Bhismaparwa konon merupakan bagian terpenting Mahabharata karena kitab keenam ini mengandung kitab Bhagawad Gita. Dalam Bhismaparwa dikisahkan bagaimana kedua pasukan, pasukan Korawa dan pasukan Pandawa berhadapan satu sama lain sebelum Bharatayuddha dimulai. Lalu sang Arjuna dan kusirnya sang Kresna berada di antara kedua pasukan. Arjuna pun bisa melihat bala tentara Korawa dan para Korawa, sepupunya sendiri. Iapun menjadi sedih karena harus memerangi mereka. Walaupun mereka jahat, tetapi Arjuna teringat bagaimana mereka pernah dididik bersama-sama sewaktu kecil dan sekarang berhadapan satu sama lain sebagai musuh. Lalu Kresna memberi Arjuna sebuah wejangan. Wejangannya ini disebut dengan nama Bhagawad Gita atau "Gita Sang Bagawan", artinya adalah nyanyian seorang suci.

Berkas:Kurukshetrawar.jpg
Suasana menjelang perang Bharatayuddha berlangsung. Pada gambar, tampak Arjuna beserta kusirnya, Kresna, berada di antara kedua pasukan untuk meninjau persiapan perang
Para Raja dan Ksatria meniup terompet kerang mereka tanda pertempuran akan segera dimulai

Bhismaparwa diakhiri dengan dikalahkannya Bhisma, kakek para Pandawa dan Korawa. Bhisma mempunyai sebuah kesaktian bahwa ia bisa meninggal pada waktu yang ditentukan sendiri. Lalu ia memilih untuk tetap tidur terbentang saja pada "tempat tidur panahnya" (saratalpa) sampai perang Bharatayuddha selesai. Bhisma terkena panah banyak sekali sampai ia terjatuh tetapi tubuhnya tidak menyentuh tanah, hanya ujung-ujung panahnya saja.

Ringkasan isi Kitab Bhismaparwa

Janamejaya bertanya, "Bagaimanakah para pahlawan bangsa Kuru, Pandawa, dan Somaka, beserta para rajanya yang berasal dari berbagai kerajaan itu mengatur pasukannya siap untuk bertempur?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Wesampayana menguraikan dengan detail, kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di medan perang Kurukshetra.

Templat:Spoiler

Suasana di medan perang, Kurukshetra

Berkas:ArjunaKrishna.jpg
Arjuna hendak menarik diri dari pertempuran setelah melihat para ksatria bangsa Kuru yang telah berkumpul di Kurukshetra, kemudian ia diberi wejangan oleh Kresna

Sebelum pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra. Para Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja, Bahlika, Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit, Kuntibhoja, dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut. Bhisma, Sang sesepuh Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar, dan tampak seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda putih dan dikemudikan oleh Kresna, yang mengenakan jubah sutera kuning.

Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur. Pasukan Korawa terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi. Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Bajra, formasi yang konon diciptakan Dewa Indra. Pasukan Korawa jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan formasinya lebih menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bhisma, Aswatama, Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan. Pasukan gajah merupakan tubuh formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan berkuda merupakan sayapnya. Yudistira sempat gemetar dan cemas melihat formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun setelah mendapat penjelasan dari Arjuna, rasa percaya dirinya bangkit.

Turunnya Bhagawad Gita

Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bhisma meniup terompet kerangnya yang menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik dari pihak Korawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna menyuruh Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.

Di tengah medan pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna menjadi lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka semua. Ia ingin mengundurkan diri dari medan pertempuran.

Berkas:Krishna-arjun.jpg
Sri Kresna menampakkan wujud semesta (Wishwarupa) beliau kepada Arjuna

Arjuna berkata, "Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.....Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?"

Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang menjadi kusir Arjuna, memberikan wejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kresna juga menguraikan berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar segala keraguan di hatinya sirna, sehingga ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu, Kresna memperlihatkan wujud semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna sebenarnya.

