Kota Palu
Palu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu merupakan kota yang terletak di Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kota Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk. Koordinatnya adalah 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Kota Palu dilewati oleh garis Khatulistiwa. Penduduk Kota Palu berjumlah 342.754 jiwa (2012).
Kota Palu | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Berkas:Kota palu tahun baru.jpeg | |
Motto: Maliu Nti Nuvu | |
Koordinat: 0°54′S 119°50′E / 0.900°S 119.833°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Tengah |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• [[ Bupati String Module Error: String subset index out of range|Bupati]] | Drs. Hidayat, M.Si |
Luas | |
• Total | 395,06 km2 (152,53 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 371,689 |
• Kepadatan | 848,7/km2 (2,198/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | Islam 84.10% Kristen Protestan 8.16% Budha 3.55% Katolik 2.19% Hindu 2.00% |
• Bahasa | Indonesia, Kaili |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | +62 451 |
Kode Kemendagri | 72.71 |
Kode SNI 7657:2023 | PAL |
DAU | Rp. 575.235.328.000.- |
Flora resmi | Banga |
Fauna resmi | Maleo |
Situs web | http://palukota.go.id/ |
Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kejaraan yang terdiri dari kesatuan empat kampung, yaitu: Besusu, Tanggabanggo yang sekarang bernama Kelurahan Kamonji, Panggovia yang sekarang bernama Kelurahan Lere, dan Boyantongo yang sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado pada tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Sejarah
Asal usul nama kota Palu adalah kata Topalu'e yang artinya Tanah yang terangkat karena daerah ini awalnya lautan, karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu.
Istilah lain juga menyebutkan bahwa kata asal usul nama Kota Palu berasal dari bahasa kaili VOLO yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah sigi. Bambu sangat erat kaitannya dengan masyarakat suku Kaili, ini dikarenakan ketergantungan masyarakat Kaili dalam penggunaan bambu sebagai kebutuhan sehari-hari mereka. baik itu dijadikan Bahan makanan (Rebung), Bahan bangunan (Dinding, tikar, dll), Perlengkapan sehari hari, permainan (Tilako), serta alat musik (Lalove)
Pada awal mulanya, Kota Palu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa penjajahan Belanda, Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat; Landschap Kulawi; dan Landschap Sigi Dolo.[1]
Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada pihak Jepang. Pada masa Perang Dunia II ini, kota Donggala yang kala itu merupakan ibukota Afdeling Donggala dihancurkan oleh pasukan Sekutu maupun Jepang. Hal ini mengakibatkan pusat pemerintahan dipindahkan ke kota Palu pada tahun 1950. Saat itu, kota Palu berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat wedana dan menjadi wilayah daerah Sulawesi Tengah yang berpusat di Kabupaten Poso sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Kota Palu kemudian mulai berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu sebagai Ibukota Keresidenan.[1]
Terbentuknya Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, status Kota Palu sebagai ibukota ditingkatkan menjadi Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kemudian pada tahun 1978, Kota Palu ditetapkan sebagai kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978. Kini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Palu.[1]
Kondisi umum
Letak geografis
Bentang alam Kota Palu membentang memanjang dari Timur ke Barat dengan luas wilayah 395,06 Km2. Secara astronomis, Kota Palu terletak pada posisi 119,45 - 121,15 BT dan 0,36 - 0,56 LS. Secara geografis, Kota Palu berbatasan dengan daerah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Labuan (Kabupaten Donggala).
