Laskar

kelasi dan milisi Asia di kapal-kapal Eropa sejak abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-20.

Laskar adalah pelaut atau milisi dari Asia Selatan, Asia Tenggara, dunia Arab, dan negeri-negeri lain di sebelah timur Tanjung Harapan, yang dipekerjakan di atas kapal-kapal Eropa sejak abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-20.

Tiga orang laskar RMS Viceroy of India, kapal penumpang milik Maskapai Pelayaran P&O

Istilah laskar (dilafalkan pula sebagai lasykar dan alaskar) berasal dari kata al-askar, kata Arab untuk pengawal atau prajurit. Kata ini diserap dan diadaptasi oleh Portugis menjadi istilah lascarim, yang berarti milisi atau kelasi Asia, khususnya yang berasal dari negeri-negeri di sebelah Timur Tanjung Harapan. Ini berarti semua awak kapal berkebangsaan India, Melayu, Tionghoa, dan Jepang tercakup dalam definisi istilah Portugis itu. Orang-orang Inggris yang bekerja pada Kompeni Inggris mula-mula menyebut para laskar India dengan sebutan Portugis Hitam atau Topaze, tetapi kelak mengadopsi istilah Portugis dan menyebut mereka Laskar.[1] Para laskar bekerja di atas kapal-kapal Inggris berdasarkan "lascar agreement" (surat perjanjian kerja laskar). Surat-surat perjanjian ini jauh lebih menguntungkan pihak pemilik kapal jika dibandingkan dengan surat-surat perjanjian kerja biasa. Para laskar dapat dipindahkan dari satu kapal ke kapal lain dan terikat masa kerja sampai dengan tiga tahun untuk satu kali perjanjian. Sebutan laskar juga digunakan untuk menyebut para pelayan berkebangsaan India, yang biasanya dipekerjakan oleh para perwira militer Inggris.[2]

History

Abad keenam belas

Pelaut-pelaut India sudah dipekerjakan di atas kapal-kapal Eropa sejak pelayaran orang Eropa yang pertama ke India. Vasco da Gama, orang Eropa pertama yang sampai ke India melalui laut (pada 1498), mempekerjakan seorang pandu India di Malindi (sebuah pemukiman pesisir di Kenya sekarang) untuk mengemudikan kapal Portugis menyeberangi Samudra Hindia menuju Pesisir Malabar di barat daya India. Kapal-kapal Portugis terus-menerus mempekerjakan laskar-laskar dari Asia Selatan dalam jumlah besar ps continued to employ sepanjang abad ke-16 dan ke-17, terutama laskar-laskar dari Goa dan daerah-daerah jajahan Portugis lainnya di India. Orang-orang Portugis menggunakan istilah laskar sebagai sebutan untuk semua kelasi di atas kapal-kapal mereka yang berasal dari Hindia, yang mereka definisikan sebagai wilayah-wilayah di sebelah timur Tanjung Harapan.

Melalui kekaisaran-kekaisaran dunia bahari Portugis dan Spanyol, beberapa laskar Asia Selatan berhasil mendapatkan pekerjaan di atas kapal-kapal Inggris, dan terhitung di antara kelasi-kelasi di atas kapal-kapal Kompeni Inggris pertama yang berlayar ke India. Para laskar awak kapal dari Asia Selatan diabadikan pula dalam lukisan sekat-sekat Namban buatan Jepang dari abad ke-16.[3] Orang-orang Luso-Asia tampaknya mengembangkan bahasa Portugis pijin mereka sendiri yang digunakan di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara.[4]

Abad ketujuh belas

Ketika orang-orang Inggris mengadopsi istilah laskar, mula-mula mereka menggunakannya sebagai sebutan untuk semua awak kapal dari Asia, tetapi selepas 1661 dan penyerahan Bombay oleh Portugis kepada Inggris, istilah ini lebih banyak digunakan sebagai sebutan untuk awak kapal dari Asia Selatan atau Asia Tenggara. Istilah lain adalah "Topaze" yang digunakan sebagai sebutan untuk milisi Angkatan Laut Indo-Portugis khususnya yang berasal dari Bombay, Thana, dan bekas-bekas wilayah kekuasaan Portugis seperti Diu, Damman, Kochi, dan Sungai Hugli. Istilah Sepoy digunakan sebagai sebutan untuk para milisi dari Asia Selatan dalam dinas ketentaraan Inggris.

