Pulau Belitung
Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih (Stannuum), pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Serta akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan.
Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar.
Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Berbagai olahan makanan yang berbahan ikan menjadi makanan sehari-hari penduduknya. Kekayaan laut menjadi salah satu sumber mata pencaharian penduduk Belitung. Sumber daya alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda.
Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka.
Secara geografis pulau Belitung (Melayu ; Belitong) terletak pada 107°31,5' - 108°18' Bujur Timur dan 2°31,5'-3°6,5' Lintang Selatan. Secara keseluruhan luas pulau Belitung mencapai 4.800 km² atau 480.010 ha.Pulau Belitung disebelah utara dibatasi oleh Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan selat Karimata, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah barat berbatasan dengan selat Gaspar. Di sekitar pulau ini terdapat pulau-pulau kecil seperti Pulau Mendanau, Kalimambang, Gresik, Seliu dan lain-lain.
Sejarah Belitung
Belitung merupakan kepulauan yang mengalami beberapa pemerintahan raja-raja. Pada akhir abad ke-7, Belitung tercatat sebagai wilayah Kerajaan Sriwijaya, kemudian ketika Kerajaan Majapahit mulai berjaya pada tahun 1365, pulau ini menjadi salah satu benteng pertahanan laut kerajaan tersebut. Baru pada abad ke-15, Belitung mendapat hak-hak pemerintahannya. Tetapi itupun tidak lama, karena ketika Palembang diperintah oleh Cakradiningrat II, pulau ini segera menjadi taklukan Palembang.[1]
Sejak abad ke-15 di Belitung telah berdiri sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Badau dengan Datuk Mayang Geresik sebagai raja pertamanya. Dalam sejarahnya beliau merupakan seorang bangsawan Jawa dari kerajaan Majapahit yang datang ke Pulau Belitung untuk mencari obat penyakit yang beliau derita, atas saran Raja Palembang yang bernama Sultan Najamuddin yang beliau kunjungi sebelumnya. Kemudian sampailah beliau di daerah sungai Cerucuk dan mulai menetap untuk beberapa waktu. Hingga akhirnya berpindah ke hulu sungai Berang yang kemudian menjadi pusat pemerintahannya yang di daerah sekitar sekarang bernama Pelulusan. Wilayah kekuasaaannya meliputi daerah Badau, Ibul, Bange, Bentaian, Simpang Tiga, hingga ke Buding, Manggar dan Gantung. Beberapa peninggalan sejarah yang menunjukkan sisa-sisa kerajaan Badau, berupa tombak berlok 13, keris, pedang, gong, kelinang, dan garu rasul. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat ditemui di Museum Badau.[1]
Kerajaan kedua adalah Kerajaan Balok. Raja pertamanya berasal dari keturunan bangsawaan Jawa dari Kerajaan Mataram Islam bernama Kiai Agus Masud atau Kiai Agus Gedeh Ja'kub, yang bergelar Depati Cakraningrat I dan memerintah dari tahun 1618-1661. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Kiai Agus Mending atau Depati Cakraningrat II (1661-1696), yang memindahkan pusat kerajaan dari Balok Lama ke suatu daerah yang kemudian dikenal dengan nama Balok Baru. Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Kiai Agus Gending yang bergelar Depati Cakraningrat III.[1]
Pada masa pemerintahan Depati Cakraningrat III ini (1696-1700 M), Belitung dibagi menjadi 4 Ngabehi, yaitu :
- Ngabehi Badau dengan gelar Ngabehi Tanah Juda atau Singa Juda;
- Ngabehi Sijuk dengan gelar Ngabehi Mangsa Juda atau Krama Juda;
- Ngabehi Buding dengan gelar Ngabehi Istana Juda;
- Ngabehi Belantu dengan gelar Ngabehi Sura Juda.
Masing-masing Ngabehi ini pada akhirnya menurunkan raja-raja yang seterusnya lepas dari Kerajaan Balok. Pada tahun 1700 Depati Cakraningrat III wafat lalu digantikan oleh Kiai Agus Bustam (Depati Cakraningrat IV). Pada masa pemerintahan Depati Cakraningrat IV ini, agama Islam mulai tersebar di Pulau Belitung.
