Pembicaraan:Insyaallah
Komentar terbaru: 1 bulan yang lalu oleh JumadilM pada topik Pemindahan judul
Ini adalah halaman pembicaraan untuk diskusi terkait perbaikan pada artikel Insyaallah. Halaman ini bukanlah sebuah forum untuk diskusi umum tentang subjek artikel. |
|||
| Kebijakan artikel
|
||
Cari sumber: "Insyaallah" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · HighBeam · JSTOR · gambar bebas · sumber berita bebas · The Wikipedia Library · Referensi WP |
ProyekWiki Islam | (Dinilai kelas Stub) | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
|
Pemindahan judul
suntingSalam, saya berpendapat bahwa artikel ini mesti dipindahkan judulnya menjadi Insya Allah. Penamaan judul ini tidak lazim. Alasannya karena penyebutan nama Allah sebagai Tuhan dalam Islam tetap harus menggunakan huruf kapital dan terpisah dari kata lain. Ini seumpama pula penulisan nama Tuhan (umum) dengan kata ganti -Nya atau -Mu yang harus ditambahi tanda hubung jika didahului kata lain. Pemisahan nama Tuhan dengan kata lain merupakan bentuk penghormatan atas nama-Nya.
Karena itu, saya mengundang untuk berdiskusi: @Labdajiwa, @Fazoffic, @Naval Scene dan rekan-rekan lainnya yang tertarik dengan topik Islam atau ketuhanan. Salam, JumadilM Diskusi 1 Oktober 2024 02.05 (UTC)
- Sedikit komentar saja: di sini berarti antara kaidah penulisan seharusnya (Insya Allah) dan entri di KBBI (Insyaallah)? Jika dilihat dari Google Trends, "Insyaallah" lebih populer daripada yang dipisah. – S264 [badhé ngobrol?] 1 Oktober 2024 02.10 (UTC)
- @Symphonium264 Mengenai Google Trends, temuan saya agak berbeda dengan komentar yang Anda nyatakan. Saya cek di Google Trends, kata Insya Allah selalu lebih populer di seluruh dunia dalam lima tahun terakhir dibandingkan dengan kata Insyaallah, jika yang diperbandingkan adalah istilah penelusuran. Nilai perbandingan rata-ratanya adalah 34:12. Bahkan untuk rentang waktu 2004–sekarang, saya cek hasilnya tetap sama. Hanya beda nilai perbandingan, 9:5. Di sisi lain, jika yang diperbandingkan adalah topik, maka ini tidak dapat dicapai karena kategori topik hanya ada untuk kata Insyaallah.
- Sepertinya, perbandingan yang Anda lakukan menggunakan kata Insya Allah sebagai istilah penelurusan dan kata Insyaallah sebagai topik. Pada rentang waktu seperti sebelumnya (2004–sekarang), nilai perbndingannya memang akan menjadi 38:2 dengan kata Insyaallah jauh lebih populer dibandingkan dengan kata Insya Allah. Namun saya menilai perbandingan semacam ini tidak valid karena membandingkan dua hal yang berbeda secara konteks. Cara yang benar adalah membandingkan kedua kata ini sebagai istilah penelusuran.
- Mohon dicek kembali, – JumadilM Diskusi 1 Oktober 2024 04.12 (UTC)
- Mohon maaf saya silap. Saya di sini menggunakan pemantauan sebagai istilah penelusuran (yang mana hasilnya turut menyertakan kata tersebut sebagai nama diri, mis. lagu dan film) di Indonesia karena konteks pemindahan judul di sini mengikuti penggunaan bahasa Indonesia yang penggunaannya secara mayoritas ada di Indonesia, serta tidak adanya topik "Insya Allah". Memang benar "Insya Allah" lebih banyak dicari, terima kasih atas koreksinya, Bung. Namun jika menggunakan kepopuleran pencarian kueri, "Subhanallah" lebih populer daripada "Subhan Allah". Dalam istilah yang kurang lebih polanya sama, bagaimana aturan penjudulannya? Popularitas? Kaidah kebahasaan? atau KBBI? – S264 [badhé ngobrol?] 1 Oktober 2024 04.33 (UTC)
- @Symphonium264 Sebaiknya kita membuat konsensus khusus untuk cara penamaan pada istilah-istilah agama yang terdiri dari dua kata (atau lebih, jika ada) yang mengikutkan nama Tuhan dalam Islam. Dalam kasus ini sendiri, pada dasarnya istilah-istilah tersebut hanya transliterasi dari abjad Arab ke alfabet Latin.
- Kemungkinan penyambungan dan pemutusan nama dalam bahasa Arab sendiri cukup unik, karena tidak dikenal adanya huruf kecil dan huruf besar (kapital) yang menjadi ciri khas dalam bahasa Latin. Sehingga masalah yang muncul pada bahasa Arab hanya antara penyambungan dan pemutusan dalam pengucapan. Sementara dalam bahasa Indonesia terdapat keunikannya tersendiri karena menerapkan alfabet Latin. Dua kata yang dipisah bisa memiliki kemungkinan huruf pertama pada kata kedua memakai huruf kecil maupun huruf kapital. Misalnya, subhan Allah. Namun jika kedua kata disambung, maka dalam bahasa Indonesia tidak lazim menambah huruf kapital di tengah-tengah kata, sehingga kata subhan Allah disambung menjadi subhanallah.
