Teori kesempurnaan media

Teori kesempurnaan media (bahasa Inggris: Media Richness Theory, disingkat MRT) adalah kerangka yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan media komunikasi untuk mereproduksi informasi. Teori ini diperkenalkan oleh Richard L. Daft dan Robert H. Lengel pada tahun 1986 sebagai perluasan dari Teori Pengolahan Informasi Sosial.[1]  MRT digunakan untuk menentukan peringkat dan mengevaluasi kesempurnaan media komunikasi tertentu, seperti telepon, konferensi video, dan surat elektronik. Misalnya, telepon tidak dapat mereproduksi isyarat sosial yang visual seperti gerakan sehingga media ini kurang sempurna dibandingkan konferensi video yang memungkinkan transmisi gerak dan bahasa tubuh. Berdasarkan teori kontingensi dan teori pemrosesan informasi, MRT menjelaskan bahwa media komunikasi personal yang lebih lengkap biasanya lebih efektif untuk mengkomunikasikan hal-hal yang lebih ambigu daripada media lain yang kurang lengkap.

Latar belakang

Teori kesempurnaan media diperkenalkan pada tahun 1986 oleh Richard L. Daft dan Robert H. Lengel.[1] Mengacu pada pada teori pemrosesan informasi sebagai landasan teoritis, MRT pada awalnya dikembangkan untuk menggambarkan dan mengevaluasi media komunikasi yang digunakan dalam organisasi. Dalam menyajikan teori kesempurnaan media, Daft dan Lengel berusaha untuk membantu organisasi mengatasi tantangan komunikasi, seperti pesan yang tidak jelas dan membingungkan, atau interpretasi pesan yang saling bertentangan.[1]

Ahli komunikasi lainnya telah menguji teori ini untuk mengembangkannya, dan baru-baru ini teori kesempurnaan media telah diadaptasi dengan menambahkan media komunikasi baru seperti video dan konferensi online. Meskipun teori kesempurnaan media berkaitan dengan penggunaan media, bukannya pilihan media, studi empiris dari teori ini sering mempelajari media apa yang akan dipilih oleh seorang manajer untuk berkomunikasi, dan bukan efek dari penggunaan media tersebut.[2]

Sejak diperkenalkan, teori kesempurnaan media telah diterapkan untuk konteks di luar komunikasi organisasi dan bisnis.

Teori

Kesempurnaan informasi didefinisikan oleh Daft dan Lengel sebagai "kemampuan informasi untuk mengubah pemahaman dalam interval waktu tertentu”[1]

Teori kesempurnaan media menyatakan bahwa semua media memiliki kemampuan yang bervariasi untuk memungkinkan pengguna berkomunikasi dan mengubah pemahaman. Tingkat kemampuan ini dikenal sebagai ‘kesempurnaan’ media.[3] MRT menempatkan semua media pada skala berkesinambungan berdasarkan kemampuan mereka untuk mengkomunikasikan pesan kompleks.[4] Media yang dapat mengatasi perbedaan kerangka acuan referensi dengan efisien dan mengklarifikasi isu-isu yang ambigu dianggap lebih sempurna dibandingkan media komunikasi yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menyampaikan pemahaman.

Alasan utama dalam memilih media komunikasi untuk pesan tertentu adalah untuk mengurangi ketidakjelasan pesan ataupun penafsiran pesan yang salah.[3] Jika pesan kurang tegas, maka pesannya akan menjadi ambigu dan sulit dimengerti oleh penerima pesan. Semakin tidak jelas sebuah pesan, semakin banyak isyarat dan data yang diperlukan untuk menafsirkannya dengan benar. Misalnya, pesan sederhana yang dibuat untuk mengatur waktu dan tempat pertemuan dapat dikomunikasikan dalam email singkat, namun pesan terinci seperti tentang hasil kerja dan ekspektasi terhadap kinerja seseorang akan lebih baik dikomunikasikan melalui interaksi tatap muka.