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Parigi Barat (Kabupaten Parigi Moutong)
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marawola dan Kecamatan Biromaru (Kabupaten Sigi)
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banawa Selatan (Kabupaten Donggala)
Dataran Kota Palu dikelilingi oleh pegunungan dan pantai. Peta ketinggian mencatat, 376,68 Km2 (95,34%) wilayah Kota Palu berada pada ketinggian 100 - 500 mdpl dan hanya 18,38 Km2 (46,66%) terletak di dataran yang lebih rendah. Kota Palu terletak di bagian Utara khatulistiwa, menjadikan Kota Palu sebagai salah satu kota tropis terkering di Indonesia dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun.[1]
Data iklim Palu | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bulan | Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Agt | Sep | Okt | Nov | Des | Tahun |
Rekor tertinggi °C (°F) | 38 (100) |
37 (99) |
37 (99) |
37 (99) |
35 (95) |
37 (99) |
37 (99) |
37 (99) |
38 (100) |
37 (99) |
37 (99) |
38 (100) |
38 (100) |
Rata-rata tertinggi °C (°F) | 30 (86) |
30 (86) |
31 (88) |
31 (88) |
31 (88) |
31 (88) |
30 (86) |
31 (88) |
31 (88) |
31 (88) |
31 (88) |
30 (86) |
31 (88) |
Rata-rata harian °C (°F) | 27 (81) |
27 (81) |
27 (81) |
28 (82) |
28 (82) |
27 (81) |
27 (81) |
27 (81) |
27 (81) |
28 (82) |
28 (82) |
27 (81) |
27 (81) |
Rata-rata terendah °C (°F) | 24 (75) |
24 (75) |
24 (75) |
25 (77) |
25 (77) |
24 (75) |
24 (75) |
24 (75) |
24 (75) |
25 (77) |
25 (77) |
25 (77) |
24 (75) |
Rekor terendah °C (°F) | 22 (72) |
21 (70) |
18 (64) |
20 (68) |
21 (70) |
21 (70) |
21 (70) |
20 (68) |
20 (68) |
17 (63) |
21 (70) |
21 (70) |
17 (63) |
Rata-rata hari hujan | 7 | 8 | 9 | 9 | 10 | 12 | 11 | 9 | 8 | 7 | 9 | 7 | 106 |
Sumber: [2] |
Jarak antara ibukota provinsi ke daerah kabupaten:
No. | Jarak Antara | Kilometer |
---|---|---|
1 | Palu - Poso | 221 Km |
2 | Palu - Luwuk | 607 Km |
3 | Palu - Toli-Toli | 439 Km |
4 | Palu - Donggala | 34 Km |
5 | Palu - Parigi Moutong | 66 Km |
6 | Palu - Morowali | 756 Km |
7 | Palu - Buol | 806 Km |
8 | Palu - Tojo Una-una | 300 Km |
Kondisi masyarakat
Masyarakat Kota Palu sangat heterogen. Penduduk yang menetap di kota ini berasal dari berbagai suku bangsa seperti Bugis, Toraja dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Gorontalo, Manado, Jawa, Arab, Tionghoa, dan Kaili yang merupakan suku asli dan terbesar di Sulawesi Tengah.[3]
Kota Palu sering diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik. Padahal, masyarakat tidak terpengaruh oleh konflik atau bentrokan antarwarga. Bentrokan antarwarga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tavanjuka yang sempat diberitakan di media massa tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat. Warga tetap beraktivitas seperti biasa.[3]
Ekonomi
Kota Palu saat ini juga menjadi salah kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia bagian timur. Berbagai persiapan untuk ditetapkan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus telah dilakukan, penyiapan lahan seluas 1.520 hektare di Kecamatan Palu Utara, yang meliputi Kelurahan Pantoloan, Baiya, dan Lambara. Lahan seluas 1.520 hektare itu akan dibagi menjadi kawasan industri seluas 700 hektare, kawasan perumahan (500 hektare), kawasan pendidikan dan penelitian (100 hektare), kawasan komersial (100 hektare), daerah olahraga (50 hektare), kawasan pergudangan (50 hektare), kawasan perkebunan dan taman (20 hektare).[3]
Demografi
Tahun | 1990 | 2000 | 2010 | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jumlah penduduk | 199.495 | 268.322 | 335.297 | |||||||||
Sejarah kependudukan kota Palu Sumber:[4] |
Pemerintahan
Kota Palu dibagi kepada 8 kecamatan dan 45 kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah:
Walikota Palu
No | Nama | Mulai Jabatan | Akhir Jabatan | Keterangan | Wakil Wali Kota |
---|---|---|---|---|---|
Kisman Abdullah | |||||
Sahbuddin Labadjo | |||||
Rully A. Lamadjido | |||||
Baso Lamakarate | (2000–08) | ||||
Suardin Suebo | |||||
Rusdi Mastura | |||||
Tombolotutu (2008–15) | |||||
Pariwisata
Danau Sibili
Danau Sibili merupakan danau alam yang terletak di Kelurahan Pantoloan Kecamatan Tawaeli, Kota Palu. danau ini merupakan salah satu objek wisata kebanggaan masyarakat tawaeli karena pemandangannya yang indah. Danau yang terletak 24 km di utara Kota Palu ini awalnya merupakan danau yang dijadikan tempat pemancingan ikan oleh masyarakat sekitar. Tetapi, karena seringnya pengunjung yang datang dari luar Kecamatan Tawaeli untuk datang berwisata akhirnya danau ini dijadikan salah satu objek wisata andalan di kecamatan tersebut.
