Ngesti Pandowo

Revisi sejak 17 April 2017 05.43 oleh Thomas.Ary (bicara | kontrib) (Menambahkan pranala dalam dan luar)

Ngesti Pandawa adalah perkumpulan kesenian tradisional Wayang Orang (WO) profesional berlokasi di Semarang. Saat ini, lokasi pentas Wayang Orang Ngesti Pandawa berada di Gedung Kesenian Ki Narto Sabdho dalam kompleks Taman Budaya Raden Saleh dengan alamat Jl. Sriwijaya Nomor 29 Kota Semarang, provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ngesti Pandawa merupakan satu dari tiga perkumpulan kesenian tradisional Wayang Orang profesional yang bertahan di Indonesia, di samping Wayang Orang Sriwedari di Taman Sriwedari Solo dan Wayang Orang Bharata[1]. Kesenian Wayang Orang diharapkan dapat kembali menjadi hiburan tiga generasi dengan pesan moral yang tak lekang oleh zaman.

Wayang Orang Sriwedari Solo

Sejarah

Ngesti Pandawa didirikan di Madiun oleh Sastro Sabdo pada tanggal 1 Juli 1937 dengan tujuan untuk membangkitkan kembali kehidupan wayang orang panggung. Wayang Orang Panggung merupakan perpaduan Wayang Orang Keraton (sering juga disebut wayang orang pendhapa) dengan teater barat a. Keberadaan wayang orang Ngesti Pandawa dimaksudkan juga untuk melestarikan kesenian wayang orang, serta menanamkan rasa cinta pada seni tradisi. Pertunjukan wayang orang juga memberikan hiburan pada masyarakat b.

Sejak awal berdirinya, wayang orang Ngesti Pandawa sudah disukai oleh masyarakat. Tidak hanya kalangan masyarakat Jawa tetapi juga orang-orang Belanda dan keturunan Tionghoa juga menyukai seni pertunjukan tersebut. Dengan demikian, sejak dahulu wayang orang merupakan seni pertunjukan yang dapat dinikmati oleh semua kalangan baik pribumi maupun non pribumi.

Ngesti Pandawa telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang selama berada di Kota Semarang. Dalam melakukan pementasannya, Ngesti Pandawa telah beberapa kali mengalami perpindahan tempat. Pada tahun 1954, Ngesti Pandawa menempati gedung baru di kompleks gedung GRIS (Gedung Rakyat Indonesia Semarang) di jalan Pemuda 116 (saat ini Paragon City Mall Semarang). Pada tahun 1960 sampai awal tahun 1970, Ngesti Pandawa mengalami masa puncak kejayaan dan menjadi ikon Kota Semarang di bawah kepemimpinan Sastro Sabdo dan Narto Sabdo. Ngesti Pandawa menjadi kiblat bagi perkumpulan wayang orang yang ada pada jamannya. Teknik dekorasi, iringan, kostum, koreografi, dan trik panggung menjadi acuan bagi perkumpulan wayang orang lainnya c.

Popularitas Ngesti Pandawa menarik perhatian Presiden Sukarno. Pada saat terjadi bencana alam Gunung Merapi meletus 1953, Ngesti Pandawa pentas dalam rangka pengumpulan dana. Presiden Soekarno saat itu memanggil Ngesti Pandawa untuk pentas di Istana Merdeka di Jakarta dan Istana Negara di Bogor. Hal ini tentunya merupakan kebanggaan tersendiri dari wayang orang Ngesti Pandawa. Bagi suatu perkumpulan kesenian khususnya wayang orang pentas di Istana Negara adalah sesuatu yang jarang terjadi d. Oleh karena prestasinya, Ngesti Pandawa pada tahun 1962 dipanggil Presiden Sukarno ke Istana untuk menerima anugerah penghargaan seni berupa piagam Wijayakusuma[2] dari Presiden RI.

Pada tahun 1994, kompleks GRIS dipindahtangkan oleh pemerintah setempat ke pihak ketiga. Ngesti Pandawa tidak memiliki gedung pertunjukan lagi, dan harus pindah ke kompleks TBRS dan menempati sebuah gedung pertunjukan teater, selama dua tahun. Tahun 1996 pindah ke Taman Majapahit dan membentuk Yayasan Wayang Orang Ngesti Pandawa. Pada tahun 2001 Ngesti Pandawa diberi kesempatan oleh pemerintah daerah setempat untuk menggunakan sebuah gedung pertunjukan di TBRS sampai sekarang. Pada masa sekarang ini Ngesti Pandawa berhak mengadakan pementasan di TBRS selama tiga hari dalam seminggu. Namun secara rutin, pementasan hanya dilakukan pada hari Sabtu mulai jam 8 malam[3].

Masa Kini

Meski mengalamai pasang surut, pertunjukan Wayang Orang Ngesti Pandawa mampu terus dilaksanakan untuk melestarikan budaya dan menghadirkan pertunjukkan untuk masyarakat Semarang dan wisatawan. Setiap hari Sabtu jam 8 malam Ngesti Pandawa tidak pernah absen dalam menyelenggarakan pertunjukkan Wayang Orang dengan lakon atau cerita yang berbeda-beda[4]. Berbagai media sosial seperti Facebook, Instagram, dan YouTube digunakan untuk menarik minat masyarakat dan wisatawan.

Selain di Taman Budaya Raden Saleh, Ngesti Pandawa juga melakukan pentas di beberapa kota termasuk Sukoharjo[5], Jepara[6], Solo[7], dan Jakarta. Bahkan pertunjukan Wayang Orang Ngesti Pandawa juga dipentaskan untuk kalangan terbatas seperti pelajar[8] dan instansi pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan untuk semakin memperkenalkan kesenian Wayang Orang kepada masyarakat.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Masdiana Safitri, menjanjikan akan merenovasi lokasi pertunjukan agar lebih rapi dan membuat pengunjung nyaman di sana[9]. Dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat dan peningkatan kenyamanan pengunjung, diharapkan kejayaan pertunjukan kesenian Wayang Orang dapat kembali menjadi hiburan tiga generasi dengan pesan moral yang tak lekang oleh zaman.

Catatan

a. ^ Rustopo, 2007
b. ^ Mumpuni, 1986
c. ^ Rinardi, 2002
d. ^ Moehadi, 1987

Referensi

Pranala Luar