Teguh Esha
Teguh Slamet Hidayat Adrai atau lebih dikenal dengan nama Teguh Esha (lahir 8 Mei 1947) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Teguh merupakan penulis novel Ali Topan anak jalanan yang pernah difilmkan pada tahun 1977 dengan judul sama, yang dibintangi oleh Junaedi Salat, Yati Octavia, Titiek Sandhora, dan lain-lain. Film ini disutradarai oleh Teguh sendiri.[1][2]
Teguh Esha | |
---|---|
Berkas:Teguh Esha.jpg | |
Lahir | 8 Mei 1947 Banyuwangi, Jawa Timur |
Pekerjaan | Sastrawan, Wartawan |
Suami/istri | Ratnaningdiah Indrawati SB |
Kehidupan pribadi
Bernama lahir di Banyuwangi, dibesarkan di Bangil, Jawa Timur. Masa kecilnya diisi dengan membaca komik silat, komik wayang karya R.A. Kosasih, dan novel-novel detektif. Selepas kelas 5 sekolah dasar, ia pindah ke Jakarta atas permintaan kakak iparnya, Mohamad Saleh, yang seorang diplomat dan ayah dari sutradara Rizal Mantovani. Setamat SMA 9 Jakarta, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Sipil Universitas Trisakti pada tahun 1966, tapi hanya bertahan dua semester.[3]
Awalnya terjun menjadi penulis ketika pada suatu malam. pemimpin redaksi Utusan Pemuda, Dadi Honggowongso menginap di rumahnya sambil membawa surat kabarnya. Ia membaca cerita pendek yang ada di koran itu dan kemudian mengkritik cerpen yang di muat. Kritikan Teguh tersebut membuat Dadi gusar dan balik menantangnya. Semalam suntuk ia menulis cerpen untuk membuktikan bahwa cerpen karyanya lebih baik. Setelah jadi, cerita itu ia serahkan kepada Dadi, yang ternyata memuatnya pada edisi Minggu. Pada masa itulah novel pertamanya, Gairah, dimuat di Utusan Pemuda.[4]
Ketika berkuliah di Fakultas Publisistik Universitas Prof Dr Moestopo Jakarta, ia bertemu dengan Deddy Armand, redaktur majalah Stop. Deddy memintanya menulis apa saja di majalahnya. Hal ini memacunya untuk menulis banyak cerita bersambung. Karena begitu produktifnya, ia mempunyai banyak nama samaran seperti Jonjon van Papagoyang dan Peranginanginan. Cerita bersambung pertamanya adalah Ali Topan Anak Jalanan yang melegenda, mulai terbit di majalah itu pada 14 Februari 1972.[5]
Kebesaran nama Teguh Esha tak lepas dari salah seorang mentor dalam karier kepenulisannya yaitu Asbari Nurpatria Krisna sehingga gaya kepenulisannya bergaya sastra-jurnalistik, yang mengolah fakta menjadi fiksi. Kala itu, Asbari menyarankanya untuk menjadi wartawan terlebih dahulu, baru kemudian menjadi sastrawan untuk memperkaya karakter tokoh dalam novelnya. Meskipun menjadi sastrawan ia tempatkan sebagai kerja sampingan, tapi ia mampu menulis cukup produktif. Satu novel dapat ia selesaikan dalam waktu dua bulan. Bersama Djoko dan Kadjat, ia menerbitkan majalah Sonata dan menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi (1971-1973). Kemudian ia menerbitkan majalah Le Laki, menjabat sebagai pemimpin redaksi (1974-1977). Di majalah inilah ia menulis cerita bersambung ‘Dewi Besser’.
Tahun 1977, ia kembali mengangkat cerita Ali Topan Anak Jalanan ke dalam sebuah novel, yang diterbitkan oleh penerbit Cypress. Penerbitan ‘Ali Topan Anak Jalanan’ pada tahun itu meledak. Dalam jangka waktu enam bulan, novel itu telah dicetak empat kali. Popularitas Teguh Esha semakin terdongkrak oleh munculnya film Ali Topan Anak Jalanan (1977) dengan bintang utama Junaedi Salat dan Yati Octavia.
Setahun kemudian, ia menulis lagu yang dinyanyikan Franky Sahilatua dan Jane Sahilatua dalam album Balada Ali Topan. Sampulnya merupakan hasil sketsa komikus Jan Mintaraga. Di tahun yang sama, ia menerbitkan Ali Topan Detektif Partikelir dan pada tahun 1979 muncul film Ali Topan Detektif Partikelir turun ke Jalan dengan bintang aktor Widi Santoso. Ali Topan Anak Jalanan sendiri pernah muncul sebagai sinetron sepanjang 26 episode pada 1996, dibintang Ari Sihasale. Pada tahun 2000, ia kembali menerbitkan novel Ali Topan Wartawan Jalanan.
Karakter Ali Topan, yang digambarkan olehnya adalah pemuda lulusan sekolah menengah atas yang menolak melanjutkan kuliahnya sesuai kehendak orang tuanya. Latar belakang keluarga Ali Topan sendiri keluarga berantakan. Ayahnya berselingkuh, ibunya menjadi tante girang. Rumah baginya bukanlah tempat tinggal yang nyaman, sehingga akhirnya ia pun meninggalkan rumah dan menggelandang di jalanan. Ali Topan melawan segala ketidakadilan dan mempertanyakan segala yang dirasanya. Berani bila benar dan takut bila salah. Ali Topan sendiri sebenarnya merupakan tetralogi. Selain dua yang sudah terbit, ada dua lagi yang masih dalam bentuk manuskrip, berjudul Ali Topan Santri Jalanan dan Ali Topan Rock and Road.
Teguh menikah pada tahun 1980 dengan Ratnaningdiah Indrawati Santoso Brotodihardjo, cucu Soeratin Sosrosoegondo, tokoh sepak bola Indonesia, dan dikaruniai tujuh anak. Kini ia bersama keluarga tinggal menetap di daerah Bintaro, Jakarta Selatan. Pada masa tuanya, Teguh masih kerap menyambangi acara-acara sastra di wilayah Jakarta. Saat sakit beberapa tahun lalu, musisi Jodhi Yudono sempat memberi penghiburan dengan nyanyian puisi.