Teori ini mencakup kerangka kerja dengan rentang ketidakjelasan dan ketidakpastian dari rendah ke tinggi. Ketidakjelasan dan ketidakpastian yang rendah menggambarkan situasi yang terdefinisi dengan baik, sedangkan ketidakjelasan dan ketidakpastian tinggi menggambarkan peristiwa ambigu yang membutuhkan klarifikasi oleh manajer. Daft dan Lengel juga menekankan bahwa kejelasan sebuah pesan dapat dikompromikan ketika terjadi komunikasi antar departemen, mengingat setiap departemen bisa jadi dilatih untuk memiliki keahlian yang berbeda atau norma komunikasi yang saling bertentangan satu sama lain.

Menentukan kesempurnaan media

Pada artikel mengenai teori kesempurnaan media yang ditulis pada tahun 1988, Daft dan Lengel menyebutkan, "Semakin banyak pembelajaran yang dapat diperoleh melalui media, maka makin sempurnalah media tersebut.” Kesempurnaan media adalah fungsi dari karakteristik-karakteristik berikut ini:[5][6]

  • Kemampuan untuk menangani beberapa tanda-tanda informasi pada saat bersamaan
  • Kemampuan untuk memfasilitasi umpan balik yang cepat
  • Kemampuan untuk membangun fokus pribadi
  • Kemampuan untuk memanfaatkan bahasa alami

Memilih media yang tepat

Teori kesempurnaan media memprediksi bahwa manajer akan memilih mode komunikasi berdasarkan kejelasan sebuah pesan dengan kekayaan sebuah media. Dengan kata lain, saluran komunikasi akan dipilih berdasarkan tingkat komunikatifnya. Namun, seringkali faktor lain turut mempengaruhi, seperti sumber daya yang tersedia bagi komunikator. Daft dan Lengel memprediksi bahwa manajer akan lebih berkonsentrasi pada efisiensi tugas (mencapai tujuan komunikasi seefisien mungkin) dan tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti mengembangkan dan mempertahankan hubungan.[7] Peneliti-peneliti selanjutnya juga menunjukkan bahwa sikap terhadap sebuah media mungkin tidak dapat memprediksi kemungkinan penggunaannya, mengingat tidak semua orang menggunakan sebuah media berdasarkan pilihan pribadi. Jika norma dan sumber daya organisasi mendukung satu jenis media, akan sulit bagi seorang manajer untuk memilih bentuk media lain untuk mengkomunikasikan pesannya.[8]

Kehadiran sosial mengacu pada sejauh mana sebuah media memungkinkan seorang komunikator merasakan kehadiran lawan bicara secara psikologis atau sejauh mana media dapat menunjukkan kehadiran partisipan komunikasi yang sebenarnya. Tugas yang melibatkan keterampilan interpersonal, seperti menyelesaikan perbedaan pendapat atau melakukan negosiasi, menuntut adanya kehadiran sosial yang tinggi; lain halnya dengan tugas pertukaran informasi rutin yang tidak begitu memerlukan kehadiran sosial. Oleh karena itu, media tatap muka seperti pertemuan kelompok lebih tepat untuk tugas-tugas yang membutuhkan kehadiran sosial tinggi; sedangkan surat elektronik atau surat lebih sesuai untuk tugas-tugas yang membutuhkan kehadiran sosial rendah.[9]

Model lain yang berhubungan dengan teori kesempurnaan media sebagai alternatif, khususnya dalam memilih media yang tepat, adalah model pengaruh sosial. Bagaimana kita memandang media, dalam hal ini untuk memutuskan skala kesempurnaan media, tergantung pada “persepsi karakteristik media yang diciptakan secara sosial,” yang mencerminkan kekuatan dan norma sosial dan konteksnya.[10] Setiap organisasi memiliki tujuan dan misi yang berbeda. Dengan demikian, dengan budaya dan lingkungan organisasi yang berbeda, cara masing-masing organisasi memandang sebuah media juga tidak sama, begitupun cara tiap organisasi menggunakan dan mengukur kesempurnaan sebuah media.