Jumlah pelaut india yang dipekerjakan di atas kapal-kapal Inggris telah mencecah angka yang begitu besar sampai-sampai Inggris berusaha membatasinya dengan mengeluarkan Akta Pelayaran yang diberlakukan mulai 1660. Akta Pelayaran mewajibkan 75 persen dari jumlah awak di atas sebuah kapal beregistrasi Inggris yang digunakan dalam kegiatan impor barang-barang dari Asia harus terdiri atas orang-orang Inggris. Mula-mula, kebutuhan akan tenaga laskar muncul karena tingginya angka pesakitan dan kematian kelasi Eropa di atas kapal-kapal yang berlayar ke India, dan seringnya mereka melakukan desersi di India, yang mengakibatkan kekurangan jumlah awak kapal yang diperlukan untuk pelayaran balik. Alasan lain adalah perang, manakala Angkatan Laut Kerajaan mengikutsertakan semua kelasi Inggris dalam wajib militer, sehingga menghambat operasional kapal-kapal Kompeni di India.[5]

Abad kedelapan belas

Pada 1756, sebuah armada yang di bawah pimpinan Laksamana Pocock dan Laksamana Watson, serta sebuah pasukan ekspedisi militer di bawah pimpinan Letnan Kolonel Robert Clive bertolak dari Bombay, membawa 1300 orang, termasuk 700 orang Eropa, 300 Sepoy dan 300 'Topaze Indo-Portugis'. Ekspedisi melawan Angria adalah satu di antara referensi-referensi pertama tentang pengerahan tenaga milisi Indo-Portugis dan juga salah satu dari aksi-aksi pertama para Marinir Bombay. Laskar-laskar juga diikutsertakan dalam dinas ketentaraan Inggris di bawah pimpinan Adipati Wellington dalam peperangan pada penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 di India.[6] Pada 1786, Committee for the Relief of the Black Poor (Komisi Bantuan bagi Fakir Miskin Hitam) mula-mula dibentuk berkat kepedulian akan nasib laskar-laskar telantar di London. Akan tetapi, dalam sebuah laporan yang disusun sebulan sesudah pembentukan Komisi ini, diketahui bahwa hanya 35 dari 250 penerima bantuan yang adalah laskar. Dalam pelayaraan kali kedua Kapten James Cook ke Pasifik yang berakhir nahas itu, HMS Resolution kehilangan begitu banyak awak kapal (termasuk Kapten Cook) sehingga harus merekrut awak kapal baru di Asia untuk berlayar kembali ke Inggris.

Para laskar menerima upah sebanyak 5% dari jumlah upah yang diterima rekan-rekan sekerja mereka yang berkulit putih, seringkali disuruh bekerja lebih lama, serta diberi makanan yang lebih rendah mutunya dan lebih sedikit porsinya.[7] Kondisi hidup laskar-laskar tidak ubahnya perbudakan, karena para pemilik kapal dapat menahan mereka bekerja sampai dengan tiga tahun untuk sekali kontrak, dan dengan sekehendak hati dapat memindahkan mereka dari satu kapal ke kapal lain. Perlakuan buruk terhadap para laskar berkelanjutan sampai dengan abad ke-19.[7]

Abad kesembilan belas

Kompeni Inggris merekrut kelasi-kelasi dari daerah-daerah di sekitar pabrik-pabriknya di Benggala, Assam dan Gujarat, serta dari Yaman, Somaliland Inggris dan Goa Portugis. Kelasi-kelasi yang disebut laskar oleh orang-orang Inggris ini,[8] adalah pelaut-pelaut Asia Selatan yang kelak terus dipekerjakan di atas kapal-kapal Inggris (dan Eropa) sampai era 1960-an.

