Abū Bakr Muḥammad bin Ṭughj bin Juff bin Yiltakīn bin Fūrān bin Fūrī ibn Khāqān (8 Februari 882 – 24 Juni 946), yang lebih dikenal dengan gelarnya al-Ikhshīd (bahasa Arab: الإخشيد) setelah 939, adalah seorang komandan dan gubernur Abbasiyyah yang menjadi penguasa otonomi Mesir dan sebagian Suriah (atau Syam) dari 935 sampai kematiannya pada 946. Ia adalah pendiri dari Dinasti Ikhsyidiyah, yang berkuasa di wilayah tersebut sampai penaklukan Fatimiyyah pada 969.

Muhammad bin Tughj al-Ikhshid
Gubernur pewaris Mesir, Suriah dan Hejaz
Kegubernuran26 Agustus 935 – 24 Juni 946
PenerusUnujur
Kelahiran8 Februari 882
Baghdad
Kematian24 Juni 946(946-06-24) (umur 64)
Damaskus
DinastiDinasti Ikhsyidiyah
AyahTughj bin Juff

Sebagai putra dari Tughj bin Juff, seorang jenderal berdarah Turkic yang melayani Abbasiyah dan penguasa-penguasa otonom Tuluniyah Mesir dan Suriah, Muhammad bin Tughj lahir di Baghdad namun dibesarkan di Suriah dan mendapatkan pengalaman administratif dan militer pertamanya di sisi ayahnya. Ia memiliki karir awal yang mencekam: ia ditahan bersama dengan ayahnya oleh Abbasiyah pada tahun 905, dibebaskan tahun 906, ikut dalam pembunuhan vizier al-Abbas bin al-Hasan al-Jarjara'i pada 908, dan kabur ke Irak untuk ikut penugasan gubernur Mesir, Takin al-Khazari. Kemudian, ia mendapatkan perlindungan dari beberapa magnat Abbasiyah berpengaruh, terutama kepala komandan berkuasa Mu'nis al-Muzaffar. Hal tersebut membuatnya diangkat menjadi gubernur Palestina pertama dan kemudian Damaskus. Pada 933, ia diangkat menjadi gubernur Mesir, namun jabatan tersebut dicabut setelah kematian Mu'nis, dan Bin Tughj telah bertarung untuk mempertahankan jabatan gubernurnya di Damaskus. Pada tahun 935, ia diangkat lagi di Mesir, dimana ia dengan cepat mengalahkan invasi Fatimiyah dan menstabilkan negara yang gonjang-ganjing tersebut. Masa pemerintahannya ditandai dengan masa perdamaian domestik, kestabilan dan pemerintahan baik dalam annal-annal Mesir Islamis awal. Pada tahun 938, Kalifah al-Radi menerima permintaannya untuk gelar al-Ikhshid, yang dipegang oleh para penguasa leluhurnya di Lembah Farghana. Ia dikenal dengan gelar tersebut pada masa selanjutnya.

Sepanjang kegubernurannya, al-Ikhshid menghadapi konflik-konflik dengan penguasa kawasan lainnya untuk kekuasaan atas Suriah, tanpa Mesir memperhatian invasi dari timur, namun tak seperti beberapa pemimpin Mesir lainnya, terutama Tuluniyah itu sendiri, ia bersiap untuk menggunakan waktunya dan berkompromi dengan para rivalnya. Meskipun awalnya ia menguasai seluruh Suriah, ia terpaksa untuk menyerahkan bagian utaranya kepada Bin Ra'iq antara tahun 939 dan 942. Setelah pembunuhan Bin Ra'iq, al-Ikhshid menyatakan kembali kekuasaannya atas utara Suriah dengan hanya bersaing dengan Hamdaniyah. Pada 944, al-Ikhshid bertemu Kalifah al-Muttaqi di Raqqa; kalifah tersebut kabur kesana dari berbagai pasukan yang ingin menculiknya dan menguasai pemerintahan kalifah di Baghdad. Meskipun gagal dalam membujuk kalifah tersebut datang ke Mesir, ia meraih pengakuan kekuasaan wairsan atas Mesir, Suriah dan Hejaz selama tiga puluh tahun. Setelah keberangkatannya, pangeran Hamdaniyah Sayf al-Dawla yang ambisius merebut Aleppo dan utara Suriah pada musim gugur tahun 944, dan meskipun dikalahkan dan dipukul mundur dari Suriah oleh Bin Tughj sendiri pada tahun berikutnya, sebuah traktat membafi kawasan tersebut menurut perjanjian dengan Bin Ra'iq yang dilakukan pada bukan Oktober. Bin Tughj wafat sembilan bulan kemudian, meninggalkan putranya Unujur sebagai penguasa domainnya, di bawah naungan eunuch kulit hitam berkuasa Abu al-Misk Kafur.

