Badan Keamanan Rakyat

Badan Keamanan Rakyat (disingkat BKR) adalah sebuah lembaga negara Indonesia yang dibentuk untuk menjalankan tugas menjaga keamanan bersama dengan rakyat dan kantor-kantor negara. BKR dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya pada tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden Soekarno pada keesokan harinya.

Badan Keamanan Rakyat
Bekas kantor Badan Keamanan Rakyat di Padang, Sumatra
Tanggal pendirian22 Agustus 1945; 79 tahun lalu (1945-08-22)
Tanggal pembubaran5 Oktober 1945 (1945-10-5) (berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat)
TipeGendarmeri
Kantor pusatJakarta
Lokasi
Pemimpin
Moefreni Moekmin

Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang sebelumnya merencanakan pembentukan tentara kebangsaan. Perubahan tersebut akhirnya diputuskan pada tanggal 22 Agustus 1945 untuk tidak membentuk tentara kebangsaan. Keputusan ini dilandasi oleh berbagai pertimbangan politik.

Para pemimpin pada waktu itu memilih untuk lebih menempuh cara diplomasi untuk memperoleh pengakuan terhadap kemerdakaan yang baru saja diproklamasikan. Tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap dengan mental yang sedang jatuh karena kalah perang, menjadi salah satu pertimbangan juga, untuk menghindari bentrokan apabila langsung dibentuk sebuah tentara kebangsaan.[1]

Anggota BKR saat itu adalah para pemuda Indonesia yang sebelumnya telah mendapat pendidikan militer sebagai tentara Heiho, Pembela Tanah Air (PETA), Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) ,Barisan Pembantu polisi dibawah didikan Polisi Istimewa dan lain sebagainya. BKR tingkat pusat yang bermarkas di Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin.[2] Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan setelah mengalami beberapa kali perubahan nama akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Latar belakang

sunting

Pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam sidang PPKI, dua orang anggota PPKI yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata[3] mengusulkan untuk dibentuk sebuah badan pembelaan negara. Namum usul tersebut ditolak dengan alasan dapat memancing bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap serta mengundang intervensi tentara sekutu yang akan melucuti senjata tentara Jepang. Alasan tersebut didasari karena pada saat itu Perang Pasifik baru saja usai setelah Jepang menyerah kepada sekutu. Tentara Jepang yang jumlahnya mencapai 344.000[4] di seluruh Indonesia mentalnya sangat terpukul karena kalah perang. Dengan keadaan mental yang tidak stabil mereka diberi tugas oleh tentara sekutu untuk menjaga keamanan di Indonesia, sampai sekutu datang.

Pada tanggal 20 Agustus 1945 didirikan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan pada tanggal 22 Agustus 1945 dibentuk Badan Keamanaan Rakyat (BKR) yang merupakan bagian dari BPKKP yang semula bernama Badan Pembantu Prajurit dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP). BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan anggota-anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho.[1] Sebelumnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP.[5]

Pembentukan

sunting

Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945 mengumumkan dibentuknya BKR. Presiden berpidato dengan mengajak para sukarelawan pemuda, bekas PETA, Heiho, dan Kaigun untuk berkumpul pada tanggal 24 Agustus 1945 di daerahnya masing-masing.

Di Jakarta, para pemuda dan bekas PETA berhasil merumuskan struktur BKR sesuai dengan struktur teritorial zaman pendudukan Jepang. Para pemuda ini menamakan dirinya sebagai pengurus BKR tingkat pusat yang terdiri dari Kaprawi, Sutalaksana, Latief Hendraningrat, Arifin Abdurrachman, Machmud dan Zulkifli Lubis.[6]

Sementara itu pembentukan BKR di luar Jakarta dipelopori oleh Arudji Kartawinata (Jawa Barat), Drg Mustopo (Jawa Timur), dan Soedirman (Jawa Tengah). Disamping BKR unsur darat, juga dibentuk BKR Laut yang dipelopori oleh bekas murid dan guru dari Sekolah Pelayaran Tinggi dan para pelaut dari Jawatan Pelayaran yang terdiri dari Mas Pardi, Adam, RE Martadinata dan R Suryadi.[6] Khusus di Jawa Barat, Hidayat dan Kartakusumah sebagai bekas perwira KNIL bergabung dan memimpin BKR Balai Besar Kereta Api Bandung dan stasiun kereta api yang lain.

