Mukalaf
Mukalaf adalah perbuatan-perbuatan yang dapat dikenai hukum dalam Islam. Jenis perbuatan ini terbagi menjadi perbuatan yang berkaitan dengan hukum ibadah dan muamalah. Mukalaf merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu fikih. Di dalam Al-Qur'an, mukallaf terikat oleh hukum-hukum i’tiqadiyah dan akhlak. Tiga ilmu yang wajib dimiliki dalam mukalaf ialah tauhid, sirri dan ibadah lahiriah. Penerima mukalaf disebut mahkum alaih.
Jenis perbuatan
Mukalaf memiliki dua kategori perbuatan. Kategori pertama berkaitan dengan hukum-hukum ibadah. Lingkupnya ialah shalat, zakat, puasa, dan haji. Sementara kategori kedua berkaitan dengan hukum-hukum muamalah yang meliputi segala pengaturan dalam hubungan kemasyarakatan. Lingkupnya antara lain persoalan akad, bisnis, tindak pidana, dan sanksi.[1]
Kajian keilmuan
Mukalaf merupakan salah satu aspek penting yang dikaji di dalam fikih. Perbuatan mukalaf merupakan sasaran utama penerapan syariat Islam dalam konsep fikih sebagai ilmu.[2] Sehingga perbuatan mukalaf menjadi dasar penetapan hukum syariat Islam.[3] Pengaturan hukum bagi mukallaf berkaitan dengan perintah dan larangan Allah atas perbuatan-perbuatan manusia. Perihal yang diatur meliputi suatu ketetapan yang bersifat tidak dapat diubah atau ketetapan yang memiliki pilihan. Ketetapannya juga ada yang berdasarkan satu jenis hubungan yang bersifat sebab-akibat maupun faktor ke faktor.[4]
Keterikatan hukum dan kewajiban
Di dalam Al-Qur'an, mukallaf terikat oleh hukum-hukum i’tiqadiyah dan hukum-hukum akhlak. Hukum-hukum i’tiqadiyah menetapkan kewajiban bagi mukallaf untuk mengimani Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para utusan Allah dan hari pembalasan. Sementara, hukum-hukum akhlak menetapkan kewajiban bagi mukallaf untuk memiliki perilaku yang mulia dan tidak melakukan perilaku yang tercela.[5]
Kewajiban atas ilmu
Setiap mukalaf wajib memiliki tiga ilmu, yaitu ilmu tauhid, ilmu sirri dan ilmu ibadah lahiriah. Ilmu tauhid berkaitan dengan dasar-dasar agama dan kaidah-kaidah mengenai akidah. Ilmu sirri berkaitan dengan hati dan peran yang dimilikinya perihal kewajiban maupun larangan. Sementara itu, ilmu ibadah lahiriah dikaitkan dengan tubuh manusia dan harta yang dimilikinya.[6]
Penerima
Penerima mukalaf merupakan seseorang disebut sebagai mahkum alaih. Jenis hukum yang dapat diterimanya adalah taklif dan wadi.[7]
Referensi
- ^ Miswanto, Agus (Maret 2019). Usman, Nurodin, ed. Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam (PDF). Magelang: Magnum Pustaka Utama dan UNIMMA Press. hlm. 57. ISBN 978-602-5789-49-6.
- ^ Sadzali, Ahmad (Desember 2017). Pengantar Belajar Ushul Fikih (PDF). Yogyakarta: Pusat Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. hlm. 4.
- ^ Tihami, M. A. (1998). "Taklif dan Mukallaf Menurut Al-Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani" (PDF). Al-Qalam. 74 (XIV): 75.
- ^ Puteh, Z., dan Arfa, P. A. (2022). "Non Muslim Sebagai Subjek Hukum dalam Konsep Mukallaf". Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum. 11 (1): 79. ISSN 2088-8813.
- ^ Badrudin, Moh. Ilmu Ushul Fiqh (PDF). Bandar Lampung: AURA. hlm. 30. ISBN 978-623-211-103-5.
- ^ Al Ghazali, Imam (Januari 2022). Hidup di Dunia, Apa yang Kau Cari? 43 Tahapan Menemukan Hakikat Diri dan Tuhan. Turos Pustaka. hlm. 103. ISBN 978-623-732-761-5.
- ^ Abdulahanaa (2021). Mardhaniah, ed. Subjek Hukum dalam Kajian Fikih Muamalah dan Hukum Positif (PDF). Bantul: CV Lintas Nalar. hlm. 103. ISBN 978-623-7212-98-0.