Asal muasal dan kehidupan awal

 
Peta domain Tuluniyah pada sekitar tahun 893

Menurut kamus biografi yang dikompilasikan oleh Ibnu Khallikan, Muhammad bin Tughj lahir di Baghdad pada 8 Februari 882, di jalan menuju ke Gerbang Kufa.[1][2] Keluarganya berdarah Turk dari Lembah Farghana di Transoxiana, dan diklaim berdarah ningrat; nama leluhurnya, "Khaqan", adalah sebuah gelar kerajaan Turk.[3][4] Kakek Muhammad, Juff meninggalkan Farghana untuk masuk pelayanan militer dalam pemerintahan Abbasiyyah di Samarra, seperti halnya ayahnya Ibnu Tulun, pendiri dinasti Tuluniyyah.[5][6] Juff dan putranya, ayah Muhammad Tughj, sama-sama melayani Abbasiyyah, namun Tughj masuk pelayanan Tuluniyyah, yang sejak tahun 868 telah menjadi para penguasa otonom Mesir dan Suriah.[5][6] Tughj melayani Tuluniyah sebagai gubernur Tiberias (ibukota distrik Yordania), Aleppo (ibukota distrik Qinnasrin) dan Damaskus (ibukota distrik homonim).[5][6] Ia memainkan peran besar dalam menangkis serangan Qarmatia di Damaskus pada 903; meskipun kalah dalam pertempuran, ia memegang kotanya sendiri melawan suku Qarmatia selama tujuh bulan sampai, dengan kedatangan bala bantuan dari Mesir, suku Qarmatia menarik diri.[7][8] Kemudian, Muhammad bin Tughj menjalani sebagian besar masa mudanya di Syam Tuluniyyah di sisi ayahnya, meraih pengalaman pertamanya dalam administrasi—ia menjabat sebagai sub-gubernur ayahnya di Tiberias—dan perang.[6]

Setelah kematian putra Ibnu Tulun Khumarawayh pada tahun 896, negara Tuluniyah dengan cepat pemulihan, dan gagal meredam pemberontakan serius apapun ketika Abbasiyah berpindah untuk mendirikan lagi kontrol langsung atas Suriah dan Mesir pada 905.[9] Tughj terusik dengan invasi Abbasiyah di bawah Muhammad bin Sulayman al-Katib, dan diangkat menjadi gubernur Aleppo saat pulang;[6] Muhammad al-Katib sendiri menjadi korban intrik pemerintahan tak lama setelahnya, dan Tughj bersama dengan putra-putranya Muhammad dan Ubayd Allah ditahan di Baghdad. Tughj wafat di penjara pada tahun 906, dan saudara-saudaranya melarikan diri tak lama setelahnya.[6] Putra-putra Tughj ikut dalam kudeta istama yang berupaya untuk melengserkan khalifah baru, al-Muqtadir (memerintah 908–932), dalam rangka mengangkat kakaknya Ibnu al-Mu'tazz pada Desember 908. Meskipun upaya tersebut gagal, Muhammad bin Tughj dan saudara-saudaranya dapat menghindarkan diri mereka sendiri dari penahanan mereka oleh vizier al-Abbas bin al-Hasan al-Jarjara'i, yang membujuk mereka dengan bantuan Husayn bin Hamdan.[10][11] Setelah kudeta gagal, ketiganya melarikan diri: Ibnu Hamdan kembali ke kampung halamannya Mesopotamia Hulu dan Ubayd Allah kabur ke wilayah timur menuju Yusuf bin Abi'l-Saj, sementara Muhammad kabur ke Suriah.[11]