Danau Sibili yang indah telah menjadi tempat wisata bagi masyarakat sekitar maupun dari luar kota Palu. Wisata yang menjadi andalan di sini adalah wisata Mancing dgn berbagai jenis varietas ikan seperti mas, bawal, mujair, gabus dll. Di pinggir danau, ada sarana yang dapat digunakan bagi Anda yang ingin menikmati keindahan danau, seperti perahu tradisional.
Banua Mbaso (Sou Raja)
Banua Mbaso atau Souraja adalah istana dari Kerajaan Palu pada masa sebelum kemerdekaan. Kata Souraja dapat diartikan rumah besar, merupakan rumah kediaman tidak resmi dari manggan atau raja beserta keluarga-keluarganya. Rumah orang biasa atau rakyat kebanyakan meskipun bentuk dan ukurannya sama dengan souraja.
Bangunan Souraja berbentuk rumah panggung yang ditopang sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu keras seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya. Atapnya berbentuk piramide segitiga, bagian depan dan belakang atapnya ditutup dengan papan yang dihiasi dengan ukiran disebut panapiri dan pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir disebut bangko-bangko. Seluruh bahan bangunan mulai dari lantai, dinding balok-balok terbagi atas tiga ruangan, yaitu:
Ruang depan disebut lonta karawana yang dibiarkan kosong, berfungsi untuk menerima tamu. Dahulu sebelum ada meja kursi, di ruangan ini dibentangkan tikar atau onysa. Ruangan ini juga untuk tempat tidur tamu yang menginap.
Ruangan kedua adalah ruang tengah, disebut lonta tata ugana diperuntukkan bagi tamu keluarga serta lonta rorana yaitu ruang belakang, berfungsi sebagai ruang makan, tetapi kadang-kadang ruang makan berada di lonta tatangana. Antara dinding dan dibuat kamar-kamar tidur. Khusus untuk kamar tidur perempuan atau anak-anak gadis biasanya ditempatkan di pojok belakang lonta rarana, maksudnya agar mudah diawasi oleh orang tua. Untuk tamu perempuan dan para kenalan dekat diterima di ruang makan.
Ruang dapur, sumur dan jamban dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang rumah induk. Untuk menghubungkan rumah induk dengan dapur atau urang avu dibuatkan jembatan beratap disebut hambate atau bahasa bugis Jongke. Di bagian ini kadang-kadang dibuatkan pekuntu yakni ruangan terbuka untuk berangin-angin anggota keluarga. Di kolong dapur diberi pagar sekeliling, sedangkan di bawah rumah induk dibiarkan terbuka dan kadang-kadang menjadi ruang kerja untuk pertukangan, atau keperluan-keperluan lainnya. Sedangkan loteng rumah dipergunakan untuk mentimpan benda-benda pusaka dan lain-lain.
Secara keseluruhan, bangunan Souraja cukup unik dan arsitik lebih-lebih bila dilihat dari hiasannya berupa kaligrafi huruf Arab tertampang pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, atau ukiran pada dinding, loteng, di bagian lonta-karavana, pinggira cucuran atap, papanini, bangko-bangko dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.
Jembatan Gantung
Jembatan Gantung Merupakan jembatan penghubung dua kelurahan di Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Palu selatan yang terpisah oleh sungai Palu. Jembatan ini adalah hasil dari kerjasama calon legislatif Pemilu 2004 dan pemerintah Kota Palu yang bertujuan menghubungkan keluarga yang telah lama terpisah.