Wejangan suci yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad Gītā, yang berarti "Nyanyian Tuhan". Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi kitab tersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena dianggap merupakan pokok-pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.

Penghormatan sebelum perang oleh Yudistira

Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau melanjutkan pertarungan karena sudah mendapat wejangan suci dari Kresna, maka pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat busur panahnya yang bernama Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan kedua pihak bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur dan genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni surga lainnya turut menyaksikan pembantaian besar-besaran tersebut.

Pada saat-saat menjelang pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya, meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan berjalan ke arah pasukan Korawa. Seluruh pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa mengikutinya dari belakang sambil bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanya terus melangkah. Di saat semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena mengetahui tujuan Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka siap siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira. Yudistira berjalan melangkah ke arah Bhisma, kemudian dengan rasa bakti yang tulus ia menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bhisma, kakek yang sangat dihormatinya.

Yudistira berkata, “Hamba datang untuk menghormat kepadamu, O paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini, dan kami pun memohon do'a restu paduka”.

Bhisma menjawab, “Apabila engkau, O Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini engkau tidak datang kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunan Bharata, agar menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat menjadi budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan kekayaannya, kaum Korawa telah mengikat diriku...”

Setelah Yudistira mendapat do'a restu dari Bhisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa, dan Salya. Semuanya memberikan do'a restu yang sama seperti yang diucapkan Bhisma, dan mendo'akan agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah mendapat do'a restu dari mereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap untuk memulai pertarungan.

Yuyutsu memihak Pandawa

Setelah tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang saling berhadapan, Yudistira berseru, “Siapa pun juga yang memilih kami, mereka itulah yang kupilih menjadi sekutu kami!”

Setelah berseru demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa terdengar jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan pandangan lurus ke arah Pandawa, Yuyutsu berseru, ”Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi putera Drestarastra, itu pun apabila paduka raja berkenan menerima! Demikianlah, O paduka Raja nan suci!”

Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna) maupun kami lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa, berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya anda sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Drestarastra, sekaligus melanjutkan pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur mereka! O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga telah menerima dirimu itu! Duryodana yang kejam dan berpengertian cutak itu segera akan menemui ajalnya!”

Setelah mendengar jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira mengenakan kembali baju zirahnya, kemudian berperang.

Pembantaian Bhisma

Pertempuran dimulai. Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bhisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bhisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan Sweta, gugur oleh Bhisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.

Duel Arjuna dengan Bhisma

Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bhisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bhisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bhisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bhisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bhisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bhisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.

Habisnya kesabaran Kresna

 
Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin menghabisi Bhisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna

Pada hari ketiga, Bhisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bhisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bhima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna, namun banyak pasukan Korawa yang tak mampu menandingi kekuatan Arjuna. Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara milik Sangkuni. Bhisma yang terlibat duel sengit dengan Arjuna, masih bertarung dengan setengah hati. Duryodana memarahi Bhisma yang masih segan untuk menghabisi Arjuna. Perkataan Duryodana membuat hati Bhisma tersinggung, kemudian ia mengubah perasaanya.

Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bhishma. Arjuna dan Bhisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bhisma dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil chakra-nya dan berlari ke arah Bhisma. Bhisma menyerahkan dirinya kepada Kresna dengan pasrah. Ia merasa beruntung jika gugur di tangan Kresna. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Arjuna memegang kaki Kresna. Pada langkah yang kesepuluh, Kresna berhenti.

Arjuna berkata, “O junjunganku, padamkanlah kemarahan ini. Paduka tempat kami berlindung. Baiklah, hari ini hamba bersumpah, atas nama dan saudara-saudara hamba, bahwa hamba tidak akan menarik diri dari sumpah yang hamba ucapkan. O Kesawa, O adik Dewa Indra, atas perintah paduka, baiklah, hamba yang akan memusnahkan bangsa Kuru!”

Mendengar sumpah tersebut, Kresna puas hatinya. Kemarahannya mereda, namun masih tetap memegang senjata chakra. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.

