Pangkalan TNI Angkatan Udara Sulaiman

bandar udara di Indonesia
Revisi sejak 24 September 2015 16.47 oleh Kenrick95Bot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (- di masa + pada masa , -Di masa +Pada masa , - di Masa + pada Masa , - di masa-masa + pada masa-masa , -Di masa-masa +Pada masa-masa ))

Pangkalan TNI Angkatan Udara Sulaiman, disingkat Lanud Sulaiman (SIM) adalah Pangkalan tipe B dan pelaksana Pendidikan TNI AU yang berkedudukan langsung di bawah Komando Pendidikan Angkatan Udara. Lanud Sulaiman bertugas pokok menyelenggarakan pendidikan TNI AU, operasi udara, dan pembinaan potensi kedirgantaraan. Pangkalan TNI AU Sulaiman, Bandung merupakan salah satu pangkalan pendidikan di jajaran TNI AU.[1] Pangkalan ini besar sekali andilnya dalam pangadaan, pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia TNI Angkatan Udara. Letaknya di Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berada di tepi jalan raya menghubungkan kota Bandung dengan Kabupaten Bandung, Soreang. Bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 1,652 meter dengan permukaan aspal dan ketinggian 762 meter di atas permukaan tanah.

Bandara Sulaiman
Informasi
Jenismiliter
LokasiMargahayu, Jawa Barat
Zona waktuUTC+7
Koordinat{{{coordinates}}}

Nama pangkalan udara ini diambil dari salah seorang pahlawan TNI Angkatan Udara Komodor Udara Anumerta Sulaiman yang gugur bersama perwira TNI AU, akibat jatuhnya pesawat yang ia naiki di Bandung.

Tugas Pokok

Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok, Lanud Sulaiman menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai beriukut :

  1. Menyelenggarakan pendidikan Elektronika Dasar Listrik, Avionik Elektronika, Komunikasi Navigasi, Radar, Avionik, Kecabangan Perwira.
  2. Menyelenggarakan pendidikan kejuruan Pasukan Khas dan Para Dasar.
  3. Menyelenggarakan kegiatan intelijen udara, operasi udara, pengamanan, keamanan dan pertahanan pangkalan serta pembinaan sumber daya manusia.
  4. Menyelenggarakan pembinaan kemampuan melaksanakan tugas-tugas operasi udara dan pembinaan potensi kedirgantaraan.
  5. Menyelenggarakan pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan program pendidikan dan fungsi pangkalan udara.

Sejarah

Bumi Margahayu memiliki luas tanah sekitar 385 hektar di zaman penjajahan Belanda. Pemerintah penjajah Belanda tahun 1938 membeli tanah tersebut dengan tujuan ingin mendirikan "Kota Paris" di daerah Bandung Selatan. Beberapa kampung yang tanahnya dibeli dan dibebaskan oleh penguasa Belanda kala itu adalah kampung Cedok, Paguyuban Badak, Cibadak, Cibodas, Pesantren Cikahiyangan, Renggaswates, Cimariuk, Masara, Cembul, Bantar Muncang, Leuwi Korod, dan Cilisung. Kampung-kampung tersebut kemudian dijadikan kompleks perumahan, kantor, rumah sakit, landasan, lapangan tembak, depo, beberapa fasilitas pendukung lapangan terbang lainnya. Mulai awal tahun 1942, pembangunan dimulai. Namun, rencana tersebut gagal total karena Jepang mengambil alih kekuasaan dan menjajah Indonesia. Akhir Februari 1942, serdadu Nippon mendarat di pantai Eretan Wetan dekat Indramayu, pantai Banten, dan di pantai utara Jawa Tengah. Pangkalan Udara Kalijati pada masa itu pun direbut karena sudah termasuk kuat. Lapangan udara di berbagai tempat di tanah air dikuasai Jepang. Kemampuan operasinya pun ditingkatkan disamping membuat lapangan baru, di antaranya membangun lapangan udara di Margahayu. Salah seorang pribumi yang diikutsertakan dalam pembangunan lapangan udara tersebut adalah R. Didi Permana, tinggalnya di kampung Sayati. Ia dipekerjakan di Kantor Pekerjaan Umum atau "Kobayashi". Ia bertugas dibagian bendahara pembangunan yang biayanya menelan dana sampai 380 juta yen. Tahun 1943 yang pertama dibangun oleh Jepang adalah membangun landasan pacu (Yudiro) dan taxi way (Ipangdoro). Dipertengahan tahun 1945, situasi perang dunia dua yang terus berkecamuk dan memanas memaksakan pangkalan udara di Margahayu dioperasikan meskipun belum betul-betul sempurna. Setiap hari rata-rata enam pesawat tinggal landas atau mendarat di Margahayu. Waktu itu di Bandung ada dua pangkalan udara, yaitu Margahayu dan Andir. Karena letaknya di Margahayulah maka dikenal dengan nama Pangkalan Udara Margahayu. Setelah jepang kalah dalam perang dunia dua otomatis pangkalan udara Margahayu pun terbengkalai tidak terawat. AURI yang telah berhasil mengoperasikan Pangkalan Angkatan Udara Andir di kota Bandung kemudian berupaya pula mengoperasikan kembali detak jantung pangkalan udara Margahayu. Letnan Drajat, kepala teknik umum pangkalan udara Margahayu, sebagai pelaksana pimpinan proyek Margahayu dibantu oleh R. Didi Permana mantan petugas pembangunan pangkalan udara di Margahayu di zaman Jepang.