Masjid 'Apung' Argam Bab Al Rahman
Masjid ini memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung sebanyak 150 orang. Masjid ini berlantai satu dengan empat menara di ke empat sudutnya. Masjid ini sering disebut masjid apung karena posisinya menjorok 30 meter ke laut yang seakan-akan mengapung. Panorama bentang pegunungan dan Teluk Palu menambah keindahan bagi para jamaah maupun wisatawan yang ingin menikmati wisata religi di Kota Palu.[5]
Kawasan Wisata Religi Sis Al Jufrie
Kawasan ini terletak di sepanjang Jalan Sis Aljufrie, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga dan Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat. Dijalan ini terdapat berbagai macam objek wisata belanja dan objek wisata Religi. Objek wisata perbelanjaan yang ada disini aalah Pertokoan Palu Plaza. disini masyarakat kota palu menjual berbagai macam kuliner, Pakaian dan oleh - oleh. Objek wisata Religi dikawasan ini terletak didepan pertokoan Palu plaza, yaitu Yayasan AL Khairaat Pusat yang merupakan Organisasi Islam Terbesar di Indonesia Timur. Disana terdapat makam Idrus Bin Salim Al Jufrie (SIS AL JUFRIE) Pendiri AL Khairaat, Masjid AL Khairaat, Masjid Nurul Khairaat, Dan Masjid Nur Sa'adah, dan Beberapa Sekolah berbasis islam.
Museum Sulawesi Tengah
Museum ini adalah museum terbesar di Sulawesi Tengah, terletak di Palu Barat. Di museum ini terdapat berbagai macam replika baju adat dari semua kabupaten dan kota yang ada di Sulawesi Tengah, sejarah mangenai Sulawesi Tengah dan lain lain. yang menarik dari museum ini adalah batu megalith berbentuk manusia yang dibuat oleh nenek moyang suku Kaili yang berasal dari Lembah Napu yang bentuknya hampir mirip dengan batu megalith berbentuk manusia di Pulau Paskah, Samudera Pasifik.
Taman Ria
Taman Ria merupakan objek wisata yang terletak di Kelurahan Lere, Palu Barat. Taman Ria sangat terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya yang indah. Apabila anda ke Taman Ria belum lengkap rasanya jika belum mencicipi jagung bakar, pisang gepe, dan saraba yang dijual oleh pedagang setempat.
Makanan khas
Kaledo
Kaledo merupakan Sup Tulang Sapi yang dimasak hingga empuk. Kuahnya yang bening memiliki rasa bumbu yang kuat yang merupakan campuran berbagai bumbu seperti asam jawa, cabe rawit, dan garam. Kaledo disajikan beserta dengan Nasi atau Ubi. Kuahnya pun menyegarkan badan dengan rasa asam yang dominan dicampur rasa pedas cabe rawit.[6]
Uta Kelo/Sayur Kelor
Uta Kelo merupakan sayur yang berbahan dasar daun kelor. Kuahnya bersantan dan gurih terbuat dari campuran santan kelapa, daun kelor, dan biasanya dicampur dengan berbagai bahan seperti Palola Ngura/Terong Muda, Loka Ngura/Pisang Puda, Pusu/Jantung Pisang, Kasubi/Ubi, dan Lamale/Udang Kecil.
Duo Sole/Teri Goreng
Duo adalah makanan khas masyarakat kota palu. makanan yang berbahan dasar Teri ini mempunyai rasa asin, gurih, dan pedas karena masyarakat kaili sangat terkenal dengan masakan pedasnya. Duo terbuat dari teri yang dimasak bersama irisan bawang khas Palu.
Palu Mara/Sayur Ikan
Palu Mara atau biasa di sebut Sayur Ikan merupakan sayur yang berbahan dasar ikan. Kuahnya berwarna kuning karena campuran kunyit dan menggunakan asam jawa dengan sedikit cabe untuk rasa pedas.
Bau Ngau/Ikan Kering
Bau Ngau atau Ikan Kering adalah salah satu makanan khas di kota palu, berbahan dasar ikan yang di keringkan dan di sirami oleh air laut sehingga membuat rasanya asin. Bau Ngau biasa di sajikan dengan cara di goreng atau di bakar.
Transportasi
Transportasi udara
Kota Palu mempunyai sebuah bandara nasional yang berada di dalam kota, yaitu Bandara Mutiara Sis Al-Jufrie, terletak di Kecamatan Palu Selatan, Kelurahan birobuli Utara.
Transportasi Laut
Kota Palu juga mempunyai sebuah Pelabuhan Nasional yang juga berada di dalam wilayah kota, yaitu Pelabuhan Pantoloan, terletak di Kecamatan Tawaeli, Keluarahan Pantoloan.
Transportasi darat
Transportasi darat di kota Palu meliputi transportasi tradisional dan modern.