Antara 1803 sampai 1813, ada lebih dari 10.000 laskar dari Anak Benua India yang pernah menjejakkan kakinya di bandar-bandar dan kota-kota di Inggris.[9]:140, 154–6, 160–8, 172 Jelang 1842, ada 3.000 laskar yang berlayar sampai ke Inggris setiap tahunnya, dan jelang 1855, ada 12.000 laskar yang tiba di bandar-bandar Inggris setiap tahunnya. Pada 1873, ada 3.271 laskar yang berlayar sampai ke Inggris.[10]:35 Sepanjang permulaan abad ke-19 laskar-laskar yang berlayar sampai ke Britania telah mencecah angka 1.000 orang per tahun,[9]:140,54–6,60–8,72 yang meningkat menjadi 10.000 sampai 12.000 orang per tahun sepanjang abad ke-19.[11][12]Lascars would normally lodge in British ports inbetween voyages. [13] Beberapa orang menetap di bandar-bandar dan kota-kota di Inggris, seringkali diakibatkan oleh pembatasan-pembatasan pemerintah semisal Akta Pelayaran, atau karena diturunkan dari kapal dan karena menderita akibat perlakuan buruk. Banyak yang ditelantarkan dan hidup terlunta-lunta akibat aturan kuota laskar yang diperbolehkan bekerja di atas satu kapal. Laskar-laskar terkadang berteduh di rumah-rumah, asrama-asrama, dan barak-barak yang disediakan oleh yayasan-yayasan amal Kristen.[14][15] Beberapa laskar beralih agama menjadi Kristen (sekurang-kurangnya sekadar nama saja) karena aturan hukum saat itu mewajibkan orang untuk beragama Kristen bilamana hendak menikah di Inggris,[16] yang paling terkenal adalah kasus peralihan agama Sake Dean Mahomed yang diikuti dengan pernikahannya dengan Jane Daly.[17] Pernikahan laskar-laskar dengan perempuan-perempuan Inggris sebagian mungkin disebabkan oleh langkanya perempuan Asia di Inggris kala itu.[9]:111–119, 129–30, 140, 154–6, 160–8, 181[18] Diperkirakan ada 8.000 orang India (beberapa di antaranya pernah menjadi laskar) yang menetap secara permanen di Inggris sebelum era 1950-an.[12][19]

Hambatan-hambatan bahasa dalam berkomuniasi antara para perwira kapal dan laskar-laskar menyebabkan tenaga-tenaga penerjemah menjadi sangat penting. Sangat sedikit yang bekerja di geladak karena masalah hambatan bahasa ini. Beberapa orang Eropa berhasil belajar hingga lancar bertutur dalam bahasa anak buah kapal mereka. Nakhoda-nakhoda mahir seperti John Adolphus Pope menguasai bahasa anak buahnya sedemikian dalamnya sehingga mampu memberikan perintah-perintah kerja yang rumit kepada para awak laskar. Seringkali ketua-ketua pribumi yang disebut Serang (yang mengepalai awak mesin dan awak geladak) dan Tindal (naib serang) menjadi satu-satunya pihak yang mampu berkomunikasi secara langsung dengan nakhoda dan bertindak selaku juru bicara mewakili para laskar.[20] [21] Banyak laskar yang berusaha mempelajari bahasa Inggris tetapi hanya segelintir yang berhasil melakukannya hingga mampu berbicara panjang-lebar dengan nakhoda-nakhoda Eropa mereka.[22]

Laskar-laskar ikut serta mengawaki kapal-kapal yang dipergunakan dalam pelayaran-pelayaran Bantuan Perjalanan ke Australia, dan ikut serta mengawaki kapal-kapal pengangkut tentara semasa perang kolonial Inggris termasuk Perang Boer dan Pemberontakan Boxer. Pada 1891 ada 24.037 laskar yang dipekerjakan di atas kapal-kapal niaga Inggris. Sebagai contoh, lebih dari setengah awak kapal "Massilia", yang berlayar dari London menuju Sydney, Australia, pada 1891 adalah laskar-laskar India.

