Yeongjo dari Joseon

raja Dinasti Jeosen ke-21 dalam sejarah Korea


Yeongjo (31 Oktober 1694 – 22 April 1776, memerintah dari 16 Oktober 1724 – 22 April 1776), merupakan raja ke-21 dari Dinasti Joseon, Korea. Julukannya sebelum naik tahta adalah Pangeran Yeoning (Yeoning-gun). Ia adalah putra kedua Sukjong dengan Selir Suk-bin dari klan Choi, yang nantinya menggantikan kakaknya, seayah berlainan ibu, Gyeongjong, setelah kontroversi yang luar biasa.

Yeongjo
Raja Joseon
Berkuasa30 Agustus, 1724 – 5 Maret, 1776
Penobatan30 Agustus, 1724
PendahuluGyeongjong
PenerusJeongjo
Pemakaman
WangsaIstana Yi
AyahSukjong
IbuSelir Suk dari klan Choi
AnakPutra Mahkota Sado
Korean name
Hangul
영조
Hanja
英祖
Alih AksaraYeongjo
McCune–ReischauerYǒngjo
Nama pena
Hangul
양성헌
Hanja
養性軒
Alih AksaraYangseongheon
McCune–ReischauerYangsŏnghŏn
Nama lahir
Hangul
이금
Hanja
李昑
Alih AksaraI Geum
McCune–ReischauerYi Kŭm
Nama kehormatan
Hangul
광숙
Hanja
光叔
Alih AksaraGwangsuk
McCune–ReischauerKwangsuk

Naik Tahta

Pada tahun 1720, ayahnya, Raja Sukjong wafat dan Pangeran Mahkota Yi Yun, putra sulung Sukjong naik tahta sebagai Raja Gyeongjong, saat berumur 33 tahun. Namun sebelum Raja Sukjong wafat, ia sebenarnya memberitahu Yi Yi-myoung agar mengangkat Yeoning-gun sebagai pewaris Kyungjong, tapi karena tiadanya pencatat sejarah atau sejarahwan pada saat itu, maka tiada catatan mengenai hal ini.

Selama masa pemerintahan Gyeongjong, terjadi pergumulan kekuasaan dan rasa tidak suka terhadap statusnya yang terlahir sebagai anak dari kalangan rendah. Faksi Noron (노론, 老論) menekan Raja Gyeongjong untuk turun tahta dan bermaksud untuk menggantikannya dengan saudara tirinya, Pangeran Yeoning (Raja Yeongjo pada masa depan). Pada tahun 1720, dua bulan setelah naik tahtanya Raja Gyeongjong, Pangeran Yeoning diangkat sebagai Pangeran Mahkota Kerajaan, Saudara Pewaris Tahta (Wangseje, 왕세제, 王世弟). Hal ini memperparah perebutan kekuasan dan menjadi awal dari pembantaian besar-besaran, yang disebut Shinimsahwa (辛壬士禍). Faksi Noron mengirim pesan kepada Raja tanpa ada tanggapan sama sekali sementara Faksi Soron (소론, 少論) memanfaatkan hal ini demi keuntungan mereka - mengklaim bahwa Faksi Noron mencoba untuk merampas kekuasaan dan bermaksud untuk menyingkirkan faksi-faksi, yang menjadi lawan mereka, dari berbagai macam posisi pejabat di Istana.

Anggota-anggota dari faksi Soron kemudian memunculkan ide untuk membunuh pewaris tahta (Yeoning-gun) secara gelap dengan berpura-pura mengadakan perburuan rubah putih, yang dikatakan telah menghantui istana, tapi Yeoning-gun mencari perlindungan pada ibu tirinya, Ibu Suri Inwon, yang kemudian melindunginya sehingga ia tetap hidup. Setelah itu, Yeoning-gun memberitahu saudara tirinya, Raja Gyeongjong bahwa ia lebih suka pergi dari Istana dan hidup sebagai orang biasa.

Pada 11 Oktober 1724, Raja Gyeongjong wafat. Faksi Soron kemudian menuduh Pangeran Yeoing melakukan sesuatu sehingga menyebabkan kematian kakaknya, berdasarkan usaha Faksi Noron sebelumnya yang bermaksud membuatnya naik tahta dan menggantikan Raja Gyeongjong. Tapi para sejarahwan sekarang sepakat bahwa Raja mungkin saja meninggal akibat keracunan makanan laut, berdasarkan dari gejala-gejala penyakit yang menyebabkannya meninggal. Homer Hulbert memaparkannya di bukunya The History of Korea, di mana ia mengatakan, "Tapi kita mungkin saja boleh meragukan kebenaran dari rumor itu, karena tak ada yang dikatakan mengenai indikasi bahwa ia mungkin melakukan tindakan seperti ini, dan hal yang kedua seseorang yang akan makan udang, yang dibawa dari laut yang berjarak 30 mil tanpa es, di tengah musim panas bisa saja dimungkinkan meninggal. Pada tanggal 16 October 1724, Pangeran Yeoning naik tahta dan bergelar Raja Yeongjo, penguasa ke-21 Joseon.