Di kota Palu sedikitnya telah beroperasi 800 minibus angkutan kota (angkot) yang menjadi komuter utama di kota ini. Jumlah angkot di kota ini sering kali dianggap terlalu banyak mengingat kota ini hanya membutuhkan sekitar 500 angkot. Hal ini berarti terdapat 2 angkot untuk seorang komuter. Biaya Rp. 4.000,- untuk orang dewasa dan Rp. 3.000,- untuk pelajar. Uniknya, meskipun trayek angkot telah ditetapkan, setiap angkot dapat saja mengantar penumpang ke mana saja sepanjang sopir angkot berkenan. Satu hal lagi yang unik adalah angkot tersebut disebut sebagai "Taksi" oleh penduduk setempat. Warna angkot ini juga hanya 1, yaitu warna biru tua.
Moda bus hanya digunakan untuk transportasi dalam skala besar dan tidak bersifat publik di dalam kota. Moda ini digunakan untuk mengangkut penumpang antar kota dalam maupun lintas provinsi.
Taksi adalah komuter paling eksklusif di kota ini. Untuk menunjukkan perbedaan dengan 'taksi' angkot, maka penduduk setempat menggunakan kata "argo" (taksi argo) untuk menyebut komuter ini yang mengacu pada argometer yang melengkapi setiap taksi.
Ojeg adalah moda transportasi alternatif di kota ini. Sama seperti di kota-kota lainnya, ojeg merupakan 'taksi motor' yang selalu siap mengantar penumpang langsung ke tujuannya dengan tarif yang sesuai dengan jarak tempuh tujuannya. Bila di kota-kota lain para tukang ojeg menggunakan seragam, maka di kota ini Anda mungkin akan kesulitan untuk menemukannya karena tidak adanya baju seragam bagi para tukang ojek. Namun, Anda bisa menemukannya di sudut-sudut perempatan jalan atau mereka akan menawarkan jasanya langsung jika melewati Anda yang terlihat sedang menunggu di tepi jalan.
Moda transportasi tradisional ini masih dapat dijumpai di beberapa wilayah kota ini. Namun, wilayah peredarannya dibatasi agar tidak memasuki pusat kota dan hanya terbatas untuk mengangkut penumpang dan barang di sekitar lokasi pasar-pasar tradisional.
Gempa 2005
Pada tanggal 24 Januari 2005 pukul 04.10 WITA, gempa berkekuatan 6,2 pada Skala Richter mengguncang Palu. Pusat gempa terjadi di Desa Bora Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, 16 km arah tenggara Palu tepatnya ,di kedalaman 30 km. Gempa itu berada pada 1°03′ LS - 119°99′ BT. Warga panik dan langsung mengungsi karena takut kemungkinan adanya tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Sebagian dari mereka melarikan diri ke perbukitan dan pegunungan. Akibatnya, satu orang meninggal, empat orang cedera dan 177 bangunan rusak. Warga sekitar Biromaru Malah Mengungsi didekat tempat pusat gempa.
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d Pemerintah Kota Palu. (2009). Palu Kota Dua Wajah. Palu: CACDS.
- ^ "Palu, Indonesia Travel Weather Averages". Weatherbase. Diakses tanggal 10 Februari 2016.
- ^ a b c Kompas.com. (27 Februari 2012). Palu Bisa Menjadi Pusat Budaya Sulawesi. Diakses pada 4 Juni 2014 11:21 dari http://oase.kompas.com/read/2012/02/27/16481582/Palu.Bisa.Menjadi.Pusat.Budaya.Sulawesi
- ^ palukota.bps.go.id Pertumbuhan dan Total Penduduk. Diakses pada 23 Januari 2012.
- ^ Kompas.com. (19 Januari 2011). Palu Bakal Punya Masjid Terapung. Diakses pada 4 Juni 2014 11:47 dari http://regional.kompas.com/read/2011/01/19/20054943/Palu.Bakal.Punya.Masjid.Terapung
- ^ Kompas.com. (1 Januari 2014). Asam Pedas Kaledo Khas Palu. Diakses pada 4 Juni 2014 11:56 dari http://travel.kompas.com/read/2014/01/01/0928497/Asam.Pedas.Kaledo.Khas.Palu.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi
- (Inggris) "Six killed in Indonesian blast", Sydney Morning Herald, 31 Desember 2005
- (Indonesia) Kota Palu