Kota Gelanggi adalah sebuah situs arkeologi yang dilaporkan pada tahun 2005 yang sangat mungkin merupakan ibu kota pertama Kerajaan Sriwijaya kuno dan waktunya ditetapkan sekitar 650–900 dan salah satu Kerajaan tertua di Semenanjung Malaya Asia Tenggara. Keberadaan situs tersebut diumumkan sebagai suatu "penemuan" oleh media Malaysia pada 3 Februari 2005.[1]

Geografi

Situs kota kuno yang dilaporkan ini berada di hutan lebat di negara bagian Malaysia selatan Johor Darul Takzim, dekat sebuat hutan lindung yang saat ini dikelola sebagai Waduk Linggiu oleh Dewan Utilitas Publik (PUB) Singapura.[2] Kondisi ini menempatkan situs tersebut di suatu tempat seluas 140-kilometer-persegi (54 sq mi) dari hutan lindung di sekitar Sungai Madek dan Sungai Lenggiu.

Sejarah

Karya sastra Melayu awal abad ke-17, Sejarah Melayu mencatat bahwa Kota Gelanggi terletak di hulu Sungai Johor dengan benteng utama terbuat dari batu hitam (atau "Kota Batu Hitam" dalam bahasa Melayu). "Kota Gelanggi" mungkin berasal dari salah pengucapan bahasa Melayu dari kata Thai Ghlong-Keow atau "Kotak Zamrud", karenanya dalam bahasa Melayu, "Perbendaharaan Permata" (Khazanah Permata). Beberapa ilmuwan percaya bahwa kota ini merupakan bagian dari Kerajaan Ayutthaya, dan oleh karena itu mungkin merupakan kota Naksat ke-12 yang tidak dikenal dari cerita rakyat Siam kuno. Prasasti Tamil kuno menunjukkan bahwa kota tersebut diserang pada 1025 oleh penakluk Dinasti Chola India Selatan, Rajendra Chola I, setelah dia menghancurkan Kerajaan Melayu Gangga Negara. Yang terakhir ini umumnya disamakan dengan reruntuhan dan makam kuno yang masih bisa dilihat di distrik Beruas di negara bagian Perak. Peta Semenanjung Malaya dari Eropa kuno menunjukkan lokasi sebuah kota yang dikenal sebagai Polepi (yakni Gelanggi) di ujung selatan Semenanjung Malaya.[3]

Referensi untuk Kota Gelanggi dilaporkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh ilmuwan-administrator kolonial termasuk Dudley Francis Amelius Hervey (1849–1911), yang menerbitkan laporan saksi mata kota tersebut pada 1881 dan Sir Richard Olof Winstedt (1878–1966), yang menyatakan bahwa Orang Asli (kelompok pribumi) siap untuk membawa orang menuju situs tersebut pada akhir 1920-an. Kota kuno ini juga dikenal petualang penjelajah Gerald Gardner (1884–1964), yang menemukan reruntuhan Johore Lama sewaktu melakukan pencarian Kota Gelanggi.

Referensi

  1. ^ "Tracking down Kota Gelanggi" (PDF). The Star. Diakses tanggal May 26, 2011. 
  2. ^ "The Straits Times - JB downpour fails to raise reservoir level". Government of Singapore. Diakses tanggal 25 November 2015. 
  3. ^ Sebastian Munster (1614) Map of Taprobana.

Pranala luar