Langkah pertama yang dikerjakan adalah membuat jalan dari satu tempat yang kemudian disebut pos I ke kampung Cimariuk. Kemudian memanfaatkan dan menata kembali fasilitas yang masih bisa digunakan, membangun staf pangkalan, gedung seng (site 2), perumahan di blok B, C, D dan Cimariuk. Pembangunan kembali dan peresmian pangkalan udara Margahayu pada tahun 1954 selesai. Perwira pertama yang menjadi komandan adalah Letnan Udara I Basir Surya. Mantan pejuang yang bergerak di bidang teknik pesawat terbang. Kegiatan sejarah yang terjadi waktu itu adalah pemindahan sekolah para dasar yang berada di pangkalan udara Andir ke Margahayu. Sekolah terjun statik tersebut adalah pindahan dari pangkalan udara Maguwo. Pada tahun 1966 yang menduduki pucuk pimpinan pangkalan udara Margahayu adalah Koonel Udara Sulaiman. Saat itu kegiatan pendidikan cukup padat disamping tugas pokok sebagai pangkalan udara. Pada tanggal 8 Juni 1966 pukul 07.00 terjadi kecelakaan pesawat helikopter MI-4 buatan Rusia jatuh di kompleks pabrik gas jalan Banten, Kiaracondong, Kota Bandung menewaskan 12 nyawa perwira dan bintara AURI, termasuk Kolonel Udara Sulaiman. Kolonel Anumerta tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung bersama empat rekannya.

Komandan Pangkalan Udara Margahayu Kolonel Udara Sulaiman, merangkap Komandan Jendral Komando Logistik (Danjen Kolog, sekarang Komandan Koharmatau) gugur bersama perwira TNI AU, akibat jatuhnya pesawat yang ia naiki di Bandung. Rencananya, pesawat tersebut menuju Tasikmalaya membawa rombongan untuk melaksanakan peresmian uji coba roket di pabrik Dahana. Untuk mengenang jasa dan pengabdiannya, namanya diabadikan mengganti nama pangkalan udara Margahayu menjadi Pangkalan Udara Sulaiman. Penggantian nama pangkalan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor : 93/1966 tertanggal 30 Agustus 1966. Pangkatnya pun dinaikkan setingkat lebih tinggi menjadi Komodor Udara Anumerta. Bertepatan dengan peringatan hari bakti TNI AU ke-33, diadakan persmian monumen Komodor Udara anumerta Sulaiman oleh Panglima Komando Daerah Udara V Marsekal Muda TNI Suti Harsono. Sebagai pangkalan udara kelas III yang kegiatannya cukup padat, maka berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor : 42/VII/1982 tanggal 14 Juli 1982 statusnya ditingkatkan menjadi kelas utama, yaitu pangkalan udara utama.

Seiring dengan reorganisasi di lingkungan ABRI pada umumnya dan TNI AU khususnya, maka pada tahun 1985, Lanuma Sulaiman mengalami perubahan pula. Selama beberapa tahun Wingdik 2 berdiri sendiri, dilikuidasi dan diintegrasikan ke dalam Lanuma. Lalu singkatan Lanuma diubah menjadi Lanud (Pangkalan TNI Angkatan Udara), di seluruh Indonesia singkatan Pangkalan TNI AU adalah Lanud. Mengingat banyak lembaga pendidikan, hingga mengangkat status, Lanu Margahayu menjadi lanud pendidikan. Statusnya pun di bawah Komando Pendidikan Angkatan Udara seperti halnya Lanud Adi Sutjipto dan Lanud Adi Soemarmo.

Satuan

Referensi

  1. ^ "Lanud Sulaiman" website tni-au.mil.id