Ba Cụt
Lê Quang Vinh (1923 – 13 Juli 1956), lebih dikenal sebagai Ba Cụt ("Cụt" dalam bahasa Vietnam berarti "terputus" yang merujuk ke jarinya yang dia potong sendiri sebagian; Ba (nomor tiga dalam bahasa Vietnam) merujuk kepada dirinya yang merupakan anak kedua dalam keluarganya), adalah komandan militer sekte keagamaan Hòa Hảo, yang beroperasi dari Delta Mekong dan menguasai beberapa daerah Vietnam bagian selatan dari 1940-an hingga awal 1950-an.
Lê Quang Vinh | |
---|---|
Julukan | Ba Cụt |
Lahir | c. 1923 Long Xuyên, Vietnam, Indochina Perancis |
Meninggal | 13 Juli 1956 Cần Thơ, Vietnam Selatan |
Pengabdian | Hòa Hảo, yang sesekali beraliansi jangka pendek dengan banyak kelompok Vietnam lain |
Lama dinas | 1943/44–1956 |
Pangkat | Brigadir Jenderal |
Komandan | Komandan pasukan militer sekte keagamaan Hòa Hảo |
Ba Cụt dan pasukannya melawan Angkatan Darat Nasional Vietnam (bahasa Inggris: Vietnamese National Army, disingkat VNA), Việt Minh, dan gerakan keagamaan Cao Đài dari 1943 hingga penangkapannya pada 1956. Dikenal atas idiosyncrasies-nya, dia dianggap sebagai pemimpin yang mudah berubah pikiran dan kejam yang bertarung dengan tujuan ideologis yang sedikit. Julukannya diambil dari jari telunjuk kirinya yang dia potong sendiri (meskipun ada laporan yang keliru bahwa itu jari tengah atau "third cut finger"). Dia kemudian bersumpah untuk tidak mencukur rambutnya hingga komunis Việt Minh dapat dikalahkan. Ba Cụt sesekali beraliansi dengan berbagai macam faksi Vietnam dan Perancis. Dia selalu menerima dukungan materi yang ditawarkan sebagai imbalan untuk kerja samanya, meskipun kemudian membatalkannya, Perancis berurusan dengannya pada lima kesempatan. Posisi Perancis lemah karena pasukan militer mereka telah berkurang oleh Perang Dunia II, dan mereka mendapatkan kesulitan yang besar untuk menguasai kembali Indochina Perancis, yang telah ditinggal tanpa kekuasaan setelah kekalahan Jepang.
Pada pertengahan 1955, kesukaran menghampiri berbagai sekte, ketika Perdana Menteri Ngô Đình Diệm dari Negara Vietnam dan VNA dia mulai mengkonsolidasikan cengkeraman mereka di selatan. Ba Cụt dan sekutunya terdesak ke hutan belantara, dan posisi mereka terancam oleh serangan pemerintah. Setelah hampir setahun bertempur, Ba Cụt tertangkap. Dia dihukum mati dan dipenggal di depan umum di Cần Thơ.
Kehidupan awal dan latar belakang
Ba Cụt lahir kira-kira tahun 1923 di Long Xuyên,[1] kota daerah di Delta Mekong, di bagian selatan jauh Vietnam. Dia menjadi yatim di usia awal dan diadopsi keluarga petani setempat. Ba Cụt buta huruf dan dikenal sejak masa kecilnya sebagai orang yang temperamental dan berapi-api.[1] Sawah keluarganya disita oleh tuan tanah yang terkemuka,[1] ayah dari Nguyễn Ngọc Thơ. Pengalaman pribadi Ba Cụt yang pahit menjiwainya dengan kebencian yang kekal dan fanatik terhadap tuan tanah.[1] Thơ tumbuh menjadi politisi terkemuka pada 1950-an dan memainkan peran penting pada penangkapan dan eksekusi Ba Cụt di kemudian hari.[2] Aura misterius mengelilingi Ba Cụt selama hidupnya, sampai-sampai wartawan asing salah melaporkan bahwa Ba Cụt memotong jarinya sebagai bagian dari sumpahnya untuk mengalahkan Perancis. Ketika Ba Cụt semakin fanatik dalam keyakinan agamanya dan semakin lama berkumpul dengan orang-orang relijius di tempatnya, ayah Ba Cụt memintanya agar bekerja lebih giat di sawah keluarga. Ba Cụt yang pembangkang ini memotong jari telunjuknya, yang dia butuhkan untuk bekerja di sawah.[3]