Gelar Depati Cakraningrat hanya dipakai sampai dengan raja Balok yang ke-9, yaitu Kiai Agus Mohammad Saleh (bergelar Depati Cakraningrat IX), karena pada tahun 1873 gelar tersebut dihapus oleh Pemerintah Belanda. Keturunan raja Balok selanjutnya yaitu Kiai Agus Endek (memerintah 1879-1890) berpangkat sebagai Kepala Distrik Belitung dan berkedudukan di Tanjungpandan.
Kerajaan ketiga adalah Kerajaan Belantu, yang merupakan bagian wilayah Ngabehi Kerajaan Balok. Rajanya yang pertama adalah Datuk Ahmad (1705-1741), yang bergelar Datuk Mempawah. Sedangkan rajanya yang terakhir bernama KA. Umar.
Kerajaan keempat atau yang terakhir yang pernah berdiri adalah Kerajaan Buding, yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Balok. Rajanya bernama Datuk Kemiring Wali Raib. Dari keempat kerajaan yang telah disebutkan diatas, Kerajaan Balok merupakan kerajaan terbesar yang pernah ada di Pulau Belitung.[1]
Masa pendudukan Belanda-Jepang
Pada abad ke-17, Pulau Belitung menjadi jalur perdagangan dan tempat persinggahan kaum pedagang. Dari sekian banyak pedagang, yang paling berpengaruh adalah pedagang Cina dan Arab. Hal ini dapat dibuktikan dari tembikar-tembikar yang berasal dari Wangsa Ming abad ke-14 hingga ke-17, yang banyak ditemukan dalam lapisan-lapisan tambang timah di daerah Kepenai, Buding, dan Kelapa Kampit. Berdasarkan catatan dari sejarawan Cina bernama Fei Hsin (1436). Sedangkan orang Cina mengenal Belitung disebabkan pada tahun 1293, pedagang-pedagang Cina tersebut masuk ke Pulau Belitung sekitar tahun 1293. Sebuah armada Cina di bawah pimpinan Shi Pi, Ike Mise dan Khau Hsing yang sedang mengadakan perjalanan ke Pulau Jawa terdampar di perairan Belitung.[1]
Selain bangsa Cina, bangsa lain yang banyak mengenal Pulau Belitung adalah bangsa Belanda. Pada tahun 1668, sebuah kapal Belanda bernama 'Zon De Zan Loper', di bawah pimpinan Jan De Marde, tiba di Belitung. Mereka merapat di sungai Balok, yang saat itu merupakan satu-satunya bandar di Pulau Belitung yang ramai dikunjungi pedagang asing.[1]
Berdasarkan penyerahan Tuntang pada tanggal 18 September 1811, Pulau Belitung masuk dalam wilayah kekuasaan Inggris (meskipun secara de facto terjadi pada tanggal 20 Mei 1812). Residen Inggris di Bangka, mengangkat seorang raja siak untuk memerintah Belitung karena di pulau kecil ini sering terjadi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh tetua adat. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Kerajaan Inggris tanggal 17 April 1817, Inggris menyerahkan Belitung kepada Kerajaan Belanda. Selanjutnya atas nama Baginda Ratu Belanda, ditunjuk seorang Asisten Residen untuk menjalankan pemerintahan di Pulau Belitung.[1]
Pada tahun 1823, seorang Kapten berkebangsaan Belgia bernama JP. De La Motte, yang menjabat sebagai Asisten Residen dan juga pimpinan tentara Kerajaan Belanda, berhasil menemukan timah di pulau tersebut. Selanjutnya seusai Traktat London tahun 1850, penambangannya diambil alih oleh Billiton Maatschapij, sebuah perusahaan penambangan timah milik Pemerintah Belanda. Pada saat itu Belitung terbagi atas 6 daerah, yaitu :
- Tanjungpandan dan Gantung/Lenggang yang berada langsung di bawah pemerintahan Depati;
- Badau, Sijuk, Buding dan Belantu yang berada di bawah pemerintahan masing-masing Ngabehi.[1]
Pada tahun 1890, pangkat Ngabehi dihapus dan digantikan dengan Kepala Distrik. Selanjutnya terdapat 5 distrik yaitu : Tanjungpandaan, Manggar, Buding, Dendang dan Gantung. Tahun 1852 Belitung dipisahkan dari Bangka dalam urusan administrasi dan kewenangan penambangan timah. Pemisahan tersebut atas desakan JF. Louden (kepala pemerintahan pusat di Batavia), untuk mencegah pengaruh buruk dari Residen Bangka yang iri melihat pertambangan timah yang berkembang dengan pesat di Belitung. Dalam rangkaian sistem pemerintahan Hindia Belanda, pada tahun 1921 Belitung dijadikan sebuah distrik yang dikepalai oleh seorang Demang yaitu KA. Abdul Adjis, yang dibantu 2 orang Asisten Demang yang membawahi 2 onder district, yaitu Belitung Barat dan Belitung Timur. Gemeente atau kelurahan di Belitung dibentuk pada tahun 1921-1924. Berdasarkan Ordonantie No. 73 tanggal 21 Februari 1924, Belitung terbagi menjadi 42 Gemeente.[2]
