu Kebangsaan Singapura.
  26. ^ Chew, D (1990), hlm, 26–27.
  27. ^ Kementerian Pertahanan Singapura. "1959 – Singapore's State Arms, Flags and National Anthem". 2007. Diarsipkan dari versi asli Diarsipkan 2007-10-10 di Wayback Machine. pada tanggal 26 Agustus 2007.
  28. ^ Universal Music to… (24 Agustus 2007), hlm. 86.
  29. ^ Abu Bakar (1990), hlm. 15.
  30. ^ Zubir (2012), hlm. 86 & 89.
  31. ^ a b Zubir (2012), hlm. 265.
  32. ^ Men Who… (17 Maret 1963), hlm. 8.
  33. ^ A Silver Tray… (19 Juli 1971), hlm. 8.
  34. ^ a b Zubir (2012), hlm. 266.
Daftar pustaka
  • Zubir, Rohana (2012). Zubir Said: The Composer of Majulah Singapura. Singapura: ISEAS Publishing.
  • Music Scholarship Fund Set Up. (10 Maret 1990). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Abu Bakar, Mardiana (1990). “Zubir Said, The Man” dalam Zubir Said: His Songs. Singapura: Published for Singapore Cultural Foundation by Times Books International.
  • Low, ZB. (2012). “Biography of Zubir Said” dalam Majulah!: The Film Music of Zubir Said. Singapura: National Museum of Singapore.
  • Lim, Serene (9 Maret 1990). Zubir Said: The Man Behind the Music. The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli Diarsipkan 2004-08-13 di Wayback Machine. oleh Headlines.
  • Universal Music to Handle Zubir Said's Songs (24 Agustus 2007). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Haron A. Rahman & Nuryati Duriat. The Quiet Man Who Makes Lasting Music (18 Oktober 1983). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Tan, SL. The Man and His Anthem (9 Agustus 1980). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Lim, KK. Composer of Our National Anthem Dies (17 November 1987). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Chew, D (1990). “The Story of the National Anthem” dalam Zubir Said: His Songs. Singapura: Published for Singapore Cultural Foundation by Times Books International.
  • Lim, Serene (10 March 1990). Audience Turns Misty-eyed at Tribute to Zubir. The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Loh, Noelle (7 Oktober 2007). Tuning in Anew to Zubir Said. The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • Men Who Served S’pore Well Get Their Awards (17 Maret 1963). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • A Silver Tray Gift for National Anthem Composer Zubir (19 Juli 1971). The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG
  • Zubir Said Scholarship (10 Maret 1990). The Business Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG
  • Koh, D (28 Februari 1997). Making A Career in the Arts Rewarding. The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.
  • SOTA Tribute to Zubir Said. (9 Mei 2009). Today. Diarsipkan dari versi asli oleh NewspaperSG.

Pranala luar