Militerisme

keyakinan pemerintah bahwa ia harus mempertahankan militer yang kuat dan bersiap untuk menggunakannya
Revisi sejak 20 Desember 2005 20.24 oleh Stephensuleeman (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat. Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada pertimbangan-pertimbangan militer dalam kebijakannya daripada kekuatan-kekuatan politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa. Kebijakan tersebut menyebabkan militerisasi di dalam masyarakat. Pengaruh dan kekuatan militer sangat diperhitungkan di dalam pengambilan-pengambilan keputusan dalam bidang sipil sekalipun. Pengaruh-pengaruh ini sangat jelas dalam sejarah berbagai pemerintah, khususnya ketika mereka terlibat di dalam ekspansionisme, misalnya Kekaisaran Jepang, Britania Raya, Jerman Nazi, Kekaisaran Romawi Baru di bawah Mussolini, ekspansi Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia]] menjadi Republik Sosialis Uni Soviet dan pemerintahan [[Stalin] yang belakangan, Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein, dan Amerika Serikat pada masa Manifest Destiny dan pembaharuan tentaranya.

Secara ideologis militerisme terdiri atas supremasi, loyalisme, ekstremisme, proteksionisme-darurat, dan nasionalisme atau bentuknya yang lebih sempit yaitu patriotisme.

Dengan pembenaran terhadap penerapan kekerasan, militerisme menekankan bahwa penduduk sipil tergantung - dan karenanya berada dalam posisi yang lebih rendah - pada kebutuhan dan tujuan-tujuan militernya. Doktrin yang umumnya dikembangkan adalah perdamaian melalui kekuatan. Hal ini dianggap sebagai metode yang tepat untuk mengamankan kepentingan-kepentingan masyarakat. Doktrin ini diwujudkan sebagai doktrin yang lebih unggul daripada semua pemikiran lainnya, termasuk pengutamaan hubungan-hubungan diplomatik dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Militerisme kadang-kadang dikontraskan dengan konsep mengenai kekuatan nasional yang komprehensif dan kekuatan lembut (soft power) dan kekuatan keras (hard power).

Pemikiran ini dapat dilihat dari segi ekonomi melalui beberapa cara, antara lain bagaimana negara-negara yang memiliki militer yang modern membutuhkan anggaran yang besar atau relatif lebih besar daripada bangsa-bangsa lain umumnya untuk mempertahankan kekuatan militer yang besar (pada tahun 2005 misalnya Amerika Serikat, RRT, Jepang) atau meningkatkan kekuatan militernya (pada tahun 2005 misalnya Israel, Kuwait, Singapura). Negara-negara tertentu juga menganggarkan dana yang besar dari PDB-nya per kapita untuk mengembangkan militernya (pada tahun 2005 misalnya Korea Utara, Guinea Ekuatorial, Arab Saudi).

Dalam sebuah republik yang dmokratis, komponen utama dari konstitusinya adalah aturan-aturan mengenai bagaimana kekuasaan militer (undang-undang darurat, kekuasaan eksekutif) dapat diterapkan, dan bagaimana kekuasaan tersebut harus dikembalikan kepada pemerintahan yang terpilih.


Perwujudan militerisme dalam sejarah dan di masa modern

Militerisme cenderung dianggap sebagai kebalikan dari gerakan perdamaian di masa modern. Di masa kini ciri-ciri militerisme diamati oleh para kritikus di beberapa negara dan kelompok negara, misalnya, kekuatan aliansi kendur Anglo Saxon yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Australia, RRT, Prancis, Israel, Suriah, dan Federasi Rusia.


Militerisme nasional dan imperial

Militerisme Jerman

Daerah yang dipengaruhi oleh nasionalisme Jerman, yang diwarisi dari Kerajaan Prusia sebelum penyatuan, termasuk dalam beberapa segi Konfederasi Jerman Utara, Austria, dan beberapa faksi Nordik. Nasionalisme ini menjadi dasar bagi militerisme Jerman sebelum dan pada masa kedua perang dunia. Ideologi ini tidak mendapatkan dukungan besar dalam Jerman yang dipersatukan kembali hingga sekarang.


Militerisme Jepang

US militarism

In the late nineteenth and early twentieth centuries political and military leaders reformed the US state to establish an stronger central government than had ever previously existed for the purpose of enabling the nation to pursue an imperial policy in the Pacific and in the Caribbean and economic militarism to support the development of the new industrial economy. This reform was the result of a conflict between Neo-Hamiltonian Republicans and Jeffersonian-Jacksonian advocates over the proper administration of the state and direction of its foreign policy--between proponents of professionalism based on business management organizations and fuller local control by available figures-including amateurs. After the end of the American Civil War the national army fell into disrepair. Reforms based on various European states including Imperial Britain, Imperial Germany, and Switzerland were made so that it would become responsive to control from the central government, prepared for future conflicts, and develop refined command and support structures; it led to the development of a professional military. During this time the intellectual ideas of Social Darwinism and Social Gospel propelled the development of an American Empire in the Pacific and Caribbean and necessitated extensive efficient central government due to its administration requirements.

The enlargement of the US army for the Spanish-American War was considered essential to the occupation and control of the new territories acquired from Spain in its defeat (Guam, the Philippines, Puerto Rico). The previous limit by legislation of 24 000 men was expanded to 60 000 regulars in the new army bill on 2 February 1901, with allowance at that time for expansion to 80 000 regulars by presidential discretion at times of national emergency.

Militarism in Fiction

-->

Lihat pula

Referensi

  • Bacevich, Andrew J. The New American Militarism. Oxford: University Press, 2005.
  • Barr, Ronald J. "The Progressive Army: US Army Command and Administration 1870-1914." St. Martin's Press, Inc. 1998. ISBN 0-312-21467-7.
  • Ensign, Tod. America's Military Today. The New Press. 2005. ISBN 1565848837.
  • Fink, Christina. Living Silence: Burma Under Military Rule. White Lotus Press. 2001. ISBN 1856499251.
  • Huntington, Samuel P.. Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press, 1981.
  • Ritter, Gerhard The Sword and the Scepter; the Problem of Militarism in Germany, translated from the German by Heinz Norden, Coral Gables, Fla., University of Miami Press 1969-73.
  • Shaw, Martin. Post-Military Society: Militarism, Demilitarization and War at the End of the Twentieth Century. Temple University Press, 1992.
  • Vagts, Alfred. A History of Militarism. Meridian Books, 1959.
  • Western, Jon. Selling Intervention and War. Johns Hopkins University Press. 2005. ISBN 080188108.

Pranala luar