Pada tahun 1933, Belitung berubah status menjadi satu Onder-afdeling yang diperintah oleh seorang Controleur dengan pangkat Assistant Resident, yang bertanggung jawab kepada Residen dari Afdeling Bangka - Belitung yang berkedudukan di Pulau Bangka. Tanggal 1 Januari 1939 berlaku peraturan baru di wilayah di wilayah Belitung, yang berarti Pulau Belitung sudah diberi hak untuk mengatur daerahnya sendiri. Tentu saja hal tersebut memengaruhi beberapa keadaan, misalnya Onder-afdeling Belitung meliputi 2 distrik yaitu, Distrik Belitung Barat dan Distrik Belitung Timur, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Demang.[1]
Tentara Jepang menduduki Pulau Belitung pada bulan April 1944, pemerintahan dikedua distrik dikepalai oleh Gunco. Pada awal tahun 1945, Jepang membentuk Badan Kebaktian Rakyat di Belitung yang bertugas membantu pemerintahan. Masa pendudukan Jepang tidak lama, selanjutnya terjadi perubahan kembali ketika tentara Belanda kembali menguasai Belitung pada tahun 1946. Pada masa pemerintahan Belanda ini, Onder-afdeling Belitung diperintah kembali oleh Asisten Residen Bangsa Belanda, sedangkan penguasaan distrik tetap dipegang oleh seorang Demang yang kemudian diganti dengan sebutan Bestuurhoofd.[1]
Masa Kemerdekaan
Pulau Belitung sebagai bagian dari Residensi Bangka - Belitung, beberapa tahun lamanya pernah menjadi bagian dari Gewest Borneo, kemudian menjadi bagian Gewest Bangka - Belitung dan Riau. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena muncul peraturan yang mengubah Pulau Belitung menjadi Neolanchap. Selanjutnya sebagai badan pemerintahan dibentuklah Dewan Belitung pada tahun 1947. Pada waktu pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), Neolanchap Belitung merupakan negara tersendiri, bahkan karena sesuatu hal tidak menjadi negara bagian. Tahun 1950 Belitung dipisahkan dari RIS dan digabungkan dalam Republik Indonesia. Pulau Belitung menjadi sebuah kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan di bawah kekuasaan militer, karena pada waktu itu Sumatera Selatan merupakan Daerah Militer Istimewa. Sesudah berakhirnya pemerintahan militer, Belitung kembali menjadi kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati.[2]
Masa Sekarang
Pada tanggal 21 November 2000, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000, Pulau Belitung bersama dengan Pulau Bangka memekarkan diri dan membentuk satu provinsi baru dengan nama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi ini merupakan provinsi ke-31 di Indonesia. Berdasarkan aspirasi masyarakat dan berbagai pertimbangan, Kabupaten Belitung dibagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung beribukota di Tanjungpandan dengan cakupan wilayah meliputi 5 kecamatan dan Kabupaten Belitung Timur dengan Manggar sebagai ibukotanya dengan cakupan wilayah meliputi 4 kecamatan.[1]
Bentang Alam
Belitung memiliki salah satu jenis vegetasi yang disebut dengan hutan kerangas. Hutan kerangas adalah hutan yang tumbuh di atas pasir kuarsa yang memiiki pH rendah dan miskin nutrisi. Vegetasi yang khas pada hutan kerangas adalah sapu padang (Baeckea frutescens), ketakong/kantong semar (Nepenthes gracilis), drosera (Drosera burmanii), pelawan (Tristaniopsis obovata), ulin (Eusideroxylon zwagerii), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan kucai padang (Fimbristylis sp.).[3] Beberapa tanaman yang hidup di hutan kerangas Belitung juga memiliki khasiat sebagai tanaman obat[4] sehingga pengrusakan yang sangat tidak bertanggung jawab oleh pelaku penambangan timah memiliki dampak yang sangat buruk bagi biodiversity dan sosial kemasyarakatan.
