Pulau Paskah

pulau Polinesia dan wilayah khusus di Chili

Pulau Paskah (bahasa Rapa Nui: Rapa Nui, bahasa Spanyol: Isla de Pascua) adalah sebuah pulau milik Chili yang terletak di selatan Samudra Pasifik. Walaupun jaraknya 3.515 km sebelah barat Chili Daratan, secara administratif ia termasuk dalam Provinsi Valparaiso. Pulau Paskah berbentuk seperti segitiga. Daratan terdekat yang berpenghuni ialah Pulau Pitcairn yang jaraknya 2.075 km sebelah barat. Luas Pulau Paskah sebesar 163,6 km². Menurut sensus 2002, populasinya berjumlah 3.791 jiwa yang mayoritasnya menetap di ibu kota Hanga Roa. Pulau ini terkenal dengan banyaknya patung-patung (moai), patung berusia 400 tahun yang dipahat dari batu yang kini terletak di sepanjang garis pantai.

Pulau Paskah

Rapa Nui
Isla de Pascua
Bendera Pulau Paskah
Bendera
{{{coat_alt}}}
Lambang
Ibu kotaHanga Roa
Bahasa resmiSpanyol, Rapa Nui [1]
Kelompok etnik
(2002)
Rapanui 60%, Eropa atau mestizo 39%, Amerindian 1%
DemonimRapa Nui atau Pascuense
PemerintahanTeritori khusus Chili
• Gubernur
Laura Alarcón Rapu
• Wali Kota
Pedro Edmunds Paoa
Aneksasi 
• Perjanjian ditandatangani
9 September 1888
Luas
 - Total
163,6 km2
Populasi
 - Perkiraan 2009
4,781[2]
 - Sensus Penduduk 2002
3.791
29.22/km2
Mata uangPeso
(CLP)
Zona waktuUTC-06
(UTC-6)
Kode telepon+56 32
Ranah Internet.cl
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Taman Nasional Rapa Nui
Situs Warisan Dunia UNESCO
KriteriaBudaya: i, iii, v
Nomor identifikasi715
Pengukuhan1995 (ke-14)
Lokasi Pulau Paskah
Proyeksi ortografi yang berfokus pada Pulau Paskah

Pulau ini pun masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.

Sejarah

sunting
 
Citra satelit Pulau Paskah

Orang yang pertama kali menempati Pulau Paskah adalah keturunan imigran dari Polinesia yang kemungkinan berasal dari Pulau Mangareva atau Pitcairn di sebelah barat. Sejarah pulau ini dapat dihubungkan berkat daftar raja Pulau Paskah yang telah direkonstruksi, lengkap dengan rangkaian peristiwa dan tanggal perkiraan sejak tahun 400. Penghuni asal Polinesia tersebut membawa sejumlah pisang, talas, ubi manis, tebu, bebesaran kertas (paper mulberry) dan ayam. Pada suatu masa, pulau ini menopang peradaban yang relatif maju dan kompleks. Ahli navigasi asal Belanda Jakob Roggeveen menemukan Pulau Paskah pada Hari Paskah tahun 1722. Roggeveen memperkirakan sekitar 2.000-3.000 orang menghuni pulau ini, tetapi ternyata jumlah penduduk mencapai 10.000-15.000 jiwa pada abad ke-16 dan 17. Peradaban Pulau Paskah telah merosot secara drastis semenjak 100 tahun sebelum kedatangan Belanda, terutama akibat terlalu padatnya jumlah penduduk, penebangan hutan dan eksploitasi sumber daya alam yang terbatas di pulau yang amat terisolasi ini. Namun, hingga pertengahan abad ke-19, populasi telah bertambah hingga mencapai 4.000 jiwa. Hanya berselang waktu 20 tahun kemudian, deportasi ke Peru dan Chili serta berbagai penyakit yang dibawa oleh orang Barat hampir memusnahkan seluruh populasi, dengan hanya 111 penduduk di pulau ini pada 1877. Pulau ini dianeksasi oleh Chili pada 1888 oleh Policarpo Toro. Jumlah penduduk asli suku Rapanui perlahan-lahan telah bertambah dari rekor terendah berjumlah 111 jiwa.