Masa Pemerintahan

Raja Yeongjo sangat mendalami Konfusianisme, dan konon memiliki pengetahuan klasik yang lebih hebat dibandingkan dengan para pejabatnya. Selama masa pemerintahan Yeongjo dan cucunya Jeongjo, Konfusianisme mengalami masa kejayaannya, demikian juga halnya dengan pemulihan ekonomi akibat dari beberapa perang yang terjadi di akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Masa pemerintahannya disebut-sebut sebagai salah satu masa paling jaya di antara masa-masa pemerintahan Dinasti Joseon.

Yeongjo sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dengan mendalam. Catatan Sejarah dari Joseon menyatakan bahwa suatu hari di tahun ke-4 pada masa pemerintahannya, Raja Yeongjo bangun karena hujan di dini hari dan mengatakan pada para pejabatnya,

Ya Tuhan! Kita mengalami banjir, kekeringan, dan kelaparan selama empat tahun ini karena kurangnya kebajikan yang kulakukan, dan tahun ini kita bahkan harus melalui pemberontakan yang tak pernah terjadi sebelumnya yang dilakukan oleh pengkhianat bernama Yi Jin Hwa. Bagaimana rakyatku yang malang bisa menjalani hidup mereka di bawah penderitaan hebat semacam itu? Bukankan ada perkataan kuno mengatakan "Perang selalu diikuti oleh setahun yang sengsara". Untungnya, bagaimanapun juga, kita tidak mengalami masa kelaparan hebat selama 2 tahun ini dan kita menancapkan harapan kita pada masa panen yang baik tahun ini. Namun aku masih khawatir karena, meskipun musim panen sudah mendekat, tak mungkin kita bisa menduga apakah ada banjir ataukah masa kekeringan sebelum semua itu terjadi. Tak ada seorangpun yang tahu kapankah hujan dingin akan tiba-tiba tercurah dan membanjiri ladang-ladang yang akan dipanen. Kurangnya kebajikanku mungkin saja bisa mendatangkan hal-hal buruk demikian karena aku gagal meraih simpati dari Langit. Bagaimana aku dapat meraih simpati dari Langit jika aku tidak merenungkan semua yang telah kulakukan dan berusaha melakukan segalanya dengan usahaku sendiri? Aku seharusnya lebih dulu memulai dengan berintropeksi terhadap perbuatanku selama ini."

"Sejarah dari Yeongjo, tertanggal 27 Juli 1728, pada tahun ke-4 masa pemerintahannya."

Yeongjo khawatir kalau hujan itu akan menghancurkan masa panen dan memaksa rakyatnya yang malang menjadi kelaparan. Raja kemudian memerintahkan para pejabatnya untuk mengurangi pajak dan mengurangi jumlah makanan yang dimakannya. Mengurangi jenis makanan yang ia makan merupakan keputusan yang ia buat karena rasa prihatin kepada rakyatnya yang kelaparan.

Suatu dini hari, 25 tahun kemudian, sekitar tahun 1753, hujan yang terus menerus mengingatkan Yeongjo ada banjir yang terjadi di tahun ke-4 masa pemerintahannya, ketika ia mengurangi jatah makannya: "Oh! Banjir dan masa kekeringan benar-benar terjadi karena aku kurang kebajikan. Aku sekarang sudah lebih tua daripada tahun itu, tapi bagaimana bisa rasa prihatinku kepada rakyat dan kemauan untuk bekerja keras bagi mereka justru jauh lebih sedikit dibandingkan dahulu?" Dan begitulah, Yeongjo kemudian memerintahkan untuk mengurangi lagi jumlah makanan yang seharusnya ia makan.

Orang-orang di sekitarnya menggambarkan dirinya sebagai seorang Raja yang pandai berbicara, cerdas, bajik, dan baik hati. Ia mudah memahami dalam pengamatannya dan cepat dalam menanggapi.