Komunikator juga mempertimbangkan seberapa pribadi sifat sebuah pesan untuk menentukan media yang tepat untuk berkomunikasi. Secara umum, media yang lebih kaya dianggap lebih pribadi karena melibatkan isyarat verbal dan nonverbal, bahasa tubuh, nada suara, dan gerak tubuh yang menandakan reaksi seseorang terhadap sebuah pesan. Media yang kaya dapat menciptakan hubungan yang lebih dekat antara seorang manajer dengan bawahan. Sentimen sebuah pesan juga dapat memiliki pengaruh terhadap media yang dipilih. Manajer mungkin ingin menyampaikan pesan negatif secara langsung atau melalui media yang lebih kaya, meskipun pesan cukup jelas, untuk memfasilitasi hubungan yang lebih baik dengan bawahan.  Di sisi lain, menyampaikan pesan negatif pada media yang kurang kaya akan menghindarkan komunikator dari rasa bersalah dan juga reaksi penerima pesan.[7]

Dengan berubahnya model bisnis yang memungkinkan karyawan untuk bekerja di luar kantor, organisasi harus mempertimbangkan kembali jenis komunikasi tatap muka. Lebih lanjut, kekhawatiran terhadap saluran yang miskin harus disingkirkan. Dalam konteks saat ini, manajer harus memutuskan media mana yang sebaiknya digunakan melalui trial and error, misalnya perbandingan antara karyawan yang bekerja di kantor dengan yang bekerja di luar kantor. Bisnis saat ini dapat dilakukan pada skala global. Demi penghematan dan mengurangi waktu perjalanan, organisasi harus mengadopsi jenis media komunikasi baru agar tetap mengikuti perkembangan fungsi bisnis di zaman modern.

Konkurensi

Pada bulan April tahun 1993, Valacich et al. Menyarankan konkurensi dimasukkan sebagai karakteristik tambahan untuk menentukan kekayaan sebuah media. Mereka mendefinisikan konkurensi lingkungan untuk mewakili “kapasitas komunikasi lingkungan untuk mendukung episode komunikasi berbeda tanpa mengurangi episode lain yang mungkin terjadi secara bersamaan antara individu yang sama atau berbeda.”[11] Lebih lanjut, mereka menjelaskan meskipun ide dari konkurensi ini bisa diterapkan pada media yang dijelaskan dalam teori Daft dan Lengel, media baru memberikan kesempatan lebih besar terhadap konkurensi dibandingkan sebelumnya.

Referensi

  1. ^ a b c d Daft, R.L., and Lengel, R.H. "Organizational Information Requirements, Media Richness and Structural Design," Management Science, 32 (5), 2001, pp. 554- 571.
  2. ^ Dennis, A.R.; Kinney, S.T. (September 1998). "Testing Media Richness Theory in New Media: The Effects of Cues, Feedback, and Task Equivocality". Information Systems Research9 (3): 
  3. ^ a b Dennis, Alan R.; Valacich, Joseph S. (1999). "Rethinking Media Richness: Towards a Theory of Media Synchronicity".
  4. ^ Carlson, John. R.; Zmud, Robert W. (April 1999). "Channel Expansion Theory and the Experiential Nature of Media Richness Perceptions". He Academy of Management Journal42 (2): 153–170.
  5. ^ Lengel, Robert; Richard L. Daft (August 1989). "The Selection of Communication Media as an Executive Skill". The Academy of Management Executive (1987-1989)2: 225–232.
  6. ^ Daft, R.L.; Lengel, R.H. (1984). Cummings, L.L.; Staw, B.M., eds. "Information richness: a new approach to managerial behavior and organizational design". Research in organizational behavior. Homewood, IL: JAI Press. 6: 191–233.
  7. ^ a b Sheer, Vivian C.; Ling Chen (2004). "Improving Media Richness Theory : A Study of Interaction Goals, Message Valence, and Task Complexity in Manager-Subordinate Communication".Management Communication Quarterly18 (76): 76–93.
  8. ^ Trevino, Linka Klebe; Jane Webster; Eric W. Stein (Mar–Apr 2000). "Making Connections: Complementary Influences on Communication Media Choices, Attitudes, and Use". Organization Science11 (3): 163–182.
  9. ^ King, Ruth C.; Weidong, Xia (1997). "Media appropriateness: Effects of experience on communication media choice.". Decision Sciences28.4: 877–910.
  10. ^ Turner, Jeanine (January 2007). "The Business Communicator as Presence Allocator". International Journal of Business Communication.
  11. ^ Valacich, Joseph; Paranka, David; George, Joey F; Nunamaker, Jr., J.F. (1993). "Communication Concurrency and the New Media: A New Dimension for Media Richness". Communication Research. 20 (2): 249–276.