Keberanian Bima

Hari keempat merupakan hari dimana Bhima menunjukkan keberaniannya. Bhisma memerintahkan pasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bhima muncul pada saat yang genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bhima. Ketika Bhima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para ksatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bhisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada hari itu, Duryodana kehilangan banyak saudara-saudaranya.

Perbantaian terus berlanjut

Pada hari kelima, pembantaian terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas serangan Bhisma. Bhima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Karena Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bhisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu, Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawas dan kemudian Setyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Setyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.

Pertumpahan darah yang sulit dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari selama pertempuran berlangsung. Hari keenam merupakan hari pembantaian yang hebat. Drona membantai banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar diukur. Formasi kedua belah pihak pecah. Pada hari kedelapan, Bhima membunuh delapan putera Dretarastra. Putera Arjuna — Irawan — terbunuh oleh para Korawa.

Pada hari kesembilan Bhisma menyerang pasukan Pandawa dengan membabi buta. Banyak laskar yang tercerai berai karena serangan Bhisma. Banyak yang melarikan diri atau menjauh dari Bhisma, pendekar tua nan sakti dari Wangsa Kuru. Kresna memacu kuda-kudanya agar berlari ke arah Bhisma. Arjuna dan Bhisma terlibat dalam pertarungan sengit, namun Arjuna bertarung dengan setengah hati sementara Bhisma menyerangnya dengan bertubi-tubi. Melihat keadaan itu, sekali lagi Kresna menjadi marah. Ia ingin mengakhiri riwayat Bhisma dengan tangannya sendiri. Ia meloncat turun dari kereta Arjuna, dengan mata merah menyala tanda kemarahan memuncak, bergerak berjalan menghampiri Bhisma. Dengan senjata Chakra di tangan, Kresna membidik Bhisma. Bhisma dengan pasrah tidak menghindarinya, namun semakin merasa bahagia jika gugur di tangan Kresna. Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya.

Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, “O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!...”

Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, tetapi dengan menahan kemarahan ia naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.

Gugurnya Bhisma

Berkas:The Death of Bhisma.jpg
Resi Bhisma tidur di "ranjang panah" (saratalpa)

Para Pandawa tidak mengetahui bagaimana cara mengalahkan Bhisma. Pada malam harinya, Pandawa menyusup ke dalam kemah Bhisma. Bhisma menyambutnya dengan do'a restu. Pandawa menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu mencari cara untuk mengalahkan Bhisma. Kemudian Bhisma membeberkan hal-hal yang membuatnya tidak tega untuk berperang. Setelah mendengar penjelasan Bhisma, Arjuna berdiskusi dengan Kresna. Ia merasa tidak tega untuk mengakhiri riwayat kakeknya. Kemudian Kresna mencoba menyadarkan Arjuna, tentang mana yang benar dan mana yang salah.

Pada hari kesepuluh, pasukan Pandawa dipelopori oleh Srikandi di garis depan. Srikandi menyerang Bhisma, namun ia tidak dihiraukan. Bhisma hanya tertawa kepada Srikandi, karena ia tidak mau menyerang Srikandi yang berkepribadian seperti wanita. Melihat Bhisma menghindari Srikandi, Arjuna memanah Bhisma berkali-kali. Puluhan panah menancap di tubuh Bhisma. Bhisma terjatuh dari keretanya. Pasukan Pandawa bersorak. Tepat pada hari itu senja hari. Kedua belah pihak menghentikan pertarungannya, mereka mengelilingi Bhisma yang berbaring tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah. Bhisma menyuruh para ksatria untuk memberikannya bantal, namun tidak satu pun bantal yang mau ia terima. Kemudian ia menyuruh Arjuna memberikannya bantal. Arjuna menancapkan tiga anak panah di bawah kepala Bhisma sebagai bantal. Bhisma merestui tindakan Arjuna, dan ia mengatakan bahwa ia memilih hari kematian ketika garis balik matahari berada di utara.

Lihat pula

Bacaan lebih lanjut