Politik

Yeongjo menyadari efek yang merugikan pada admisnistrasi kerajaan akibat dari pergumulan faksi-faksi selama pertengahan akhir abad 17, dan mencoba untuk mengakhiri pergumulan faksi-faksi segera setelah ia naik tahta. Yeongjo menerapkan kembali pajak dinas militer yang universal, yang sebelumnya sempat diterapkan tapi berumur pendek, bahkan ia kemudian keluar dari Gerbang Istana untuk mengumpulkan pandangan dari para pejabat, sarjana terdidik, prajurit, dan rakyat biasa. Yeongjo mengurangi pajak dinas militer sebesar setengahnya dan memerintahkan untuk menggenapi kekurangannya dari pajak penangkapan ikan, garam, kapal-kapal dan pajak tambahan dari tanah. Yeongjo Yeongjo juga mengatur sistem keuangan dari pendapatan dan pengeluaran kerajaan dengan mengadopsi sistem akutansi. Kebijakan-kebijakannya yang realistik mengijinkan pembayaran pajak dengan gandum di daerah terpencil area pegunungan provinsi Gyeongsang-do, sampai pada pelabuhan terdekat dengan pembayaran katun atau uang sebagai pengganti gandum. Perputaran mata uang didukung dengan peningkatan pembuatan koin logam.

Perhatian Yeongjo pada usaha meningkatkan kehidupan rakyat biasa dinyatakan dengan keinginannya untuk mendidik rakyat dengan membagikan buku-buku penting dalam tulisan Korea (Hangul), termasuk Buku Teknik Pertanian (Agrikultur). Alat pengukur hujan dibuat kembali dengan jumlah yang banyak dan dibagikan kepada para pejabat administrasi lokal dan mengusahakan proyek-proyek pekerjaan umum secara besar-besaran. Yeongjo meningkatkan taraf hidup masyarakat biasa dengan membuka kemungkinan lain untuk peningkatan status sosial dan melakukan perubahan yang tak mungkin lagi terelakkan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Yeongjo dimaksudkan untuk menegaskan kembali Kerajaan yang berdasarkan Konfusianisme dan suatu pemerintahan yang manusiawi, tapi mereka tak bisa lagi mencegah gelombang perubahan sosial yang dihasilkan setelahnya.

Jumlah aktifitas para pedagang meningkat dengan cepat. Pengumpulan modal melalui monopoli dan grosir berkembang melalui berbagai organisasi perkumpulan pedagang, dan banyak dari mereka berpusat di Hanyang. Pembagian secara tradisional antara toko-toko pemerintah, peyuplai barang-barang upeti berlisensi, dan para pemilik toko-toko kecil di gang-gang dan jalan-jalan menyatukan mereka dan terjalin menjadi suatu sistem monopoli dan grosir.

Tak peduli dengan status, banyak para aristrokat kelas yangban dan rakyat biasa bersinggungan di semacam aktifitas perdagangan. Dan karena itulah Hanyang membuat suatu kemajuan besar sebagai suatu kota industri dan perdagangan pada abad ke-18. Permintaan yang tinggi atas kerajinan tangan dan barang-barang semacam pisau, topi dari bulu kuda, meja makan, dan barang-barang tembaga meningkat luar biasa. Aturan-aturan yang membatasi penggunaan topi bulu kuda yang aslinya untuk membedakan kelas Yangban lama-lama menghilang.

Bahkan buku-buku bajakan kemudian diperdagangkan saat persaingan berkembang di antara kelas Yangban yang kaya, yang bersaing dalam publikasi koleksi karya-karya literatur dari leluhur mereka yang terkenal. Ini juga menjadi awal dari pencetakan karya-karya puisi dan fiksi populer. Orang-orang terutama sangat menghargai satire dan kritik-kritik sosial. Salah satu contohnya adalah Chunhyangjeon (Kisah dari Chunghyang) yang mengisahkan mengenai kesetiaan seorang putri dari seorang Gisaeng yang secara luas dibaca sebagai sindiran yang ditujukan untuk mengekspos keserakahan dan keangkuhan pejabat pemerintah.

Anti-korupsi

Raja juga diketahui sangat menghargai Park Mun-su, yang ia tunjuk sebagai Amhaeng-eosa (암행어사), seorang inspektur rahasia pemerintah di bawah perintah Raja. Park, yang melakukan jasa sangat besar dalam meredakan pemberontakan Yi In-ja, mengelilingi negara untuk menangkapi para pejabat lokal yang korupsi atas nama raja.

Kontroversi

Satu-satunya insiden yang menyedihkan selama masa pemerintahan Yeongjo adalah kematian putranya, Putra Mahkota Sado. Sejarah mencatat kalau Sado kemungkinan besar menderita penyakit kelainan jiwa, dituduh secara membabi buta membunuh sembarang orang di dalam istana dan dianggap menderita kelainan seks. Yeongjo, karena peraturan Istana, tidak dapat membunuh putranya dengan tangannya sendiri, sehingga di suatu hari yang panas di bulan Agusutus pada tahun 1762, Sado diperintahkan untuk masuk ke dalam kotak kayu besar bekas penyimpanan beras. Setelah 8 hari, Sado mati lemas.[1] Pada abad ke-19, ada rumor bahwa Pangeran Sado sebenarnya tidak menderita kelainan jijwa, tapi ia difitnah, namun rumor ini dibantah oleh istrinya di The Memoirs of Lady Hyegyeong.