Vietnam merupakan tempat yang hiruk-pikuk di masa muda Ba Cụt, khususnya di Delta Mekong. Pada 1939, Huỳnh Phú Sổ mendirikan gerakan keagamaan Hòa Hảo, dan dalam setahun mereka mendapatkan lebih dari 100,000 pengikut. Dia menarik sejumlah pengikut karena dua hal: ramalan dia mengenai Perang Dunia II dan penaklukan Asia Tenggara oleh Jepang, yang terbukti benar; dan pekerjaannya sebagai dukun—pasien-pasiennya mengklaim mereka sembuh secara ajaib dari segala macam penyakit setelah melihat dirinya, sementara obat-obatan Barat gagal.[4][5] Daya tarik cult-like Sổ membuat khawatir aparat kolonial Perancis.[6] Selama Perang Dunia II, Kekaisaran Jepang menginvasi dan menguasai Vietnam dari Perancis; kekalahan dan penarikan pasukannya di akhir perang pada tahun 1945 meninggalkan kekosongan kekuasaan di negara itu.[7]
Hòa Hảo membentuk tentara dan administrasi mereka sendiri selama perang, dan memulai negara de facto di benteng Delta Mekong mereka. Mereka berkonflik dengan Cao Đài, gerakan keagamaan lain, yang membanggakan tentara sendiri dan menguasai wilayah dekat sana di bagian selatan Vietnam di sekitar Tây Ninh.[8] Sementara itu, di Saigon, sindikat kejahatan Bình Xuyên mengatur banyak kota melalui milisi gengnya.[9] Tiga Kekuatan di selatan ini bersaing untuk menguasai Vietnam bagian selatan dengan pelaku utama: Perancis, yang mencoba untuk membangun kembali kekuasaan kolonial di negara ini; dan Việt Minh yang didominasi komunis dan memperjuangkan kemerdekaan Vietnam.[5]
Pada waktu itu, banyak kelompok bersaing untuk kekuatan—termasuk faksi masing-masing—terlibat dalam aliansi convenience yang sesekali dilanggar. Sejarawan David Elliott menulis: "Penyebab akhir paling penting dari penurunan Perancis adalah pada dasarnya alam yang tidak stabil dari aliansi politik yang mereka rancang ... Sejarah hubungan Perancis dengan sekte Hoa Hao adalah suatu ilustrasi yang menceritakan lubang perangkap dari perjanjian politik jangka pendek antara [dua] kekuatan yang memiliki konflik kepentingan jangka panjang."[a][10]
Hòa Hảo awalnya terlibat di bentrokan skala besar dengan Việt Minh tahun 1945, tetapi sejak pertengahan 1946 kedua kelompok telah menyetujui untuk berhenti berkelahi satu sama lain dan melawan Perancis sebagai gantinya. Namun, pada Juni 1946, Sổ semakin terasing dari pimpinan militernya dan memulai Dân Xã (Partai Sosial Demokrat).[10] Karena karismanya, Việt Minh melihat Sổ sebagai ancaman dan membunuhnya, meninggalkan Hòa Hảo tanpa pemimpin dan mengakibatkan pimpinan militer Sổ menempuh jalan yang berlainan. Keretakan ini mengakibatkan kenaikan jumlah kekerasan karena faksi Hòa Hảo yang berbeda terlibat dalam konflik satu sama lain.[11]
Karier
Ba Cụt bergabung dengan milisi Hòa Hảo ketika milisi ini dibentuk pada tahun 1943–44, dan menjadi komandan dalam setahun.[1] Dia ditakuti oleh musuhnya dan digambarkan sebagai "semacam Rasputin kurus"[12] yang mengklaim dirinya tak dapat mati.[13] Sejarawan dan penulis Bernard Fall, menyatakan: "Petani malang yang ada di bawah kekuasaan Ba Cut yang gila bernasib lebih buruk [dibanding mereka yang berada di bawah pemimpin militer lain], karena yang terakhir ini [Ba Cụt] dianugerahi untuk bersesuaian terhadap kekejaman yang luar biasa dan tidak memiliki perasaan atas kewajiban publik."[b][14] Jurnalis Amerika Joseph Alsop menggambarkan Ba Cụt sebagai "mabuk-perang".[c][15] Ba Cụt dikenal karena menciptakan suatu alat siksa yang aneh yang mengebor paku baja ke telinga korban,[16] alat yang dia gunakan untuk memeras warga desa dan tuan tanah kaya untuk mendanai pasukannya.[17] Dia dikatakan telah "mengatur perkawinan sementara antara pasukannya dengan gadis-gadis desa".[d][13] Dia menggalang dana dalam jumlah besar untuk Hòa Hảo dan dia sendiri secara personal dengan membebankan pedagang dan tuan tanah biaya yang tinggi untuk menghentikan perompak di daerah setempat. Kepala-kepala perompak yang diputus kemudian ditombak di pasak dan dipertontonkan ke masyarakat.[18]
