Anis kembang
Anis kembang | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | Z. interpres
|
Nama binomial | |
Zoothera interpres | |
Sinonim | |
Geokichla interpres |
Anis kembang (Zoothera interpres) atau yang juga dikenal dengan sebutan punglor kembang[1] atau juga anis cacing[2] hidup di hutan-hutan Asia Tenggara. Ia termasuk spesies burung penyanyi dalam famila Turdidae. Dahulu, ia dimasukkan sebagai subspesies Sikatan enggano, tapi pengamatan terbaru merekomendasikan agar kedua spesies ini dipisah. Akibatnya, Anis kembang sekarang menjadi spesies yang monotipe.
Anis kembang sangat jarang di kebun-kebun binatang. Menurut ISIS, Kebun Binatang Chester hanya memiliki seekor anis kembang dari luar Asia, dan mati pada 2007. Namun, jumlah kecilnya ini yang terdapat pada pertengahan 1990an bertambah sedikit pada akhir 2009.
Awalnya ia diklasifikasikan sebagaia spesies Risiko Rendah oleh IUCN.[3] Riset terbaru menunjukkan ia lebih sedikit daripada yang kita percayai selama ini. Akibatnya, ia mendapat status Hampir Terancam pada 2008.[4]
Deskripsi badan dan suara
Anis kembang termasuk burung yang monomorfik. Yakni, jantan dan betinyanya kelihatan sama. Ia dapat dibedakan melalui mata dan kelopaknya, bulu dan cara berdirinya.[5]
Panjang tubuh anis kembang adalah 16 cm dan merupakan jenis anis paling kecil yang dikenal oleh penggemar dan hobiis burung.[2] Berwarna hitam, putih, dan coklat berangan. Mahkota dan tengkuk berwarna coklat kemerah-merahan, mantel dan punggung berwarna abu-abu kehitam-hitaman.[6] Dada juga berwarna kehitaman, sayap dan ekor kehitaman, dengan dua garis putih di sayap yang mencolok; pipi abu-abu dengan tanda putih; perut berwarna putih dengan bintik hitam di sisi tubuh.[6] Ia tampak menarik dengan ekornya yang juga pendek.[2]
Untuk ciri fisik, apabila mata anis kembang menonjol, itu tandanya burung jantan.[7] Namun, apabila datar matanya, maka itu adalah anis betina. Bulu anis yang jantan berwarna lebih tegas dan lebih gelap.[8][9] Selain itu, anis kembang betina hanya memiliki bulu yang berwarna putih di pantatnya. Akan tetapi, pada anis jantan terdapat bulu beberapa baris berwarna hitam yang berlekuk menyerupai pola berbentuk awan.[8]
Ekornya juga panjang. Postur tubuhnya panjang serasi, tulang belakang dan supit kecilnya rapat.[9] Yang terakhir, tubuh anis kembang betina cenderung lebih bulat daripada yang jantan dari leher, dada, hingga perut membentuk huruf C. Namun, bentuk tubuh jantan lebih rata badannya.[10]
Jantan cenderung berdiri dengan merapatkan kakinya. Namun, betina berdiri dengan sedikit merenggang dan menunduk.[7] Kicauannya sangat merdu, yakni choo-ee-chew, choo-ee-chu-choo,[11] mirip dengan anis merah. Apabila ada bahaya, ia membuat suara keras berdering “tirrr-tirrrrr”.[6] Anis kembang jantan memiliki suara yang lebih jelas dan lantang daripada betinanya.[8]
Persebaran dan habitat
Di Sumatera, burung ini umum di Pulau Enggano; di Kalimantan dan Jawa kadang-kadang terdapat di hutan dataran rendah; di Bali kadang ditemukan di hutan perbukitan; di Lombok (200 – 1300 mdpl.), Sumbawa (200 – 1000 mdpl.), dan Flores (dataran rendah sampai 1000 mdpl.).[6] Cukup umum menghuni hutan primer, hutan sekunder yang tinggi, hutan rusak, petak-petak hutan yang terisolasi, dan lahan budidaya dengan banyak pohon.[6]
Perilaku
Burung ini dikenal pemalu, sehingga sulit untuk dilihat.[11] Tapi, pada saat berkicau, ia juga jarang kelihatan karena bersembunyi. Burung ini hidupnya soliter, walau terkadang berpasangan.[1] Namun, apabila di musim kawin, ia ganas terhadap sesama jenisnya. Burung ini memakan serangga kecil, siput air, cacing, dan buah.[12]