Di Suriah, Muhammad bin Tughj bergabung dengan layanan petinggi pajak provinsi-provinsi lokal, Abu'l-Abbas al-Bistam. Ia kemudian menyusul master barunya ke Mesir, dan setelah kematian al-Bistam pada Juni 910, ia melanjutkannya dengan melayani putranya.[11] Kemudian, ia meraih perhatian gubernur lokal, Takin al-Khazari, yang mengirimnya untuk memerintah wilayah di sekitaran Sungai Yordan, dengan kursinya di Amman.[5][11] Pada 918, ia mengikuti karavan haji, dimana ia menjadi salah satu orang yang menjaga ibu al-Muqtadir, dari para penyerbu Bedouin, sesambil meningkatkan pendiriannya dalam pemerintahan Abbasiyah.[11] Dua tahun kemudian, Ibnu Tughj meraih perlindungan berpengaruh saat ia bertugas di bawah kepala komandan Abbasiyah berkuasa Mu'nis al-Muzaffar, dimana ia datang untuk membantu mempertahankan Mesir dari invasi Fatimiyah. Pada kampanye tersebut, Ibnu Tughj mengkomandani pasukan tentara Mesir. Dua pasukannya benar-benar mendirikan sebuah prestasi, dan masih menjadi kontak pada masa setelahnya.[5][12][13]

Saat Takin kembali ke Mesir sebagai gubernur pada 923, Ibnu Tughj bergabung dengannya disana, namun keduanya terpecah pada tahun 928 saat Takin menolak untuk memberikan jabatan gubernur Iskandariyah kepada Ibnu Tughj.[14] Ibnu Tughj kabur ke ibukota Fustat, dan memutuskan untuk mengangkat dirinya sendiri menjadi gubernur Palestina dari Baghdad; petahananya, al-Rashidi, melarikan kursi gubernur dari Ramla ke Damaskus, dimana ia memegang jabatan gubernur. Menurut sejarawan Jere L. Bacharach, pelariannya menandakan bahwa Ibnu Tughj mengkomandani pasukan militer signifikan.[14] Tiga tahun kemudian, pada Juli 931, Muhammad bin Tughj diangkat menjadi Gubernur Damaskus, sementara al-Rashidi kembali ke Ramla.[14] Kedua pelantikan tersebut nampaknya merupakan hasil dari hubungan Ibnu Tughj dengan Mu'nis al-Muzaffar, yang saat itu berada di puncak kekuasaan dan pengaruhnya.[14][15]

Mengambil alih Mesir

Referensi

  1. ^ McGuckin de Slane 1868, hlm. 220.
  2. ^ Bacharach 1993, hlm. 411.
  3. ^ McGuckin de Slane 1868, hlm. 217, 219–220.
  4. ^ Gordon 2001, hlm. 158–159.
  5. ^ a b c d e Kennedy 2004, hlm. 311.
  6. ^ a b c d e f Bacharach 1975, hlm. 588.
  7. ^ Kennedy 2004, hlm. 185, 286.
  8. ^ Jiwa 2009, hlm. 143–144.
  9. ^ Kennedy 2004, hlm. 184–185, 310.
  10. ^ Kennedy 2004, hlm. 191.
  11. ^ a b c d e Bacharach 1975, hlm. 589.
  12. ^ Bacharach 1975, hlm. 589–590.
  13. ^ Halm 1996, hlm. 208–209.
  14. ^ a b c d Bacharach 1975, hlm. 590.
  15. ^ Kennedy 2004, hlm. 191–194, 311.

Sumber

Bacaan tambahan

Didahului oleh:
Ahmad bin Kayghalagh
sebagai gubernur Mesir untuk Kekhalifahan Abbasiyah
Ikhshidid emir Mesir, Suriah dan Hejaz
(de jure untuk Kekhalifahan Abbasiyah,
de facto otonom, dari 944 turun temurun)

935–946
Diteruskan oleh:
Abu'l-Qasim Unujur bin al-Ikhshid