- Jika melihat karya tulis akademis, umumnya transliterasi dua kata dengan kata pertama berakhiran huruf konsonan, maka kata Allah disambung. Misalnya, subhanallah dan bukan subhan Allah. Sementara kata pertama yang berakhiran huruf vokal, maka kata kedua dipisah. Misalnya Insya Allah dan Masya Allah.
- Jadi, sekiranya dapat dibuatkan konsensus penamaan istilah semacam ini dengan memperhatikan konsonan huruf terakhir pada kata pertama untuk istilah yang lebih dari satu kata dan disambung dengan nama Tuhan (dalam hal ini, Allah).
- – JumadilM Diskusi 1 Oktober 2024 09.52 (UTC)
- @JumadilM: Benar, dan bahasa kita sangat unik karena condong mengikuti bagaimana itu diucapkan, bukan dituliskan. Kita menulis apa yang kita dengar, bukan rupa penulisannya. ▪ ꧋ꦩꦣꦪ. Fazoffic ( ʖ╎ᓵᔑ∷ᔑ) 1 Oktober 2024 09.58 (UTC)
- Mohon maaf saya silap. Saya di sini menggunakan pemantauan sebagai istilah penelusuran (yang mana hasilnya turut menyertakan kata tersebut sebagai nama diri, mis. lagu dan film) di Indonesia karena konteks pemindahan judul di sini mengikuti penggunaan bahasa Indonesia yang penggunaannya secara mayoritas ada di Indonesia, serta tidak adanya topik "Insya Allah". Memang benar "Insya Allah" lebih banyak dicari, terima kasih atas koreksinya, Bung. Namun jika menggunakan kepopuleran pencarian kueri, "Subhanallah" lebih populer daripada "Subhan Allah". Dalam istilah yang kurang lebih polanya sama, bagaimana aturan penjudulannya? Popularitas? Kaidah kebahasaan? atau KBBI? – S264 [badhé ngobrol?] 1 Oktober 2024 04.33 (UTC)
- Saya secara pribadi setuju. Per hal-hal yang telah disebutkan oleh bung Jumadil dan tambahan berikut untuk @Symphonium264: Jadi untuk 'Insya Allah' dan 'Insyaallah', secara transliterasi 'Insya Allah' lebih benar. Pertama, kita lihat dari aksara Arab إِنْ شَاءَ ٱللَّٰهُ (translit. ʾIn Syāʾ Allāh; pelafalan dalam bahasa Arab: [ʔin.ʃaːʔ ʔaɫ.ɫaːh]), kalau kita menggunakan 'Insya Allah', maka pengucapannya dalam bahasa Indonesia (apalagi oleh masyarakat umum) akan menjadi [in.ʃaʔ ʔal.lɑh], sementara jika kita menggunakan 'Insyaallah', maka bisa saja ada yang salah membacanya sebagai [in.ʃaːl.lɑh] yang mana merupakan kesalahan fatal (kebanyakan orang Indonesia membaca 'aa' sebagai [aː], atau dua harakat). Sementara, pengucapan 'Subhanallah' tidak pernah berubah, dimanapun dan bagaimanapun. ▪ ꧋ꦩꦣꦪ. Fazoffic ( ʖ╎ᓵᔑ∷ᔑ) 1 Oktober 2024 09.31 (UTC)
- @Fazoffic Saya juga setuju dengan pendapat ini. Kita tidak bisa sepenuhnya mengikuti KBBI dalam penulisan, karena pengucapannya kadang membingungkan. Misalnya, masjidilaqsa yang bisa saja dibaca masjidi - laqsa dan bukannya Masjidil - Aqsa. Memerhatikan akhiran huruf pada kata pertama untuk istilah yang lebih dari dua kata (konsonan atau vokal), juga cukup penting. – JumadilM Diskusi 1 Oktober 2024 10.00 (UTC)
- Jadi, bagaimana @Symphonium264 dan @Fazoffic? Sudah bisa dipindahkan atau menunggu pendapat rekan yang lainnya juga? – JumadilM Diskusi 2 Oktober 2024 00.20 (UTC)
- @Fazoffic Saya juga setuju dengan pendapat ini. Kita tidak bisa sepenuhnya mengikuti KBBI dalam penulisan, karena pengucapannya kadang membingungkan. Misalnya, masjidilaqsa yang bisa saja dibaca masjidi - laqsa dan bukannya Masjidil - Aqsa. Memerhatikan akhiran huruf pada kata pertama untuk istilah yang lebih dari dua kata (konsonan atau vokal), juga cukup penting. – JumadilM Diskusi 1 Oktober 2024 10.00 (UTC)