Perlu diketahui bahwa nama "Rapa Nui" bukan nama asli Pulau Paskah yang diberikan oleh suku Rapanui. Nama itu diciptakan oleh para imigran pekerja dari suku asli Rapa di Kepulauan Bass yang menyamakannya dengan kampung halamannya. Nama yang diberikan suku Rapanui bagi pulau ini adalah Te pito o te henua ("Puser Dunia") karena keterpencilannya, tetapi sebutan ini juga diambil dari lokasi lain, mungkin dari sebuah bangunan di Marquesas.

Peristiwa-peristiwa baru-baru ini telah menunjukkan peningkatan yang signifikan pada sektor pariwisata, ditambah dengan besarnya jumlah orang yang datang dari daratan Chili sehingga mengancam keidentikan Polinesia di Pulau Paskah. Masalah kepemilikan tanah telah menciptakan ketegangan politik pada 20 tahun terakhir, dengan beberapa suku asli Rapanui menentang properti pribadi melainkan setuju dengan tanah tradisional milik bersama. (Lihat isi Demografi di bawah.)

Lingkungan hidup

sunting
Berkas:Easter island (Chile).jpg
Peta yang menunjukkan lokasi moai di Pulau Paskah

Pulau Paskah yang modern memiliki sedikit pepohonan. Pulau ini dulunya pernah mempunyai hutan pohon palem. Menurut pemikiran populer yang berkembang, para penghuni pertama pulau ini telah mengeksploitasi pepohonan di seluruh pulau untuk membuat tempat moai serta membangun perahu nelayan dan bangunan. Ada bukti yang menunjukkan gundulnya pulau ini bertepatan dengan runtuhnya peradaban Pulau Paskah. Konteks Midden pada waktu itu menunjukkan penurunan yang mendadak pada jumlah tulang ikan dan burung ketika para penduduk kehilangan akal untuk membangun kapal nelayan dan burung-burung kehilangan tempat sarang. Ayam dan tikus menjadi sarapan utama para manusia. Berdasarkan sisa-sisa manusia, ada bukti bahwa kanibalisme berlangsung.

Populasi kecil yang masih hidup berhasil mengembangkan tradisi baru untuk membagi-bagikan sumber yang tersisa sedikit. Pada grup pemuja manusia burung (manutara), sebuah pertandingan dibentuk manakala setiap tahunnya sebuah wakil dari setiap suku, yang dipilih oleh pemimpin masing-masing, menyelam ke laut dan berenang menuju Motu Nui, sebuah pulau kecil tetangga, untuk mencari telur pertama yang ditetaskan oleh seekor Sooty Tern pada musim menelur. Perenang pertama yang kembali dengan telur itu dapat mengontrol sumber pulau untuk sukunya selama tahun itu. Tradisi ini masih diterapkan pada saat bangsa Eropa mendarat di pulau ini.

Namun, penelitian baru memunculkan dugaan bahwa keadaan yang sesungguhnya justru lebih kompleks. Luasnya pulau yang dibersihkan dari pepohonan hanyalah salah satu ujung akhir dalam sebuah seri ketidakberuntungan yang dialami Pulau Paskah. Sebuah studi mengenai faktor-faktor lingkungan di 69 pulau-pulau di Pasifik mengatakan bahwa meskipun dipenuhi batu-batu pemujaan, para dewa ternyata marah terhadap pulau ini.

Pulau Paskah adalah daratan luas yang tidak subur dan kering. Tanahnya terlalu tandus untuk ditanami pohon-pohon kembali setelah tanaman asli dipanen. Pulau ini tidak mendapat keuntungan dari debu vulkanik yang subur seperti pulau-pulau lain. Jadi, sekali pulau itu dibersihkan, tidak ada harapan untuk pemulihan.

Ekologi

sunting

Pulau Paskah, bersama dengan Sala-y-Gomez, sebuah pulau kecil tetangga yang tidak dihuni, dikenal oleh para ekologis sebagai kawasan ekologi yang disebut hutan berdaun lebar subtropis Rapa Nui. hutan basah berdaun lebar subtropis yang asli kini telah lenyap, tetapi studi paleobotanis mengenai fosil tepung sari dan jamur pohon yang merupakan peninggalan aliran lava mengindikasikan bahwa pulau ini tadinya berupa hutan lebat, dengan berbagai jenis pohon, belukar, pakis dan rumput. Sebuah pohon palem besar, yang berhubungan dengan pohon palem anggur Chili (Jubaea chilensis) merupakan jenis mayoritas pepohonan, begitu juga dengan pohon toromiro (Sophora toromiro). Pohon palem tersebut kini telah punah, dan toromiro punah di alam liar, sehingga kini pulau ini keseluruhannya hampir dipenuhi oleh padang rumput. Para ilmuwan sedang memperkenalkan kembali toromiro di Pulau Paskah.

