Suku Jawa

kelompok etnik berbahasa Jawa yang berasal dari Pulau Jawa bagian tengah dan timur
Revisi sejak 15 September 2015 22.18 oleh Garuda Versi 17 (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 10217819 oleh 2A03:2880:1010:3FFA:FACE:B00C:0:8000 (bicara))

Suku Jawa (Bahasa Jawa Ngoko: ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ Wong Jawa, Krama: ꦠꦶꦪꦁꦗꦮꦶ Tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Setidaknya 41.7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa Angka Ini turun di bandingkan tahun 1930 yang mencapai 47,08% . [3] Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Jakarta, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Banten dan Kalimantan Timur. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Suku Osing, Orang Samin, Suku Tengger, dan lain-lain. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di negara Suriname, Amerika Selatan karena pada masa kolonial Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa di sana dikenal sebagai Jawa Suriname.

Suku Jawa

Tokoh Jawa terkenal; dari atas ke bawah:
baris atas: Raden Wijaya, Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada, Diponegoro, Raden Saleh.
baris tengah: Pakubuwono X, Kartini, Sukarno, Suharto, Sudirman.
baris bawah: Anggun C. Sasmi, Sri Mulyani Indrawati, Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, Dian Sastrowardoyo.
Daerah dengan populasi signifikan
Indonesia100.000.000[1]
       Jawa Tengah31.879.386
       Jawa Timur31.383.990
       Jawa Barat7.510.652
       Lampung5.226.924
       Sumatera Utara4.519.719
       Jakarta3.853.453
       Yogyakarta3.331.355
       Sumatera Selatan2.227.715
       Banten2.087.470
       Riau1.698.268
       Kalimantan Timur1.269.826
       Jambi1.039.298
       Kalimantan Selatan668.357
       Kalimantan Tengah538.434
       Kalimantan Barat497.333
       Kepulauan Riau459.438
       Aceh448.023
       Bengkulu403.281
       Bali372.514
       Papua268.145
       Sulawesi Selatan251.074
       Sulawesi Tengah221.001
       Sumatera Barat217.096
       Sulawesi Tenggara209.170
       Papua Barat187.274
       Bangka Belitung151.655
       Maluku142.340
       Nusa Tenggara Barat108.916
       Sulawesi Utara102.934
       Sulawesi Barat98.960
       Nusa Tenggara Timur87.511
       Maluku Utara74.724
       Gorontalo59.289
Malaysia2.558.964
Suriname114.000
Kaledonia Baru10.000
Republik Rakyat Tiongkok400[butuh rujukan]
Bahasa
Jawa, Indonesia, Melayu (dituturkan oleh komunitas yang berdomisili di Malaysia dan Singapura), Belanda (hanya digunakan oleh yang tinggal di Belanda dan Suriname)
Agama
Mayoritas Islam dan sisanya beragama Katolik, Protestan, Kejawen, Hindu, Buddha dan Konghucu[2]
Kelompok etnik terkait
Sunda, Madura, Bali
Lukisan seorang gadis Jawa yang dilukis sekitar tahun 1900.

Asal Usul

Jika kita membahas asal usul suku Jawa, maka bisa dibilang kita sedang membahas asal usul orang Indonesia secara keseluruhan. Hal ini disandarkan kepada penemuan fosil dari homo erectus yang dikenal juga dengan nama “Manusia Jawa” oleh Eugene Dubois, seorang ahli anatomi dari Belanda pada tahun 1891 di Trinil, Ngawi. Fosil tersebut diperkirakan berumur mencapai 700.000 tahun, sehingga ia termasuk dari salah satu spesies manusia kuno yang pernah ditemukan.

Kurang lebih sekitar 40 tahun kemudian, ditemukan lagi fosil lainnya, yang jika dilihat dari perkakas yang juga ditemukan, diperkirakan fosil ini lebih muda dari fosil sebelumnya, yakni ‘baru’ berumur kurang lebih 150.000 tahun.

Bahasa

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.

Budaya Jawa

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit.[4] LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di Amerika Serikat, Singapura dan Selandia Baru.[5] Gamelan Jawa rutin digelar di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negarakretagama menjadi satu satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[6] Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama.

Kepercayaan

Orang Jawa sebagian besar menganut agama Islam,Kristen Protestan, Dan Katolik, Dan sebagian kecil orang jawa menganut agamaBuddha dan Hindu. Ada pula filsafat suku Jawa yang disebut sebagai filsafat Kejawen.[7] Filsafat ini berbeda dengan Taoisme dan Konfusianisme yang tidak memeluk agama tertentu, kejawen merupakan filsafat yang memperbolehkan bahkan menganjurkan untuk memeluk agama. Ada pula kaum Abangan yang nominal menganut islam namun dalam praktiknya masih banyak terpengaruh animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa dikarenakan memiliki filsafat kejawen yang dianggap sebagai pengontrol dan melindungi jatidirinya sebagai Orang Jawa.

Profesi

Mayoritas masyarakat Jawa berprofesi sebagai petani. Sedangkan di perkotaan mereka berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, karyawan, pedagang, usahawan, dan lain-lain. Masyarakat Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, masyarakat Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, Amerika Serikat, dan Eropa. Orang Jawa juga banyak yang menjadi pengusaha Jawa terutama di Jateng, DIY dan Jatim. Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta jumlah orang Jawa mencapai 40% pada tahun 2010 dari penduduk Jakarta. Orang Jawa perantauan di Jakarta bekerja di berbagai bidang. Hal ini terlihat dari jumlah mudik lebaran yang terbesar dari Jakarta adalah menuju Jawa Tengah. Secara rinci prediksi jumlah pemudik tahun 2014 ke Jawa Tengah mencapai 7.893.681 orang. Dari jumlah itu didasarkan beberapa kategori, yakni 2.023.451 orang pemudik sepeda motor, 2.136.138 orang naik mobil, 3.426.702 orang naik bus, 192.219 orang naik kereta api, 26.836 orang naik kapal laut, dan 88.335 orang naik pesawat.[8] Bahkan menurut data Kementerian Perhubungan Indonesia menunjukkan tujuan pemudik dari Jakarta adalah 61% Jateng dan 39% Jatim. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17% PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan Rp. 3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp. 1-3 Juta, 10% berpendapatan Rp. 5-10 Juta, 3% berpendapatan dibawah Rp. 1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp. 10 Juta.[9]

Stratifikasi sosial

Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.

Seni

Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.

Tokoh-tokoh Jawa

Galeri

Lihat pula

Referensi

Bacaan lanjutan

  • Clifford Geertz.1960. The religion of Java. Glencoe: The Free press of Glencoe

Pranala luar

</noinclude>