Sosiodemografi
Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Belitung, per 31 Agustus 2013, penduduk Kabupaten Belitung berjumlah 170.782 jiwa dengan komposisi 87.705 jiwa Laki-laki (51,35%) dan 83.077 jiwa perempuan (48,65%). Jumlah laki-laki di Belitung masih lebih tinggi dibanding dengan jumlah perempuan. Sex Ratio di Kabupaten Belitung adalah 105,57 yang menunjukkan terdapat 105 oranglaki-laki di antara 100 perempuan.
Jumlah penduduk Kabupaten Belitung Timur tahun 2012 sebanyak 116.356 jiwa. Hal ini menunjukkan telah terjadi penambahan jumlah penduduk dibanding tahun sebelumnya sebesar 3.041 orang atau 2,7 persen. Penduduk di Kabupaten Belitung Timur lebih banyak penduduk laki-laki dibandingkan penduduk perempuan di mana 59.913 jiwa atau 51,5 % laki-laki dan sisanya 56.443 jiwa atau 48,5 % adalah perempuan.
Kepadatan, Pertumbuhan, dan Distribusi Penduduk
Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk antar kecamatan sangat bervariasi. Hal ini disebabkan penyebaran penduduk yang tidak merata, di mana permukiman penduduk terkonsentrasi di Taniungpandan, yang merupakan ibukota Kabupaten Belitung, dengan kepadatan penduduk sebesar 258 jiwa/km2. Dilihat dari tingkat kepadatan penduduknya, Kecamatan Tanjungpandan memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi, bahkan empat kalinya dari kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi kedua yaitu Kecamatan Sijuk. Hal ini terjadi karena Kecamatan Tanjungpandan merupakan ibukota Kabupaten Belitung serta pusat kegiatan perekonomian Belitung yang berpusat pada perdagangan, perhotelan, rumah makan dan restoran, serta pusat pendidikan.walaupun luas wilayah Tanjungpandan hanya 16,5% dari total luas Belitung.
Terjadi juga peningkatan untuk kepadatan penduduk, di Kabupaten Belitung Timur pada tahun 2012 dari 45,20 jiwa per Km2 di menjadi 46,41 jiwa per Km2 penyebaran yang tidak merata. Hal ini terlihat dari masih terpusatnya penduduk di Kecamatan Manggar sebagai ibukota kabupaten dengan kepadatan hingga 106,01 jiwa per Km2, dengan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lain yang relatif merata penyebarannya.
Tingkat Pendidikan dan Agama
Etnis penduduk asli Kabupaten Belitung adalah etnis Melayu yang kemudian mengalami akulturasi dan asimilasi dengan berbagal etnis Iainnya, yaitu etnis Melayu Riau, Palembang, Bugis, Cina, Jawa, dan etnis lainnya. Kebudayaan etnis Melayu, etnis Cina, agama Islam dan kepercayaan yang dibawa oleh etnis Cina telah banyak berpengaruh terhadap pola-pola kebudayaan dan pola relasi sosial masyarakat Kabupaten Belitung.
Berdasarkan agama, penduduk Kabupaten Belitung didominasi oIeh pemeluk agama Islam yaitu sebesar 91,61%, dan pemeluk agama Iainnya adalah Budha sebanyak 6,37%, Protestan 1,02%; Katholik 0,55% dan Hindu 0,45%.