Pada 1947, dia memimpin faksinya dari sekte itu setelah berbagai pimpinan militer mengejar kebijakan mereka sendiri terhadap Perancis dan Việt Minh Hồ Chí Minh setelah kematian Sổ. Pada waktu itu, Perancis berada dalam keadaan bangkrut setelah Perang Dunia II dan mengalami kesulitan besar dalam usahanya membangun kembali kekuasaan atas koloni-koloninya.[19] Ba Cụt hanya memiliki 1,000 pasukan di lima batalyon pada waktu itu, lebih sedikit dibanding 5% pasukan Hòa Hảo, sementara Trần Văn Soái memiliki 15,000 pasukan.[20] Perancis mencoba untuk mempertahankan posisinya dengan strategi devide et impera terhadap Hòa Hảo.[20] Mereka membujuk Soái untuk bergabung dengan mereka dan menjadikannya sebagai pemimpin Hòa Hảo. Pada 1948, Ba Cụt berhimpun ke Perancis dan Soái, tetapi memisahkan diri lagi sesaat setelahnya, berpindah ke Provinsi Đồng Tháp dan melanjutkan aktivitas militernya melawan Perancis.[20]
Pada 1950, Ba Cụt terlibat dalam pertempuran dengan pemimpin Hòa Hảo lainnya, Nguyễn Giác Ngộ. Dia kalah dan terdesak dari distrik Chợ Mới bulan Februari, memancing Soái untuk menyerang Ngo.[20][21] Ba Cụt lalu pindah ke Thốt Nốt dan mulai menyerang warga sipil dan pasukan Perancis di sana.[20] Perancis melihat perselisihan ini sebagai peluang untuk memecah Hòa Hảo dan mendapatkan sekutu anti-Việt Minh, dan menawarkan bantuan materi, yang Ba Cụt terima.[21] Ba Cụt berulang kali membuat perjanjian dengan pasukan kolonial Perancis untuk melawan Việt Minh dengan imbalan senjata dan uang, tetapi dia melanggar janjinya di akhir-akhir dan kadang bertempur melawan Cao Đài, alih-alih komunis. Dia membuat lima kesepakatan serupa dengan Perancis, tetapi dia mebut he membuang tanggung jawab militernya tiap kali.[14][22] Dapat dikatakan bahwa Ba Cụt terkadang melanggar atas dorongan Soái, yang masih bersekutu dengan Perancis, tetapi dipercaya malah memberikan Ba Cụt senjata untuk melawan Perancis.[13] Perancis melanjutkan untuk to menyediakan dia bantuan meski ada ketidaksetiaan dia dan tak dapat diandalkannya karena mereka kekurangan personel untuk berpatroli ke semua Vietnam tetapi memiliki peralatan yang lebih.[10] Beberapa sejarawan mengklaim aktivitas anti-Perancis Ba Cụt tidak ditanggapi serius karena dia dapat melewati pos penjagaan Perancis tanpa kesulitan. Ada juga laporan bahwa dia ditemani agen intelijen Perancis selama periode ketika dia berlawanan dengan Perancis.[23] Komandan Hòa Hảo lainnya secara umum memiliki pandangan yang sama dengan Ba Cụt; mereka berhadapan dengan Việt Minh karena pembunuhan Sổ, dan kadang bertempur bersama dan menerima bantuan dari Perancis, tetapi terkadang mereka menjadi apatis dan menolak untuk menyerang.[11][21]
Kejadian paling penting atas Ba Cụt meninggalkan pertempuran melawan Việt Minh ada di pertengahan 1953. Ketika itu, pasukannya tengah membantu untuk mempertahankan kota kawasan Delta Mekong Mỹ Tho, tetapi Perancis memutuskan untuk memberikan kekuatan militer kepada sekutu mereka yang lebih mainstream, Angkatan Darat Nasional Vietnam (bahasa Inggris: Vietnamese National Army, disingkat VNA). Ketika Perancis mencoba melemahkan posisinya, ketegangan dengan Ba Cụt bertambah. Pada 25 Juni, pemimpin Hòa Hảo itu memerintahkan orang-orangnya untuk mengevakuasi basis mereka yang disuplai Perancis; mereka mengambil senjata mereka dan menghancurkan kamp.[11] Ba Cụt lalu menarik pasukannya dari sederetan pos militer di Đồng Tháp Mười dan kabur ke Châu Đốc di ujung selatan negara itu.[24] Hasilnya, kehadiran Perancis di Delta Mekong sangat berkurang dan Việt Minh mendapatkan keuntungan substansial di area itu.[25] Akhirnya, kekalahan Perancis di Điện Biên Phủ pada Mei 1954 menandai berakhirnya Indochina Perancis.[26]
