Amon (bahasa Ibrani: עַמּוֹן, Modern Ammon Tiberias ʻAmmôn ; "Umat"; Abjad Arab: عمّون), masyarakatnya disebut sebagai bani Amon dan bangsa Amon, adalah suku bangsa kuno yang disebut dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Mereka menempati wilayah di sebelah timur sungai Yordan, Gilead, dan Laut Mati, yang sekarang ini termasuk wilayah negara Yordania.[1][2][3] Kota utamanya adalah Raba atau Rabat-Amon, yang sekarang menjadi lokasi kota Amman, ibu kota Yordania. Milcom dan Molech atau Molokh (yang diduga sama) disebut di Alkitab sebagai allah bani Ammon.[4]

Kerajaan Amon

abad ke-10 – 332 SM
Peta Israel dan sekitarnya ~ tahun 830 SM
Peta Israel dan sekitarnya ~ tahun 830 SM
StatusKerajaan
Ibu kotaRabat Amon (Amman)1
Bahasa yang umum digunakanAmon, Moab
Agama
Milkomite
PemerintahanMonarki
• ~1000 SM
Hanun
• 740-720 SM
Sanipu
• 680–640 SM
Amminadab I
Era SejarahZaman besi
• Kerajaan Amon berkembang
Abad ke-10 SM
• Perang Qarqar melawan Kerajaan Asyur
853 SM
• Invasi oleh Aleksander Agung
332 SM
• Rabat-Amon diganti namanya menjadi Philadelphia
248-282 SM
Didahului oleh
Aramaik
Sekarang bagian dari Jordan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Menara penjagaan bani Amon di Rujm Al-Malfouf, Amman, Yordania
Qasr Al Abd dibangun oleh gubernur Amon tahun 200 SM

Asal usul

sunting

Menurut catatan Alkitab dalam Kitab Kejadian pasal 19, bani Amon dan Moab adalah keturunan 2 putri Lot (keponakan Abraham), yang masing-masing dilahirkan dari kedua putrinya sendiri. Dikisahkan bahwa setelah kehancuran kota Sodom dan Gomora, pergilah Lot dari Zoar dan ia menetap bersama-sama dengan kedua anaknya perempuan di pegunungan. Sebab ia tidak berani tinggal di Zoar, maka diamlah ia dalam suatu gua beserta kedua anaknya. Kata kakaknya kepada adiknya: "Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi. Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita." Pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu masuklah yang lebih tua untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: "Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita." Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab. Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon.[5] Alkitab menyebut bani Amon dan bani Moab sebagai "bani Lot" (misalnya Ulangan 2:19).

Dalam Alkitab dicatat pertikaian terus menerus antara bani Amon dan Israel. Di Kitab Keluaran tertulis bahwa bangsa Israel dilarang oleh bani Amon melalui wilayah mereka.[6] Di Kitab Hakim-hakim, bani Amon bekerja sama dengan Eglon, raja Moab melawan bangsa Israel. Serangan-serangan bani Amon terhadap orang-orang Israel yang tinggal di sebelah timur sungai Yordan menjadi alasan pemersatu suku-suku di bawah Saul.[7]

  • Menurut 1 Raja–raja 14:21–31 (= 2 Tawarikh 12:13), Naamah, orang Amon adalah satu-satunya istri Salomo yang ditulis namanya di Alkitab dan yang melahirkan penerus tahta Salomo, raja Rehabeam.[8]
  • Orang-orang Amon menimbulkan problem besar bagi orang-orang Farisi karena banyak pernikahan campur bangsa Israel dengan perempuan Amon (dan Moab) pada zaman Nehemia.[9] Perempuan-perempuan ini tidak masuk dulu ke dalam agama Yahudi, sehingga anak-anak mereka tidak dianggap bangsa Yahudi. Identitas sejumlah suku menjadi hilang, karena pendudukan Asyur, sehingga orang-orang diperlakukan sebagai orang bukan-Yahudi, meskipun dapat masuk menjadi agama Yahudi tanpa halangan.
  • Babylonian Talmud mencatat bahwa legitimasi Daud menjadi raja Israel sempat digugat, karena ia masih keturunan Rut, seorang Moab. Dikatakan bahwa Doeg, orang Edom adalah sumber gugatan ini dengan pernyataan bahwa mengingat Daud diturunkan dari orang yang tidak boleh menikah masuk ke dalam bangsa Israel, keturunan laki-lakinya tidak dapat digolongkan sebagai suku Yehuda (yaitu suku keluarga Daud). Akibatnya, Daud seharusnya tidak boleh menjadi raja, maupun menikah dengan perempuan Yahudi (karena berdarah Moab). Nabi Samuel disebutkan menulis Kitab Rut untuk mengingatkan orang-orang akan hukum Taurat yang asli di mana perempuan Moab dan Amon diijinkan untuk masuk menjadi orang Yahudi (convert) dan menikah dengan pria Yahudi.