Referensi

  1. ^ "Bengali-speaking community in the Port of London - Port communities - Port Cities". www.portcities.org.uk. Diakses tanggal 2016-02-20. 
  2. ^ Butalia, Romesh C (1999), The evolution of the Artillery in India, Allied Publishers, hlm. 239, ISBN 81-7023-872-2 
  3. ^ Lisboa, Luiz Carlos; Arakaki, Mara Rúbia (1993). Namban: o dia em que o Ocidente descobriu o Japão. São Paulo: Aliança Cultural Brasil-Japão. 
  4. ^ Jayasuriya, Shihan de Silva (2008). The Portuguese in the East: A Cultural History of a Maritime Trading Empire. London: Tauris Academic Studies. hlm. 191ff. ISBN 978-0-85771-582-1. 
  5. ^ Fisher, Michael H.; Lahiri, Shompa; Thandi, Shinder S. (2007). A South-Asian History of Britain: Four Centuries of Peoples from the Indian Sub-continent. Westport, CT: Greenwood World Pub. hlm. 6–9. ISBN 978-1-84645-008-2. 
  6. ^ Arthur Wellesley Duke of Wellington; John Gurwood (omp.) (1837). The Dispatches of Field Marshal the Duke of Wellington, K.G.: India, 1794-1805. London: J. Murray. hlm. 279. 
  7. ^ a b "The Lascars of London and Liverpool". Exodus. 
  8. ^ Halliday, Fred (2010). Britain's First Muslims: Portrait of an Arab Community. I.B. Tauris. hlm. 51. ISBN 1848852991. Diakses tanggal 23 February 2016. 
  9. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Fisher2004
  10. ^ Ansari, Humayun (2004). The Infidel Within: The History of Muslims in Britain, 1800 to the Present. C. Hurst & Co. Publishers. ISBN 1-85065-685-1. .
  11. ^ Robinson-Dunn, Diane (February 2003). "Lascar Sailors and English Converts: The Imperial Port and Islam in late 19th-Century England". Seascapes, Littoral Cultures, and Trans-Oceanic Exchanges. Diakses tanggal 13 January 2009. 
  12. ^ a b Behal, Rana P.; van der Linden, Marcel (eds.). "Coolies, Capital and Colonialism: Studies in Indian Labour History". Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 114. 
  13. ^ "The lascars' lot (The Hindu newspaper)". 
  14. ^ Halliday, Fred (2010). Britain's First Muslims: Portrait of an Arab Community. I.B. Tauris. hlm. 51. ISBN 1848852991. Diakses tanggal 23 February 2016. 
  15. ^ "Law and Imperialism: Criminality and Constitution in Colonial India and Victorian Britain". 
  16. ^ "Counterflows to Colonialism". 
  17. ^ Fisher, Michael H. (2006-01-01). Counterflows to Colonialism: Indian Travellers and Settlers in Britain, 1600-1857 (dalam bahasa Inggris). Orient Blackswan. ISBN 9788178241548. 
  18. ^ Halliday, Fred (2010). Britain's First Muslims: Portrait of an Arab Community. I.B. Tauris. hlm. 51. ISBN 1848852991. Diakses tanggal 30 December 2015. 
  19. ^ visram (2002). Asians In Britain. hlm. 254–269. 
  20. ^ "P&O Indian and Pakistani Crews". www.pandosnco.co.uk. Diakses tanggal 2016-03-17. 
  21. ^ Frykman, Niklas (2013-12-19). Mutiny and Maritime Radicalism in the Age of Revolution (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9781107689329. 
  22. ^ Jaffer, Aaron (2015-11-17). Lascars and Indian Ocean Seafaring, 1780-1860: Shipboard Life, Unrest and Mutiny (dalam bahasa Inggris). Boydell & Brewer. ISBN 9781783270385. 

Pranala luar