Ketika Konferensi Jenewa pada Juli 1954 memaksa Perang Indochina Pertama, Vietnam Utara diberikan kepada Việt Minh-nya Hồ Chí Minh, dan bagian selatan diberikan kepada Negara Vietnam. Untuk menyatukan kembali negara itu, pemilihan nasional dijadwalkan tahun 1956, menyusul penarikan diri Perancis dari Indochina.[27] Pembagian Vietnam membuat marah Ba Cụt dan dia bersumpah untuk tidak mencukur rambutnya hingga negaranya bersatu kembali. Dengan pengalaman bertempur melawan Việt Minh sejak 1947, kritik mendasar Ba Cụt kepada pemerintahan Negara Vietnam di bawah Perdana Menteri Ngô Đình Diệm berasal dari keyakinannya bahwa Diệm terlalu pasif dalam penolakannya atas pembagian negara itu, dan separuh negara tidak seharusnya jatuh ke tangan komunis.[28]
Pada pertengahan 1954, Jenderal Nguyễn Văn Hinh, Kepala VNA Negara Vietnam, mengumumkan bahwa dia tidak menghormati kepemimpinan Perdana Menteri Diệm, dan bersumpah untuk menjatuhkannya. Kup itu tidak pernah terjadi dan Hinh diasingkan,[29] tetapi dia sempat menunjuk Ba Cụt menjadi kolonel di VNA untuk melemahkan Diệm, atas dasar panglima Hòa Hảo ini secara terbuka merendahkan perdana menteri itu.[30] Pada Agustus, Ba Cụt dan 3,000 pasukannya membelot dari VNA dan meninggalkan pangkalan Thốt Nốt untuk menuju ke hutan belantara, dan bertempur melawan orang-orang yang sepintas menjadi kawan mereka; hal ini membuatnya bertentangan dengan sebagian besar pemimpin Hòa Hảo lainnya, yang menerima bayaran pemerintah untuk menggabungkan pasukan mereka ke dalam VNA.[31][32] Operasi Ecaille,[33] serangan militer awal oleh VNA melawan Ba Cụt menemui kegagalan kemungkinan karena detail serangan yang direncanakan pasukannya dibocorkan ke Ba Cụt oleh Soái, anggota Hòa Hảo yang berada di National Defence Committee (Komite Pertahanan Nasional).[34]
Selama masa transisi antara penandatanganan Penandatanganan Jenewa dan pemilihan untuk penyatuan negara yang direncanakan, Vietnam Selatan berada dalam kekacauan karena VNA mencoba untuk menaklukan faksi otonom yang tersisa dari milisi Hòa Hảo, Cao Đài, dan Bình Xuyên. Pada awal 1955, selama pertempuran dengan pasukan Cao Đài dari Trình Minh Thế, setelah perselisihan atas penguasaan kawasan That Son, Ba Cụt terluka di insiden itu. Thế mengaku telah mencoba inisiasi perundingan damai dengan Ba Cụt, tetapi tidak mendapatkan balasan, jadi dia memutuskan untuk menangkap rivalnya itu. Dia mengirim beberapa pengikut militannya untuk menyusup ke dalam pasukan Ba Cụt dan mencoba untuk menangkap pemimpin Hòa Hảo itu. Ketika mereka menemukan Ba Cụt dan mengepungnya, dia menolak untuk menyerah tetapi malah mencoba kabur.[33] Ba Cụt terluka parah oleh sebutir peluru yang menembus dadanya. Dia tampak sekarat tetapi satu helikopter Angkatan Udara Perancis menghampirinya dan mengantarnya ke rumah sakit kolonial. Dia kembali pulih tetapi untuk sementara pertempuran terhenti.[35] Laporan lain mengklaim kedua pemimpin militer ini memiliki hubungan yang baik dan sedang bertukar misi diplomatik, tetapi bentrokan terjadi disebabkan oleh salah satu ajudan Ba Cụt menyebut salah satu utusan dengan cara yang kasar, dan cedera yang dialaminya tidak parah.[33] Sumber lain menyatakan bahwa reaksi dari utusan Thế sudah direncanakan dan klaim penembakan terjadi untuk merespons kekasaran hanya dalih untuk percobaan pembunuhan. Menurut teori ini, Thế, yang unitnya digabungkan ke dalam VNA-nya Diệm, telah diperintahkan untuk menargetkan Ba Cụt. Ini diduga dilakukan atas perintah agen CIA Edward Lansdale, yang mencoba untuk membantu Diệm mengamankan kekuasaannya pada waktu itu. Lansdale dituduh telah gagal pada usaha sebelumnya untuk menyogok Ba Cụt untuk menghentikan aktivitasnya.[33]
