Lontong cap go meh

variasi makanan khas Indonesia
Revisi sejak 17 Agustus 2024 03.54 oleh EditorPKY (bicara | kontrib) (Mengembalikan suntingan oleh 2404:C0:9A90:0:0:0:B1A:371A (bicara) ke revisi terakhir oleh AABot)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Lontong Cap Go Meh (Lonthong cap go mèh) adalah masakan adaptasi peranakan Tionghoa Indonesia terhadap masakan Indonesia, tepatnya masakan Jawa. Hidangan ini terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng hati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal, dan kerupuk.

Lontong Cap Go Meh
ꦭꦺꦴꦤ꧀ꦛꦺꦴꦁꦕꦥ꧀ꦒꦺꦴꦩꦺꦃ
Lontong Cap Go Meh
SajianHidangan utama
Tempat asalIndonesia
Dibuat olehTionghoa Indonesia di pulau Jawa
Suhu penyajianPanas atau suhu ruangan
Bahan utamaLontong disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng ati, pindang telur, bubuk koya, sambal, dan kerupuk
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Lontong Cap Go Meh biasanya disantap keluarga Tionghoa Indonesia pada saat perayaan Cap go meh, yaitu empat belas hari setelah imlek atau tepatnya hari kelima belas bulan 1 penanggalan imlek.[1] Akan tetapi kini hidangan ini juga kerap disajikan kapan saja, tidak hanya ketika cap go meh.

Asal mula

sunting

Pengaruh masakan Tionghoa tampak jelas pada adaptasinya ke dalam masakan Indonesia, misalnya mie goreng, lumpia, bakso, dan siomay. Akan tetapi pengaruh ini juga berlaku dua arah. Peranakan Tionghoa yang telah sekian lama bermukim di Nusantara sangat dipengaruhi oleh selera masakan Indonesia. Dipercaya lontong cap go meh adalah adaptasi Tionghoa Indonesia terhadap masakan lokal Indonesia.

Para pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya. Hal ini berlangsung sejak zaman Majapahit. Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara, mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal, hal ini melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa. Untuk merayakan Imlek, saat Cap go meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.

Dipercaya bahwa hidangan ini melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa.[2] Dipercaya pula bahwa lontong cap go meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer. Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap go meh karena dianggap ciong atau membawa sial. Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.[2]

 
Seporsi Lontong Cap Go Meh di Tangerang

Lontong Cap Go Meh adalah fenomena khusus Peranakan-Jawa; kaum peranakan di Semenanjung Malaya, Sumatra, dan Kalimantan tidak mengenal hidangan ini. Tradisi memakan lontong tidak dikenal dalam perayaan Imlek masyarakat Tionghoa di Kalimantan.[2] Akan tetapi hidangan ini dikaitkan dengan perayaan Imlek di pecinan di kota-kota di pulau Jawa, khususnya Semarang. Karena Suku Betawi sangat dipengaruhi kebudayaan peranakan Tionghoa, Lontong Cap Go Meh juga dianggap sebagai salah satu masakan Betawi.

Referensi

sunting
  1. ^ Indra Furwita (02 February 2011). "Khas Imlek: Lontong Cap Gomeh (resep)" (dalam bahasa Indonesian). Kompasiana. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-30. Diakses tanggal 29 September 2012. 
  2. ^ a b c Josh Chen. "Asal Usul Lontong Cap Go Meh" (dalam bahasa Indonesian). Liburan.info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-01. Diakses tanggal 29 September 2012. 

Pranala luar

sunting