Artefak kebudayaan

sunting

Artikel utama: Moai

 
Sebuah Moai

Patung-patung besar dari batu, atau moai, yang menjadi simbol Pulau Paskah dipahat pada masa yang lebih dahulu dari yang diperkirakan. Arkeologis kini memperkirakan pemahatan tersebut berlangsung antara 1600 dan 1730, patung yang terakhir dipahat ketika Jakob Roggeveen menemukan pulau ini. Terdapat lebih dari 600 patung batu monolitis besar (moai). Walaupun bagian yang sering terlihat hanyalah "kepala", moai sebenarnya mempunyai batang tubuh yang lengkap; namun banyak moai yang telah tertimbun hingga lehernya. Kebanyakan dipahat dari batu di Rano Raraku. Tambang di sana sepertinya telah ditinggalkan dengan tiba-tiba, dengan patung-patung setengah jadi yang ditinggalkan di batu. Teori populer menyatakan bahwa moai tersebut dipahat oleh penduduk Polinesia (Rapanui) pada saat pulau ini kebanyakan berupa pepohonan dan sumber alam masih banyak yang menopang populasi 10.000-15.000 penduduk asli Rapanui. Mayoritas moai masih berdiri tegak ketika Roggeveen datang pada 1722. Kapten James Cook juga melihat banyak moai yang berdiri ketika dia mendarat di pulau pada 1774. Hingga abad ke-19, seluruh patung telah tumbang akibat peperangan internecine.

"Rongorongo"

sunting
 
Tablet B Aruku kurenga, salah satu tablet Rongorongo

Ada berbagai lembaran (tablet) yang ditemukan di pulau yang berisikan tulisan misterius. Tulisan, yang dikenal dengan Rongorongo, belum dapat diuraikan walaupun berbagai generasi ahli bahasa telah berusaha. Seorang sarjana Hungaria, Wilhelm atau Guillaume de Hevesy, pada 1932 menarik perhatian tentang kesamaan antara beberapa karakter rongorongo Pulau Paskah dan tulisan pra-sejarah Lembah Indus di India, yang menghubungkan lusinan (sedikitnya 40) rongorongo dengan tanda cap dari Mohenjo-daro. Hubungan ini telah diterbitkan kembali di berbagai buku. Arti rongorongo kemungkinan ialah damai-damai, dan tulisannya mungkin mencatat dokumen perjanjian damai, misalnya antara yang bertelinga panjang dan penguasa bertelinga pendek. Namun, penjelasan tersebut masih dalam perdebatan, dan ada ahli yang mengartikan rongorongo sebagai "mengucapkan."

Demografi

sunting

Menurut sensus 2002, populasinya berjumlah 3.791 jiwa. Angka ini naik dari 1.936 jiwa pada 1982. Kenaikan populasi yang besar ini terutama disebabkan oleh kedatangan orang-orang keturunan Eropa dari daratan Chili. Akibatnya, pulau ini terancam kehilangan identitas asli Polinesia. Pada 1982, sekitar 70% populasi berupa suku Rapanui (penduduk asli Polinesia). Namun pada sensus 2002, Rapanui hanya mencakup 60% dari populasi Pulau Paskah. Bangsa Chili keturunan Eropa mencakup 39% populasi, dan sisanya 1% adalah etnis Amerika Asli dari daratan Chili. Hampir seluruh populasi tinggal di kota Hanga Roa.

Suku Rapanui telah bermigrasi dari pulau ini. Pada sensus 2002, ada 2.269 Rapanui yang tinggal di pulau ini, sedangkan 2.378 lainnya tinggal di daratan Chili (setengahnya tinggal di daerah metropolitan Santiago).