Setelah itu, saat Perancis bersiap-siap untuk menarik diri dari Indochina, pejabat senior Perancis memulai untuk melemahkan kepemimpinan Diệm dan usaha-usahanya untuk menstabilkan Vietnam Selatan.[36] VNA kemudian melibatkan Perancis dalam penyelenggaraan weapons air drops ke Ba Cụt, mendorong protes dari pemerintahan Diệm.[37] Diệm mengeluh kepada seorang jenderal Perancis, menuduh bahwa orang-orang Ba Cụt menggunakan peralatan Perancis yang lebih canggih daripada yang diberikan kepada VNA.[38] Hòa Hảo menuduh Diệm berkhianat dalam negosiasinya dengan berbagai kelompok. Mereka meminta perdana menteri dengan penggabungan pasukan Thế ke dalam VNA dengan imbalan mereka diperbolehkan menyerang Ba Cụt dengan bantuan VNA, dan bagian ini dalam kesepakatan dirahasiakan. Mereka memperingatkan bahwa pemimpin Hòa Hảo lainnya yang telah berhenti bertempur dapat bergabung dengan Ba Cụt, dan mengajukan banding ke sponsornya dari Amerika Serikat. Sebagai tanggapan, Ba Cụt menyergap satu unit VNA di Long Mỹ, membunuh tiga prajurit dan mencederai tiga puluh lainnya.[39]
Pertahanan terakhir melawan Diệm
Pada 1955, Diệm mencoba untuk menggabungkan pasukan Hòa Hảo yang tersisa ke dalam VNA. Ba Cụt merupakan satu dari empat pemimpin militer Hòa Hảo yang menolak tawaran pemerintah pada 23 April,[40] dan melanjutkan untuk beroperasi secara mandiri.[41] Pada satu kesempatan, Cao Đài, Hòa Hảo, dan Bình Xuyên membentuk suatu aliansi bernama United Front, dalam rangka untuk menekan Diệm untuk menanggalkan kekuasaannya;[42] Ba Cụt dijadikan komandan militer senior.[43] Namun, ini memiliki sedikit arti karena berbagai unit masih otonom satu sama lain, dan United Front lebih seperti barang pameran dibanding sebuah cara untuk memfasilitasi aksi yang terkoordinasi, dan tidak memperkuat ancaman militer dengan cara apapun terhadap Diệm. Pemimpin-pemimpinnya curiga satu sama lain dan sering mengirim bawahan dalam rapat-rapat.[44] Awalnya, wakil Amerika dan Perancis di Vietnam berharap bahwa Diệm akan mengambil peran seremonial dan memperbolehkan pemimpin sekte—termasuk Ba Cụt—untuk memegang posisi pemerintah.[45] Namun, Diệm menolak untuk membagi kekuasaan dan meluncurkan serangan tiba-tiba terhadap Ba Cụt di Thốt Nốt pada 12 Maret, membombardir kawasan itu. Pertempurannya tidak dimenangi siapapun dan kedua pihak menyalahkan satu sama lain karena membuat ketidakstabilan dan mengacaukan situasi.[46] Diệm lalu menyerang pangkalan Saigon dari Bình Xuyên akhir April, dengan cepat menghancurkan mereka.[47]
Selama pertempuran, Hòa Hảo mencoba untuk membantu Bình Xuyên dengan menyerang kota dan pasukan pemerintah di daerah pedalaman Delta Mekong. Pasukan Ba Cụt, yang juga dibuat marah oleh penangkapan rekan-rekannya, memblokade sungai Mekong dan Bassac dan melancarkan pengepungan terhadap beberapa kota, termasuk Sa Đéc, Long Xuyên, dan Châu Đốc, melumpuhkan ekonomi kawasan tersebut.[38][48] Hòa Hảo menutup beberapa jalan penting di kawasan itu dan menghentikan aliran hasil pertanian dari kawasan paling subur di negara itu ke ibu kota, menyebabkan harga pangan naik 50%,[49] sementara daging dan sayur-mayur menjadi langka. Ba Cụt lalu menyerang satu batalyon pasukan VNA di selatan Sa Đéc.[49] Setelah itu, mereka segera kabur ke tempat perlindungan Hòa Hảo di tepi sungai Bassac. Setelah memperkuat pangkalan mereka, Hòa Hảo melanjutkan untuk menembakkan mortar menyebrangi sungai ke kota Cần Thơ, yang berada di sisi lain sungai itu.[38] Pada masa ini, United Front secara terbuka menuduh Diệm mencoba untuk menyogok Ba Cụt dengan 100 juta piaster.[50]
