Puisi Menolak Korupsi

Gerakan sastra Indonesia
Revisi sejak 2 Maret 2016 00.58 oleh BeeyanBot (bicara | kontrib) (ejaan, replaced: Propinsi → Provinsi, akte → akta, hakekat → hakikat, azas → asas)

Puisi Menolak Korupsi (PMK) adalah gerakan moral yang dilakukan oleh para penyair Indonesia dalam rangka mengkampanyekan sikap antikorupsi kepada masyarakat melalui penerbitan buku antologi puisi, lomba baca puisi, lomba musikalisasi puisi, pemutaran film-film, diskusi, seminar, orasi budaya, dan pertunjukan seni baca puisi yang semuanya bertemakan antikorupsi.

Cover salah satu Antologi PMK

Gerakan yang dimulai sejak Mei 2013, ini diprakarsai oleh Heru Mugiarso, sastrawan asal Semarang, dan Sosiawan Leak, sastrawan asal Surakarta, Jawa Tengah. Sasaran gerakan ini adalah generasi muda (pelajar, mahasiswa), para pekerja seni, dan masyarakat umum. Dan untuk memperkuat gerakan, di setiap daerah dibentuk koordinator yang bertugas menyelenggarakan rangkaian acara roadshow PMK.[1]

Latar Belakang

Mencermati fenomena korupsi yang dewasa ini merebak di masyarakat, para penyair Indonesia dari berbagai pelosok daerah merespon secara konkret sesuai maqam-nya, dengan bergabung dalam sebuah gerakan bernama “Puisi Menolak Korupsi” (PMK). Gerakan yang mau tak mau harus dilakukan di tengah semakin sistemik dan canggihnya laku korupsi. Gerakan yang mendesak digulirkan sebagai sarana untuk mempresentasikan seruan moral kepada masyarakat, agar secara filosofis dan edukatif turut mewaspadai munculnya mental korupsi sejak dini, serta mencegah perilaku korup yang lebih akut.

Gerakan Puisi Menolak Korupsi mengambil posisi sebagai gerakan kultural, melengkapi gerakan lain yang dilakukan sejumlah unsur dari berbagai lapisan masyarakat berikut karaktar dan alat perjuangnya (hukum, politik, agama, jurnalistik, intelektual dan lain-lain). Gerakan ini pada hakikatnya menyatu dan padu dengan semua kekuatan yang beritikad mengawal proses perjalanan masyarakat membangun kehidupan bangsa dan negara yang berkeadilan dan lebih bermartabat. Secara signifikan, gerakan ini juga menjadi sarana bagi penyair untuk menyatakan sikap tegas, menolak perilaku korup.[2]

Pembiayaan

 
Ketua KPK, Abraham Samad, saat membacakan salah satu puisinya di gedung KPK

Sejak awal, Gerakan PMK telah berjalan sebagai gerakan yang bersifat nirlaba, independen dan mandiri (baik secara ideologi maupun ekonomi). Kemandirian ideologi dibuktikan dengan proses penerbitan antologi puisi yang senantiasa merujuk pada tema anti korupsi. Kemandirian ekonomi diwujudkan dalam melakukan iuran secara gotong-royong guna mendanai proses penerbitan antologi tersebut, murni atas biaya dari para penyair dengan mengutamakan asas kebersamaan dan transparansi. Kemandirian semacam itu juga menjadi dasar digulirkannya program kegiatan PMK lainnya, yakni Road Show Puisi Menolak Korupsi yang dilakukan secara mandiri dan otonomi di berbagai kota di Indonesia, dikoordinir oleh para penyair PMK yang mukim di kota tersebut.[3][4]

Para Penyair

Penyair PMK adalah para penyair Indonesia yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam gerakan Puisi Menolak Korupsi yang dimulai sejak Mei 2013. Dengan mengusung tema yang sama, antikorupsi, mereka menuangkan gagasan melalui penulisan puisi yang diterbitkan oleh Forum Sastra Surakarta.[5]

Perjalanan Roadshow

Kota-kota yang pernah disinggahi rangkaian roadshow PMK adalah sebagai berikut:

Bibliografi

Buku-buku yang sudah diterbitkan oleh Gerakan PMK antara lain:

  • Antologi Puisi Menolak Korupsi (85 penyair, Forum Sastra Surakarta, 2013)
  • Antologi Puisi Menolak Korupsi 2a (99 penyair, Forum Sastra Surakarta, 2013)
  • Antologi Puisi Menolak Korupsi 2b (98 penyair, Forum Sastra Surakarta, 2013)
  • Antologi Puisi Menolak Korupsi 3: Pelajar Indonesia Menggugat (286 pelajar, Forum Sastra Surakarta, 2014)
  • Memo Untuk Presiden (196 penyair, Forum Sastra Surakarta, 2014)

Lihat pula

Rujukan

Pranala luar