Kauditan, Minahasa Utara

kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara

Kauditan adalah sebuahkecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia. Di kecamatan ini terdapat 12 desa yaitu : Tumaluntung, Paslaten, Lembean, Kaasar, Karegesan, Kaima, Treman, Kawiley,Kauditan, Kauditan, Watudambo, Watudambo II.

Kauditan
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Utara
KabupatenMinahasa Utara
Pemerintahan
 • CamatDrs.Fentje. U Warouw
Populasi
 • Total- jiwa
Kode Kemendagri71.06.02 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS7106020 Edit nilai pada Wikidata
Luas- km²
Kepadatan- jiwa/km²
Desa/kelurahan10
Peta
PetaKoordinat: 1°22′29″N 125°1′44″E / 1.37472°N 125.02889°E / 1.37472; 125.02889

sejarah desa

Desa Kauditan I adalah nama desa yang ke enam setelah nama desa TUWAA, MATANI, KARONDORAN, KAWANGKOAN dan TEMBOAN. KAUDITAN dari asal kata “MA-Unit” atau “Maudit-uditan” yang artinya BERSATU dan BERUSAHA SUNGGUH-SUNGGUH. Demikianlah gagasan dari Petrus Ngantung sebagai Kapala Wanua (Tua Um Banua).

Dahulu kala 300 meter dari jantung desa yang sekarang, tepatnya di lokasi pekuburan umum Desa Kauditan, disanalah berasalnya desa tertua yang dinamakan Tuwaa. Tuwaa artinya tempat tujuan dari kelompok keluarga, yang ditempat itulah mereka bermukim dengan di pimpin oleh Kuriken sebagai Wadian. Sekitar Tahun 1847 penduduk dilanda penyakit sampar sehingga banyak penduduk yang meninggal dunia. Oleh kuriken sebagai Wadian berusaha keras dimana saat kritis itu berupayalah mencega penyakit tapi sia-sia sehingga Kuriken memanggil semua tua-tua mengadakan musyawarah untuk diperoleh pendapat untuk mencegah akibat lebih parah lagi kemungkinan terjadi. Dimpodus Ngantung bertindak sebagai Tonaas dengan mengambil keputusan untuk Kumaset artinya panda tempat. Dan hal ini oleh Kuriken memerintahkan kepada penduduk agar meninggalkan kampung Tuwaa untuk selanjutnya kearah utara 100 meter dan disitulah nama desa mereka namkan MATANI yang artinya pemukiman baru.

Setelah bertahun-tahun penduduk menempati seda ini, merasa amanlah penduduk sehingga nama desa mereka namakan KARONDORAN yang artinya sudah betul-betul. Sementara itu penduduk semakin pula bertambah dan pemukiman diperpanjang kearah utara sampai dimana sekarang dinamakan Lorong Pasungkudan. Persatuan kekeluargaan pada masa itu lebih erat, adat istiadat tetap membudaya bagi penduduk masa itu.

Sifat-sifat gotong royong menjadi dasar utama bagi penduduk. Rasa jiwa Mapalus itu terpatri selalu dihati masyarakat yang sering dan dipelopori oleh orang-orang tua yang dibawah pengaruh Petrus Ngantung. Saat ini Petrus Ngantung diangkat menjadi Kepala Wanua disebut Tu’a Um Banua yang kita kenal dengan hokum tua yang pada akhirnya istilah tersebut menjadi “HUKUM TUA” dimana pengertian semua istiah tersebut sama yaitu PELINDUNG (Kepala adat).