Karena keterbatasan sarana komunikasi saat itu, tidak semua daerah di Indonesia mengetahui pembentukan BKR. Di Sumatra bagian timur dan Aceh, tidak pernah terbentuk BKR. Tetapi umumnya para pemuda-pemuda di daerah tersebut, membentuk organisasi yang kelak menjadi inti pembentukan tentara. Di Aceh para pemuda mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), dan para pemuda di Palembang membentuk Penjaga Keamanan Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).[7]

Para pemuda yang tidak setuju pembentukan BKR, membentuk badan-badan perjuangan sendiri. Di Bandung terdapat Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (P3I), di Surabaya terdapat Angkatan Muda Indonesia (AMI), di Padang terdapat Balai Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) dan di Kalimantan Selatan terdapat Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI).[7]

Pembentukan BKR darat

sunting

Pada tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk dan disahkan oleh pemerintah. Kemudian KNIP mengesahkan berdirinya BKR Pusat yang ada di Jakarta. BKR Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin dibantu oleh Priyatna, Soeroto Koento, Daan Jahja, Daan Mogot, Sujono dan Latief Hendraningrat. Di Bogor BKR baru terbentuk pada bulan Oktober 1945 yang dipelopori oleh bekas PETA salah satunya adalah Husein Sastranegara dan Ibrahim Adjie.

Di Karesidenan Priangan BKR dibentuk pada tanggal 28 Agustus 1945 dan dipimpin oleh Arudji Kartawinata (bekas Daidan PETA di Cimahi) dan Pardjaman (bekas Daidan PETA di Bandung). Pembentukan BKR di Karesidenan Priangan lalu diikuti oleh pembentukan BKR Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, dan Purwakarta. BKR Lembang dipimpin oleh Amir Machmud sedangkan BKR Sumedang dipimpin oleh Umar Wirahadikusumah.[8]

Pembentukan BKR juga terjadi di daerah lain di Indonesia. Di Jawa Tengah, BKR Purwokerto dipimpin oleh Soedirman, sementara di Surakarta BKR dipimpin oleh GPH Djatikusumo. Di Surabaya pada tanggal 24 Agustus 1945, diadakan rapat untuk membentuk BKR yang dihadiri oleh dr.Moestopo, Jonosewojo, Soengkono, dan Bung Tomo. Hasil rapat memutuskan untuk memanggil para bekas anggota PETA, Heiho dan para pemuda lainnya untuk masuk menjadi anggota BKR pada tanggal 10 September 1945.

Pembentukan BKR laut

sunting

Pengumuman pembentukan BKR juga disambut antusias oleh para pemuda yang bertugas di bidang kelautan, bekas Kaigun Heiho, karyawan Jawa Unko Kaisha dan para siswa dan guru dari Sekolah Pelayaran Tinggi. Mereka mengambil insiatif untuk menjaga ketertiban dan keamanan di setiap pelabuhan.

Dengan dipelopori oleh Mas Pardi, para pemuda tersebut mengadakan pertemuan-pertemuan. Hasil dari pertemuan-pertemuan tersebut pada tanggal 10 September 1945 terbentuk BKR Laut Pusat yang dipimpin oleh Mas Pardi dan kemudian disahkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat.[9]

Setelah mendapat pengesahan lalu dibentuk pasukan-pasukan BKR Laut yang memulai aksi-aksi mengambil alih gedung Jawa Unko Kaisha dan gedung-gedung yang terdapat di pelabuhan Tanjung Priok.[9] BKR Laut Pusat juga mengeluarkan berbagai instruksi kepada para pemuda pelaut di daerah untuk segera membentuk BKR Laut di daerahnya masing-masing.

Pembentukan BKR Djawatan Penerbangan

sunting

Pembentukan BKR Djawatan Penerbangan dipelopori oleh bekas anggota penerbangan Belanda dan Jepang yang ada di daerah-daerah pangkalan udara dan dibantu oleh para pemuda yang belum pernah bertugas di bidang penerbangan. Umumnya bekas anggota penerbangan Belanda adalah bekas anggota Militaire Luchtvaart (ML), Marine-Luchtvaartdienst (MLD) dan Vrijwillig Vliegers Corps (bahasa Indonesia: Korps Penerbang Sukarela). Selain itu terdapat juga bekas anggota penerbangan Jepang Rikugun Koku Butai, Kaigun Koku Butai, dan Nanpo Koku Kabusyiki.[10]

Referensi

sunting
Catatan kaki
  1. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 1.
  2. ^ Rahardjo 1995, hlm. 158.
  3. ^ Rahardjo 1995, hlm. 156.
  4. ^ Rahardjo 1995, hlm. 67.
  5. ^ Nasution 1963, hlm. 106.
  6. ^ a b Rahardjo 1995, hlm. 157.
  7. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 2.
  8. ^ Rahardjo 1995, hlm. 158-159.
  9. ^ a b Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 9.
  10. ^ Sejarah TNI jilid I 2000, hlm. 29.
Daftar pustaka
  • Rahardjo, Pamoe (1995). Badan Keamanan Rakyat (BKR). Cikal Bakal Tentara Nasional Indonesia. Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA). 
  • TNI, Markas Besar (2000). Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). Jakarta: Pusat Sejarah Dan Tradisi TNI. ISBN 979-9421-01-2. 
  • Nasution, A.H (1963). Tentara Nasional Indonesia, Jilid I, Cetakan II. Bandung: Ganeco N.V. 

Pranala luar

sunting