Kepadatan penduduk Pulau Paskah hanya 23 penduduk per km²; jumlah itu lebih kecil dari masa gemilang pemahatan patung (abad ke-17) ketika antara 10.000 dan 15.000 penduduk asli Rapanui tinggal di pulau. Populasi telah menurun hingga 2.000-3.000 penduduk sebelum kedatangan bangsa Eropa. Pada abad ke-19, penyakit yang timbul akibat kontak dengan kaum Eropa, serta deportasi 2.000 Rapanui ke Peru sebagai budak, dan keberangkatan paksa sisa suku Rapanui ke Chili menyebabkan kemerosotan populasi Pulau Paskah hingga mencapai rekor terendah 111 penduduk pada 1877. Dari 111 Rapanui, hanya 36 yang mempunyai keturunan, dan mereka adalah nenek moyang seluruh 2.269 penduduk Rapanui sekarang.

Mitologi

sunting

Lihat: Makemake, Kumulipo, Hiro, Mitologi Polinesia

Data iklim Pulau Paskah (Bandara Internasional Mataveri) 1981–2010, ekstrim 1912–1990
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rekor tertinggi °C (°F) 32.0
(89.6)
31.0
(87.8)
32.0
(89.6)
31.0
(87.8)
30.0
(86)
29.0
(84.2)
31.0
(87.8)
28.3
(82.9)
30.0
(86)
29.0
(84.2)
33.0
(91.4)
34.0
(93.2)
34.0
(93.2)
Rata-rata tertinggi °C (°F) 26.9
(80.4)
27.4
(81.3)
26.8
(80.2)
25.3
(77.5)
23.3
(73.9)
21.9
(71.4)
21.0
(69.8)
21.0
(69.8)
21.5
(70.7)
22.4
(72.3)
23.8
(74.8)
25.4
(77.7)
23.9
(75)
Rata-rata harian °C (°F) 23.3
(73.9)
23.7
(74.7)
23.1
(73.6)
21.9
(71.4)
20.1
(68.2)
18.9
(66)
18.0
(64.4)
17.9
(64.2)
18.3
(64.9)
19.0
(66.2)
20.4
(68.7)
21.8
(71.2)
20.5
(68.9)
Rata-rata terendah °C (°F) 20.0
(68)
20.6
(69.1)
20.3
(68.5)
19.3
(66.7)
17.8
(64)
16.8
(62.2)
15.9
(60.6)
15.6
(60.1)
15.8
(60.4)
16.2
(61.2)
17.4
(63.3)
18.7
(65.7)
17.9
(64.2)
Rekor terendah °C (°F) 12.0
(53.6)
14.0
(57.2)
11.0
(51.8)
12.7
(54.9)
10.0
(50)
7.0
(44.6)
9.4
(48.9)
7.0
(44.6)
8.0
(46.4)
8.0
(46.4)
8.0
(46.4)
12.0
(53.6)
7.0
(44.6)
Curah hujan mm (inci) 70.4
(2.772)
80.2
(3.157)
99.2
(3.906)
139.9
(5.508)
143.4
(5.646)
110.3
(4.343)
130.1
(5.122)
104.8
(4.126)
108.5
(4.272)
90.6
(3.567)
75.4
(2.969)
75.6
(2.976)
1.228,1
(48,35)
% kelembapan 77 79 79 81 81 81 80 80 79 77 77 78 79
Rata-rata sinar matahari bulanan 274 239 229 193 173 145 156 172 179 213 222 242 2.437
Sumber #1: Dirección Meteorológica de Chile[3]
Sumber #2: Ogimet (sun 1981–2010)[4] Deutscher Wetterdienst (extremes and humidity)[5]

Referensi

sunting
  1. ^ Portal Rapa Nui. http://www.portalrapanui.cl/rapanui/informaciones.htm
  2. ^ National Statistics Office (INE).
  3. ^ "Datos Normales y Promedios Históricos Promedios de 30 años o menos" (dalam bahasa Spanyol). Dirección Meteorológica de Chile. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 September 2018. Diakses tanggal 6 December 2018. 
  4. ^ "CLIMAT summary for 85469: Isla de Pascua (Chile) – Section 2: Monthly Normals". CLIMAT monthly weather summaries. Ogimet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 March 2020. Diakses tanggal 31 March 2020. 
  5. ^ "Klimatafel von Mataveri / Osterinsel (Isla de Pascua) / Chile" (PDF). Baseline climate means (1961–1990) from stations all over the world (dalam bahasa Jerman). Deutscher Wetterdienst. Diakses tanggal 24 January 2016. 

Pranala luar

sunting

27°7′S 109°22′W / 27.117°S 109.367°W / -27.117; -109.367