[2]Tentara Keamanan Rakyat (atau biasa disingkat dengan TKR) adalah sebuah nama angkatan perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. TKR dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 berdasarkan maklumat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.[3] TKR dibentuk dari hasil peningkatan fungsi Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang sudah ada sebelumnya dan tentara intinya diambil dari bekas PETA.[4]

Tentara Keamanan Rakyat
Didirikan5 Oktober 1945
Dibubarkan26 Januari 1946
(diubah namanya menjadi Tentara Republik Indonesia)
Markas besarYogyakarta
Kepemimpinan
Menteri PertahananAmir Sjarifudin[1]
Panglima BesarJenderal Soedirman
Artikel terkait
Operasi militerPerang Kemerdekaan Indonesia
Pertempuran 10 November 1945
Palagan Ambarawa
Jenjang pangkatPangkat Tentara Keamanan Rakyat

Pembentukan angkatan perang ini bertujuan untuk mengatasi situasi yang mulai tidak aman, akibat kedatangan kembali tentara sekutu ke Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

TKR terdiri dari TKR Darat, TKR Laut dan TKR Jawatan Penerbangan yang semuanya berasal dari perubahan BKR Darat, BKR Laut dan BKR udara.

Untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia kemudian mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat pada tanggal 7 Januari 1946 berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946.

Pembentukan

Pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yang berisi tentang pembentukan tentara kebangsaan. Wakil Presiden Mohammad Hatta lalu memanggil bekas perwira KNIL, Mayor Oerip Soemohardjo ke Jakarta untuk menyusun organisasi tentara.[5]

Pada tanggal 6 Oktober 1945, pemerintah mengangkat Suprijadi, seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar, untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kemudian mengangkat Oerip menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal.[6]

 
Markas TKR pertama, terletak di Gondokusuman, Yogyakarta; saat ini menjadi Museum Dharma Wiratama

Pada tanggal 9 Oktober 1945, Komite Nasional Indonesia Pusat mengeluarkan seruan mobilisasi TKR yang isinya menyerukan kepada seluruh pemuda rakyat Indonesia baik yang belum maupun yang sudah pernah memperoleh latihan militer, untuk mendaftarkan diri sebagai anggota TKR. Pada tanggal 14 Oktober 1945 para perwira bekas KNIL bangsa Indonesia, mengeluarkan penyataan kepada pemerintah Indonesia dan Komite Nasional Indonesia Pusat, bahwa para perwira tersebut berdiri di belakang pemerintah Indonesia dan siap menerima perintah apapun.[3]

Pada tanggal 20 Oktober 1945 pemerintah mengangkat Suprijadi sebagai Pimpinan Tertinggi TKR dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Umum. Tetapi Suprijadi tidak pernah muncul untuk menduduki jabatannya. Setelah Mayor Oerip diangkat sebagai Kepala Staf Umum dengan pangkat Letnan Jenderal, Oerip dengan segera menyusun organisasi Markas Tertinggi TKR (MT-TKR), meniru Departemen Peperangan Hindia Belanda.[6] Kemudian disusun juga organisasi Markas Besar Umum (MBU) yang merupakan bagian Markas Besar Tertinggi TKR.

Awalnya Markas Tertinggi TKR ditetapkan di Purwokerto, tetapi berdasarkan saran dan pertimbangan strategi dari Oerip, markas tertinggi kemudian dipindahkan ke Yogyakarta.[7] Purwokerto terletak di daerah yang lebarnya kira-kira 100 km, sedangkan Yogyakarta terletak di daerah yang jauh lebih luas.

Pembentukan TKR Laut

Setelah pemerintah mengeluarkan maklumat tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan TKR, maka secara otomatis BKR Laut juga ikut mengubah dirinya menjadi TKR Laut. Secara resmi nama TKR Laut disahkan pada tanggal 15 November 1945.[8] Markas TKR Laut juga dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.

Untuk menciptakan keseragaman organisasi TKR, dilangsungkan pula perundingan antara pimpinan-pimpinan TKR Laut yaitu Mas Pardi, Mohammad Nazir, Sumarno, RE Martadinata, dan R Suardi dengan Oerip Soemohardjo selaku Kepala Staf Umum TKR. Hasil dari perundingan ini pada tanggal 1 Desember 1945, dibentuk Markas Tertinggi TKR Laut dan Mas Pardi ditetapkan sebagai sebagai Kepala Staf Umum TKR Laut dengan pangkat Laksamana III.[8]

Hasil perundingan juga diputuskan pembentukan divisi TKR Laut yang terdiri dari Divisi I Jawa Barat yang bermarkas di Cirebon, Divisi II Jawa Tengah yang bermarkas di Purworejo, Divisi III Jawa Timur yang bermarkas di Surabaya. Sementara itu pembentukan TKR Laut di Sumatera berlangsung dengan cepat. Pada minggu kedua bulan Oktober 1945, sudah terbentuk kesatuan TKR Laut di kota Tanjung Karang, Palembang, Padang, Sibolga dan Medan.