Hubungan dengan Asyur

sunting

Amon tetap merdeka di dalam Kekaisaran Asyur melalui pembayaran upeti, di saat bangsa-bangsa lain diserbu atau diduduki.[10] Prasasti Monolith Kurkh mencatat bahwa tentara raja Amon, Baasha ben Ruhubi, berperang bersama Ahab, raja Israel dan sekutunya, Siria, melawan Salmaneser III dalam perang Qarqar pada tahun 853 SM, mungkin taklukan Hadadezer, raja Aram Damaskus. Pada tahun 734 SM raja Amon Sanipu menjadi taklukan raja Tiglat-Pileser III. Penerus Sanipu, Pudu-ilu, juga berkedudukan serupa di bawah Sanherib dan Esarhadon. Sebuah daftar upeti Asyur yang ditemukan dari periode ini menunjukkan Amon membayar seperlima upeti Kerajaan Yehuda.[11]

Kemudian, raja Amon, Aminadab I, termasuk salah satu pemberi upeti, setelah penyerangan Asyurbanipal yang sampai ke Arabia. Raja lain, Barakel, dibuktikan keberadaannya dari beberapa stempel, dan raja Hissalel, yang memerintah sekitar 620 SM disebut dalam tulisan di botol yang ditemukan di Tel Siran, Yordania, bersama putranya, raja Aminadab II, yang memerintah sekitar 600 SM.

Masa Persia, Yunani dan Romawi

sunting

Tidak banyak informasi tentang bani Amon dalam periode Persia dan Yunani. Nama mereka muncul pada zaman Makabe, yaitu bani Amon bersama suku-suku sekitarnya berusaha sekuat tenaga untuk melawan dan membatasi kebangkitan kekuasaan Yahudi di bawah Yudas Makabe.[12]

Catatan terakhir tentang bani Amon ditemukan dalam tulisan Yustinus Martir (abad ke-2 Masehi0) Dialogue with Trypho (§ 119), di mana disebutkan jumlah mereka masih banyak dan berkumpul di sebelah selatan Palestina.

Bahasa

sunting

Hanya beberapa nama asli Amon yang dilestarikan, misalnya Nahas dan Hanun, keduanya di dalam Alkitab. Bahasa Amon diyakini dari akar Semitik, mirip dengan bahasa Ibrani dan bahasa Moab.[13]

Ekonomi

sunting

Sebagaimana Kerajaan Moab, Kerajaan Amon mempunyai sumber alam batu pasir dan batu kapur. Sektor agraria juga berkembang dan mempunyai tempat vital sepanjang King's Highway ("Jalan Raya Raja"), yang menghubungkan Mesir dengan Mesopotamia, Siria, dan Asia Kecil. Sebagaimana bani Edom dan Moab, perdagangan sepanjang jalur ini memberi pendapatan besar bagi bani Amon. Sekitar 950 SM Amon menunjukkan peningkatan kemakmuran, dalam bidang agraria dan perdagangan, serta mampu membuat kota-kota benteng. Ibu kotanya sekarang menjadi Benteng Amman.[10]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Ancient Texts Relating to the Bible: Amman Citadel". University of Southern California. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-26. Diakses tanggal 2011-01-11. 
  2. ^ MacDonald, Burton (1999). Ancient Ammon. BRILL. hlm. 1. ISBN 9789004107625. 
  3. ^ Levy, Tom (1998). The archaeology of society in the Holy Land. Continuum International Publishing Group. hlm. 399. ISBN 9780826469960. 
  4. ^ 1 Raja–raja 11:5–33; 2 Raja–raja 23:13
  5. ^ Kejadian 19:30–38
  6. ^ Ulangan 23:4
  7. ^ 1 Samuel 11:1–15
  8. ^ "The Jewish Encyclopedia". Diakses tanggal 2007-08-05. 
  9. ^ Nehemia 13:23
  10. ^ a b "The Old Testament Kingdoms of Jordan". Diakses tanggal 2009-05-12. 
  11. ^ Lihat Schrader, K.A.T. halaman 141 dan seterusnya; Delitzsch, Paradies, halaman 294; Winckler, Geschichte Israels, halaman 215.
  12. ^ 1 Makabe 5:6; cf. Yosefus Jewish Antiquities xii. 8. 1.
  13. ^ Cohen, D (ed) (1988). "Les Langues Chamito-semitiques". Les langues dans le monde ancien et modern, part 3. Paris: CNRS. Aufrecht, WE (1989). A Corpus of Ammonite Inscriptions. Lewiston: E. Mellen Press. ISBN 0-88946-089-2. 

Pranala luar

sunting