Dengan kalahnya Bình Xuyên, Diệm memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Hòa Hảo. Hasilnya, pertempuran antara pasukan pemerintah dipimpin Jenderal Dương Văn Minh dan pasukan Ba Cụt dimulai di Cần Thơ pada 5 Juni. Lima batalyon Hòa Hảo menyerah seketika; Ba Cụt dan tiga pemimpin yang tersisa kabur ke perbatasan Kamboja di akhir bulan.[34][38] Prajurit-prajurit dari tiga pemimpin lainnya itu kemudian menyerah, tetapi orang-orang Ba Cụt meneruskan hingga akhir,[34] mengklaim kesetiaan kepada Kaisar Bảo Đại. Diệm menanggapinya dengan mengganti pejabat resimen pribadi Bảo Đại dengan orang-orangnya dan menggunakan satuan kerajaan untuk menyerang pemberontak Ba Cụt dekat Hà Tiên dan Rạch Giá, melebihi jumlah Hòa Hảo setidaknya lima kali lipat.[38][51] Mengetahui bahwa mereka tidak dapat mengalahkan pasukan pemerintah di peperangan konvensional terbuka, pasukan Ba Cụt menghancurkan pangkalan mereka sendiri sehingga VNA tidak dapat menggunakan sumber daya yang mereka tinggalkan dan kabur menuju hutan belantara.[52] Sebanyak 3.000 pasukan Ba Cụt menghabiskan waktu hingga akhir 1955 menghindari 20.000 pasukan VNA yang dikerahkan untuk menumpas mereka.[52] Hadiah sebesar satu juta piaster dijanjikan untuk kepala Ba Cụt, yang menghamburkan jejak uang di hutan, berharap pengejarnya teralihkan, tetapi tidak berhasil.[53] Komunis mengklaim dalam sejarah yang ditulis berdekade kemudian bahwa Ba Cụt mencoba untuk membentuk sebuah aliansi dengan mereka, tetapi pembicaraannya terputus beberapa bulan kemudian.[54]
Meskipun situasi militernya lemah, Ba Cụt berusaha untuk mengganggu keberlangsungan referendum yang penuh kecurangan yang Diệm telah menetapkan untuk memecat Bảo Đại sebagai kepala negara.[55] Ba Cụt menyebarkan pamflet yang mengutuk Diệm sebagai boneka Amerika, menegaskan bahwa perdana menteri itu akan "meng-Katolik-kan" negaranya;[56] referendum itu didanai sebagian oleh pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi Katolik Roma.[57] Diệm mendapat dukungan penuh dari politisi Katolik Roma Amerika dan Kardinal Francis Spellman yang berkuasa dan kakaknya, Pierre Martin Ngô Đình Thục, adalah Uskup Agung Huế.[58] Ba Cụt dengan jeli mencatat bahwa referendum itu adalah cara "Diem untuk mengumpulkan orang-orang dari semua kota dan memaksa mereka untuk mempertunjukkan satu tujuan: untuk memecat Bao Dai dan menyatakan boneka Diem sebagai kepala negara Vietnam."[e][57] Pada hari pemungutan suara, orang-orang Cụt mencegah voting di kawasan perbatasan yang mereka kuasai,[59] dan memberanikan diri keluar dari hutan untuk menyerang tempat pemungutan suara di Cần Thơ.[60] Meskipun ada gangguan, Diệm secara curang dipercaya dengan lebih dari 90% dukungan di teritori yang dikuasai Hòa Hảo, dan kemenangan nyaris mutlak tercatat di area itu.[61][62] Hasil ini sama di kawasan lain di seluruh negara, dan Diệm berhasil menyingkirkan Bảo Đại.[61]