Pembentukan TKR Jawatan Penerbangan

Maklumat Pemerintah No.6 tanggal 5 Oktober 1945 mengharuskan TKR bertanggung jawab atas seluruh ketertiban dan keamanan baik di darat , di laut dan di udara. Oleh karena itu pertanggungjawaban dan wewenang atas pangkalan-pangkalan udara dan seluruh perlengkapan yang telah berhasil direbut dari Jepang, langsung berada di bawah kekuasaan TKR.

Pada tanggal 12 Desember 1945, Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman yang menyatakan dibentuknya bagian penerbangan sebagai bagian dari Markas Besar Umum.[9] Dengan demikian semua bagian penerbangan di seluruh Indonesia, termasuk prajurit dan pegawai pangkalan berada dibawah komando Kepala TKR Bagian Penerbangan yang berkedudukan di Markas Besar Umum. Suryadi Suryadarma dan Sukarmen Martodisumo masing-masing diangkat sebagai Kepala dan Wakil Kepala TKR Jawatan Penerbangan.[9]

Struktur organisasi

Pada saat pertama disusun struktur organisasi TKR terdiri dari tiga bagian yaitu Markas Tertinggi TKR, Markas Besar Umum TKR yang terdiri dari bagian-bagian (administrasi, keuangan, persenjataan, perhubungan, kesehatan, urusan kereta api, pendidikan, perlengkapan, penyelidikan) dan Komandemen yang terdiri dari empat komandemen (komandemen I Jawa Barat, Komandeman II Jawa Tengah, Komandemen II Jawa Timur dan Komandeman Sumatera).[10] Tanggal 12 Desember 1945 dibentuk bagian penerbangan dibawah kedudukan Markas Besar Umum.

Kepangkatan

Berdasarkan Surat Perintah Kepala Markas Tertinggi TKR (MTTKR) tanggal 5 November 1945 yang ditandatangani oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Markas Besar Umum, dikeluarkan sebuah maklumat yang mengatur dan menginstruksikan tentang seragam dan tanda-tanda Tentara Keamanan Rakyat. Karena suasana saat itu masih sangat kekurangan, MTTKR memerintahkan para komandan di Jawa dan Madura untuk memperlengkapi sendiri seragam-seragam untuk para prajurit. Dalam maklumat tersebut diperintahkan bahwa warna seragam tidak diharuskan sama, tetapi tanda pangkat kemiliteran diharuskan sama di seluruh barisan TKR.[11]

Panglima pertama

Sampai dengan awal bulan November 1945, TKR tidak memiliki pimpinan tertinggi karena Suprijadi tidak pernah muncul untuk menduduki jabatannya. Maka untuk memilih pimpinan tertinggi, TKR mengadakan sebuah konferensi pada tanggal 12 November 1945 di Yogyakarta. Di bawah pimpinan Kepala Staf Umum TKR, dilakukan pemilihan Pimpinan Tertinggi TKR. Yang menghadiri pertemuan itu adalah para panglima divisi dan komandan resimen. Hadir pula Paku Buwono XII, Hamengku Buwono IX, Mangkunegoro VIII dan Paku Alam VIII.[12]

Dalam konferensi itu terpilih Panglima Divisi V Komandeman Jawa Tengah, Kolonel Soedirman sebagai Pemimpin Tertinggi TKR. Pada tanggal 18 Desember 1945, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengesahkan pengangkatan Soedirman menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal.

Referensi

Catatan kaki
  1. ^ "Profil Kabinet Sjahrir I". Seskab.go.id. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Diakses tanggal 2 Januari 2014. 
  2. ^ "Mengenang Peristiwa 10 November 1945 - published by Herditya The General on day 1,818 - page 1 of 1". www.erepublik.com. Diakses tanggal 2016-08-18. 
  3. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 17.
  4. ^ Rahardjo 1995, hlm. 67.
  5. ^ Hatta 2011, hlm. 112.
  6. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 18.
  7. ^ Hatta 2011, hlm. 113.
  8. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 25.
  9. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 30.
  10. ^ Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 18-25.
  11. ^ Nasution 1963, hlm. 131-134.
  12. ^ Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 24.
Daftar pustaka
  • Rahardjo, Pamoe (1995). Badan Keamanan Rakyat (BKR). Cikal Bakal Tentara Nasional Indonesia. Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA). 
  • TNI, Markas Besar (2000). Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). Jakarta: Pusat Sejarah Dan Tradisi TNI. ISBN 979-9421-01-2. 
  • Nasution, A.H (1963). Tentara Nasional Indonesia, Jilid I, Cetakan II. Bandung: Ganeco N.V. 
  • Hatta, Mohammad (2011). Untuk Negeriku Menuju Gerbang Kemerdekaan, Sebuah Otobiografi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-540-6. 
  • Nasution, A.H (1991). Sekitar perang kemerdekaan Indonesia. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung dan Dinas Sejarah AD. 
  • Ananta Noor, Pramoedya (2003). Kronik revolusi Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-27-0. 

Pranala luar