Ia menyukai buah-buahan seperti pir, apel, tomat, dan pepaya. Buah pepaya mengandung Vitamin C yang tinggi sehingga membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Disamping itu, buah pepaya sangat mudah dicerna dan sangat cocok dengan sistem metabolisme rata-rata burung pemakan buah seperti anis kembang.[9] Ia juga dinamakan anis cacing oleh sebab perilaku hidupnya yang suka memakan cacing.[2] Dalam mencari makan, biasa mengendap-endap di antara tumpukan daun di lantai hutan dan pohon-pohon yang berbuah.[1][6]
Anis kembang berkembang biak pada bulan April-Mei. Dalam satu musim kawin, betinanya akan bertelur sebanyak 3-4 butir. Telurnya bercangkang putih dengan bercak abu-abu dan coklat.[2]
Dalam kebudayaan
Di Indonesia, eksistensi burung ini sebagai burung kontes meningkat di akhir tahun 90an.[1] Sebagian besar anis kembang yang ada di pasaran asalnya dari Tasikmalaya, Sukabumi, Jawa Timur, dan Kalimantan.[1]
Rusli Turut menulis dalam bukunya, bahwa anis kembang merupakan burung yang ditangkarkan selain jalak suren atau jalak putih.[13] Ia juga mencatat bahwa spesies yang berada di Jawa Timur dan Jawa Barat juga memiliki perbedaan kualitas baik dari ukuran hingga kicauannya.[14]
Konservasi
Baik secara nasional maupun internasional, burung ini belum dilindungi undang-undang. Kenyataan di lapangan mengatakan perdagangan anis kembang telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan.[15] Menurut catatan BirdLife Indonesia, pada tahun 1994 gubernur NTB waktu itu, Warsito mengeluarkan larangan terhadap perdagangan burung itu. Namun, hingga saat ini, perdagangan punglor kembang ini semakin marak saja.[15] Walaupun demikian, BirdLife juga mencatat burung ini masih dapat ditemukan di Flores dan Kalimantan.[5]
Bahasa lain
- Bahasa Ceko:drozd kaštanovohlavý[16]
- Bahasa Denmark:Brunrygget Drossel[16]
- Bahasa Finlandia:viidakkokirjorastas[16]
- Bahasa Jepang:クリガシラジツグミ (kurigashirajitsugumi)[16]
- Bahasa Jerman:Rotkappendrossel[16]
Referensi
Catatan bawah
- ^ a b c d e Turut 2010, hlm. 42.
- ^ a b c d e Tim Redaksi, hlm. 3.
- ^ BLI (2006)
- ^ BLI (2008)
- ^ a b Hermawan 2012, hlm. 42.
- ^ a b c d e f Anis kembang, Kutilang Indonesia.
- ^ a b Hermawan 2012, hlm. 43.
- ^ a b c Dewanto & Sitanggang 2009, hlm. 55.
- ^ a b c Smart Mastering, Anis Kembang.
- ^ Dewanto & Sitanggang 2009, hlm. 56.
- ^ a b Kenedy et al. 2000, hlm. 12.
- ^ Turut 2010, hlm. 43.
- ^ Turut 2010, hlm. 15.
- ^ Turut 2010, hlm. 14.
- ^ a b Dewanto & Sitanggang 2009, hlm. 54.
- ^ a b c d e Anis kembang (Zoothera interpres or leucolaema), Avibase.
Bibliografi
- Turut, Rusli (2010). Memelihara 42 Burung Ocehan Populer (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN 979-002-442-8.
- AgroMedia Pustaka, Tim Redaksi. Anis:Anda Bertanya, Pakar & Praktisi Menjawab (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: AgroMedia Pustaka. ISBN 979-9542-13-8.
- Dewanto, Anang; Sitanggang, Maloedyn (2009). Buku Pintar Merawat dan Melatih Burung Kicauan (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: AgroMedia Pustaka. ISBN 979-006-216-8.
- Kenedy, Robert S.; Gonzales, Pedro C.; Dickinson, Edward C.; Miranda, Hector C.; Fisher, Jr,Timothy H. A Guide to the Birds of the Philippines (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 0-19-854668-8.
- Hermawan, Rudi (2012). Rahasia Sukses Mencetak 50 Jenis Burung Kicau (dalam bahasa Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Baru Press. ISBN 978-602-99884-8-4 Periksa nilai: checksum
|isbn=
(bantuan). - "Anis kembang". Kutilang Indonesia. 27 July 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 October 2012. Diakses tanggal 28 October 2012.
- BirdLife International (BLI) (2006). Zoothera interpres. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 23 May 2008.
- BirdLife International (BLI) (2008): [2008 IUCN Redlist status changes]. Retrieved 2008-MAY-23.
- "Avibase, Anis Kembang (Zoothera interpres)". Avibase. Diakses tanggal 9 November 2012.
- "ANIS KEMBANG (PUNGLOR KEMBANG)". Smart Mastering. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2012. Diakses tanggal 9 November 2012.