Pada akhirnya, Ba Cụt terkepung, dan berusaha untuk membuat kesepakatan damai dengan pemerintahan Diệm untuk menghindari dijadikan tawanan. Ba Cụt mengirim pesan ke Nguyễn Ngọc Thơ, pejabat publik yang mengawasi pihak sipil dari kampanye melawan Hòa Hảo, meminta untuk negosiasi sehingga anak buahnya dapat bergabung ke masyarakat umum dan angkatan bersenjata negara itu. Thơ setuju untuk bertemu Ba Cụt sendirian di hutan, dan meskipun takut jika pertemuan itu merupakan jebakan Hòa Hảo, dia tidak disergap. Namun, Ba Cụt mulai meminta konsesi tambahan dan pertemuan berakhir buntu.[63] Menurut sejarawan Hue-Tam Ho Tai, antipati seumur hidup Ba Cụt terhadap keluarga Thơ mempengaruhi perilakunya di saat-saat terakhirnya ini.[2] Ba Cụt ditangkap oleh patroli pada 13 April 1956,[34] dan pasukannya yang tersisa dikalahkan di pertempuran.[16][53]
Pengadilan dan eksekusi
Pemerintahan Diệm mengadili Ba Cụt. Selama proses, Ba Cụt melepas kausnya dengan dramatis memperlihatkan lukanya yang dia peroleh ketika melawan kaum komunis kepada public gallery. Menurut dia, ini adalah bukti kesetiaannya kepada nasionalisme Vietnam. Dia menantang siapa saja yang menandingi jumlah lukanya. Namun, sang hakim tidak terkesan. Ba Cụt dinyatakan bersalah atas beberapa pembunuhan dan dihukum mati.[16] Penasihat Diệm, Kolonel Edward Lansdale dari CIA, adalah salah seorang yang tidak terima atas keputusan itu. Lansdale merasa bahwa eksekusi akan menodai Diệm—yang telah mengumumkan Republik Vietnam (yang secara umum dikenal sebagai Vietnam Selatan) dan menyatakan dirinya sebagai Presiden—dan menimbulkan kebencian bagi pengikut Ba Cụt'.[34] Ngô Đình Nhu, adik lelaki Diệm' dan kepala penasihat, menolak penangguhan hukuman mati karena tentara, khususnya Minh, menentang adanya pengampunan. Namun, beberapa seksi dari publik selatan bersimpati kepada Ba Cụt.[64]
Ba Cụt dipenggal di depan umum[16][65] pada tangggal 13 Juli 1956, di Cần Thơ.[40] Jenazahnya kemudian dipotong dadu dan dikubur secara terpisah.[54] Beberapa pengikutnya, dipimpin oleh wakilnya yang keras bernama Bảy Đớm, kabur ke daerah kecil di sebelah batas negara Kamboja, tempat mereka bersumpah tidak akan beristirahat sampai dendam Ba Cụt terbalaskan.[28] Banyak dari pengikutnya yang kemudian bergabung ke Việt Cộng—gerakan yang menggantikan Việt Minh yang pemimpin mereka telah bertempur dan mengangkat senjata melawan Diệm.[28]
Catatan
- ^ Asli: "[T]he most important eventual cause of the French decline was the inherently unstable nature of the political alliances they had devised ... [T]he history of the French relations with the Hoa Hao sect is a telling illustration of the pitfalls of short-term political deals between forces whose long-term interests conflict."
- ^ Asli:"The hapless farmers who were under the rule of the maniacal Ba Cut fared worse [than those under other military leaders], for the latter [Ba Cụt] was given to fits of incredible cruelty and had no sense of public duty."
- ^ Asli: "war-drunk".
- ^ Asli: "arranged temporary marriages between his troops and village girls"
- ^ Asli: "for Diem to gather the people from all towns and force them to demonstrate one goal: to depose Bao Dai and proclaim the puppet Diem as the chief-of-state of Vietnam."
Referensi
- ^ a b c d e Tai, p. 130.
- ^ a b Tai, p. 196.
- ^ Trần, Lê Quang Vinh
- ^ Buttinger, p. 255.
- ^ a b Karnow, pp. 158–59.
- ^ Fall, pp. 151–52.
- ^ Karnow, pp. 155–59.
- ^ Karnow, pp. 147, 158–59.
- ^ Jacobs, pp. 54, 61.
- ^ a b c Elliott, p. 73.
- ^ a b c Elliott, p. 74.
- ^ Buttinger, p. 654.
- ^ a b c Blagov, p. 50.
- ^ a b Fall, pp. 153–57.
- ^ Hammer (1955), p. 348.
- ^ a b c d Moyar, p. 65
- ^ Lansdale, p. 152.
- ^ Blagov, p. 41.
- ^ Karnow, p. 203.
- ^ a b c d e Blagov, p. 49.
- ^ a b c Tai, p. 164.
- ^ Buttinger, p. 1064.