Agama Katolik

Yeongjo adalah yang pertama yang beraksi melawan aktivitas-aktivitas Katolik Roma di dalam kerajaannya. Pada abad ke-18, Agama Katolik mulai mendapat pengikutnya terutama di propinsi Gangwon dan Hwanghae. Pada tahun 1758, Yeongjo secara resmi menganggap Katolik sebagai sebuah praktik yang jahat.

Kematian

Saat 14 tahun kemudian Yeongjo wafat, putra Sado, Jeongjo, naik tahta dan menjadi raja. Masa-masa awal pemerintahannya ditandai oleh intrik-intrik politik dan kecemasan para pejabat istana yang takut jika Jeongjo akan membalas dendam pada mereka atas petisi yang diajukan mereka yang menyebabkan kematian ayahnya, Putra Mahkota Sado.

Yeongjo dimakamkan di makam kerajaan di Donggureung. Ia dimakamkan bersama istri keduanya di makam kerajaan Wonneung (원릉, 元陵) di kota Guri.

Keluarga

  • Selir-selir :
  1. Ratu Jeongseong dari klan Dalsung Seo (정성왕후 서씨, 1692–1757)[2][3]
  2. Ratu Jeongsun dari klan Gyeongju Kim (정순왕후 김씨, 1745–1805)[4]
  3. Selir Jeong dari klan Lee (정빈 이씨)
  4. Selir Yeong dari klan Lee (영빈 이씨, 1696-23 Agustus, 1764)[5][6]
  5. Jo Gwi-in (귀인 조씨)
  6. Moon Suk-ui (숙의 문씨)[7]
  • Keturunan :
  1. Putra Mahkota Hyojang (효장세자, 1719–1728), Putra Tunggal Selir Jeong dari klan Lee[8].
  2. Putra Mahkota Sado (사도세자, 1735–1762), Putra Tunggal Selir Yeong dari klan Lee[9].
  3. Seorang Putri Selir Jeong dari klan Lee[10].
  4. Puteri Hwasoon (화순옹주) — Putri Kedua Selir Jeong dari klan Lee.
  5. Puteri Hwapyeong (화평옹주) — Putri Pertama Selir Yeong dari klan Lee.
  6. Puteri Hwahyeop (화협옹주, 1733–52) – Putri Kedua Selir Yeong dari klan Lee.
  7. Puteri Hwawan (화완옹주) — Putri Ketiga Selir Yeong dari klan Lee.
  8. Puteri Hwayoo (화유옹주) — Putri Tunggal Jo Gwi-in.
  9. Puteri Hwaryeong (화령옹주) — Putri Pertama Moon Suk-ui.
  10. Puteri Hwagil (화길옹주) — Putri Kedua Moon Suk-ui.

Nama Lengkap Anumertanya

  • Raja Yeongjo Jangsun Jihaeng Sundeok Yeongmo Uiryeol Jang-ui Hong-yun Gwang-in Donhui Checheon Geon-geuk Seonggong Sinhwa Daeseong Gwang-un Gaetae Giyeong Yomyeong Suncheol Geon-geon Gonyeong Baemyeong Sutong Gyeongnyeok Honghyu Junghwa Yungdo Sukjang Changhun Jeongmun Seonmu Huigyeong Hyeonhyo yang Agung Korea
  • 영조장순지행순덕영모의렬장의홍윤광인돈희체천건극성공신화대성광운개태기영요명순철건건곤영배명수통경력홍휴중화융도숙장창훈정문선무희경현효대왕
  • 英祖莊順至行純德英謨毅烈章義洪倫光仁敦禧體天建極聖功神化大成廣運開泰基永堯明舜哲乾健坤寧配命垂統景曆洪休中和隆道肅莊彰勳正文宣武熙敬顯孝大王

Referensi

  1. ^ Memoirs of Lady Hyegyeong
  2. ^ Daughter of Seo Jong-je (서종제) and Lady Lee.
  3. ^ She was given the tile "Princess Consort" (군부인) before she was given the title "Queen".
  4. ^ Daughter of Kim Han-gu (김한구) and Lady Won.
  5. ^ Daughter of Lee Yoo-beon (이유번) and Lady Kim.
  6. ^ Also known as Lady Seonhui.
  7. ^ Afterwards was known as "Deposed Moon Suk-ui" (폐숙의 문씨).
  8. ^ He is given the title "Jinjong" (진종)
  9. ^ He is given the posthumous title "Jangjo" (장조).
  10. ^ Died at childbirth.

Lihat pula

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Gyeongjong
Daftar Penguasa Korea
(Dinasti Joseon)
1724–1776
Diteruskan oleh:
Jeongjo