- ^ Blagov, p. 51.
- ^ Elliott, p. 79.
- ^ Elliott, p. 81.
- ^ Jacobs, pp. 38–43.
- ^ Jacobs, p. 40.
- ^ a b c Warner, pp. 105–07.
- ^ Jacobs, p. 62.
- ^ Lansdale, p. 148.
- ^ Buttinger, p. 1104.
- ^ Blagov, p. 86.
- ^ a b c d Blagov, p. 87.
- ^ a b c d e Jacobs, p. 84.
- ^ Lansdale, p. 199.
- ^ Jacobs, pp. 70–78.
- ^ Lansdale, p. 222.
- ^ a b c d e Lansdale, pp. 313–15.
- ^ Blagov, p. 94.
- ^ a b Buttinger, pp. 888–89.
- ^ Moyar, p. 49.
- ^ Jacobs, p. 70.
- ^ Lansdale, pp. 246–47.
- ^ Blagov, p. 104-05.
- ^ Lansdale, p. 252.
- ^ Blagov, pp. 107–08.
- ^ Jacobs, pp. 72–77.
- ^ Blagov, p. 126.
- ^ a b Blagov, p. 131.
- ^ Blagov, p. 141.
- ^ Blagov, p. 203.
- ^ a b Moyar, pp. 53–54.
- ^ a b Doyle, p. 131.
- ^ a b Blagov, p. 206.
- ^ Jacobs, p. 95.
- ^ Chapman, p. 701.
- ^ a b Chapman, p. 700.
- ^ Jacobs, pp. 20–35.
- ^ Buttinger, pp. 890–92.
- ^ Chapman, p. 698.
- ^ a b Moyar, p. 55.
- ^ Fall, p. 257.
- ^ Lansdale, p. 322.
- ^ Hammer (1987), p. 74.
- ^ Pham, p. 85.
Daftar pustaka
- Blagov, Sergei (2001). Honest Mistakes: The Life and Death of Trình Minh Thế (1922–1955): South Vietnam's Alternative Leader. Huntingdon, New York: Nova Science Publishers, Inc. ISBN 1-56072-973-2.
- Buttinger, Joseph (1967). Vietnam: A Dragon Embattled. Praeger Publishers.
- Chapman, Jessica (September 2006). "Staging Democracy: South Vietnam's 1955 Referendum to Depose Bao Dai". Diplomatic History. 30 (4): 671–703. doi:10.1111/j.1467-7709.2006.00573.x.
- Doyle, Edward; Lipsman, Samuel; Weiss, Stephen (1981). Passing the Torch. Boston, Massachusetts: Boston Publishing Co. ISBN 0-939526-01-8.
- Elliott, David W. P. (2003). The Vietnamese War: Revolution and Social Change in the Mekong Delta, 1930–1975. Armonk, New York: M. E. Sharpe. ISBN 0-7656-0602-X.
- Fall, Bernard B. (1963). The Two Viet-Nams: A Political and Military Analysis. Praeger Publishers.
- Hammer, Ellen J. (1955). The Struggle for Indochina, 1940–1955. Stanford, California: Stanford University Press.
- Hammer, Ellen J. (1987). A Death in November: America in Vietnam, 1963. New York City: E. P. Dutton. ISBN 0-525-24210-4.
- Jacobs, Seth (2006). Cold War Mandarin: Ngo Dinh Diem and the Origins of America's War in Vietnam, 1950–1963. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield. ISBN 0-7425-4447-8.
- Karnow, Stanley (1997). Vietnam: A History. New York City: Penguin Books. ISBN 0-670-84218-4.
- Lansdale, Edward Geary (1991). In the Midst of Wars: An American's Mission to Southeast Asia. Fordham University Press. ISBN 0-8232-1314-5.
- Moyar, Mark (2006). Triumph Forsaken: The Vietnam War, 1954–1965. New York City: Cambridge University Press. ISBN 0-521-86911-0.
- Pham, David Lan (2000). Two Hamlets in Nam Bo: Memoirs of Life in Vietnam Through Japanese Occupation, the French and American Wars, and Communist Rule, 1940–1986. Jefferson, North Carolina: McFarland. ISBN 0-7864-0646-1.
- Tai, Hue-Tam Ho (1983). Millenarianism and peasant politics in Vietnam. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. ISBN 0-674-57555-5.
- Trần Nguơn Phiêu (2005). "Lê Quang Vinh, Loạn tướng hay anh hùng?".
- Warner, Denis (1964). The Last Confucian: Vietnam, South-East Asia, and the West. Sydney: Angus and Robertson.