Partisipasi melanjutkan pendidikan dari SD ke SMP sebesar 32,17% dan dari SMP ke SMU sebesar 70,36%. Artinya jumlah anak sekolah yang masuk ke sekolah lanjutan pertama perlu peningkatan.Sedangkan dari lanjutan pertama ke sekolah menengah umum mencapai 70%. Partisipasi masyarakat yang menyelesaikan pendidikan di Belitung 8,26% (rata-rata 343 orang per tahun). Dengan demikian tingkat partisipasi penduduk sekolah dasar cukup tinggi, tetapi jumlah yang melanjutkan ke SMP hanya 32,17%, tetapi SMP-SMU mencapai 70%. Sementara itu jumlah sekolah tidak menunjukkan peningkatan signifikan.
Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan adalah adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui Jalur pendidikan, pemerintah berupaya untuk menghasilkan dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), wajib belajar 6 tahun yang dilanjutkan wajib belajar 9 tahun, UUD 1945 beserta amendemennya (pasal 31 ayat 2) serta program pendidikan lainnya adalah bentuk upaya pemerintah dalam rangka menciptakan sumber daya manusia tangguh yang siap bersaing pada era globalisasi. Peningkatan sumber daya manusia sekarang ini lebih diutamakan dengan memberikan kesempatan kepada penduduk untuk mendapatkan pendidikan yang seluas-luasnya, terutama penduduk pada kelompok umur 7-24 tahun yang merupakan kelompok usia sekolah.
Ketenagakerjaan
Berdasarkan data Belitung Dalam Angka 2012, angkatan kerja di Kabupaten Belitung pada tahun 2011 berjumlah 2.798 jiwa yang terdiri dari 242 jiwa (8,65%) sudah ditempatkan dan 2.556 jiwa (91,35%) belum ditempatkan. Apabila dikelompokkan menurut tingkat pendidikan jumlah terbesar penduduk pencari kerja di Kabupaten Belitung adalah tamatan SLTA yaitu sebesar 67,44%. Tabel berikut memperlihatkan data angkatan kerja ini.Sektor pertanian dan perkebunan, termasuk perikanan, masih merupakan sektor kedua yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Belitung. Hal ini mungkin disebabkan karena seringkali untuk masuk ke dalam sektor ini tidak memerlukan persyaratan tertentu. Sedangkan lapangan pekerjaan lain yang memerlukan tenaga kerja ahli saat ini dikaitkan kondisi SDM Kabupaten Belitung yang ada. Secara lebih mendetail, berikut ini adalah komposisi penduduk Kabupaten Belitung menurut mata pencahariannya. 22,67% masyarakat Belitung belum/tidak bekerja, dan 24,74% masyarakat Belitung adalah ibu rumah tangga. Sementara komposisi pekerjaan terbesar berikutnya adalah sabagai pelajar/mahasiswa sebanyak 17,72%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tiga program terkait tersebut belum menjadi sektor penggiat ekonomi daerah yang didukung penuh oleh ketertarikan penduduk Kabupaten Belitung sebagai mata pencahariannya.Oleh karena itu, perlu diciptakan strategi yang tepat agar penduduk berminat untuk bekerja dan mengembangkan ke tiga program prioritas tersebut, sehingga kesiapan SDM Kabupaten Belitung untuk berkiprah lebih banyak.dan lebih berkualitas terhadap trilogi program pambangunan Kabupaten Belitung dapat dipenuhi.
Peluang pemenuhan saat ini masih sangat terbuka mengingat masih banyak penduduk usia produktif. Penduduk usia produktif masih bisa dikelompokkan ke dalam (i) kelompok yang sedang menunggu pekerjaan, masih sekolah dan ibu rumah tangga, (ii) kelompok yang bekerja di bawah standard minimum, dan (iii) kelompok yang tidak bekerja.
Kualitas SDM sangat penting untuk ditingkatkan.mengingat persaingan tenaga kerja yang skilled labor akan sangat mencantumkan apakah masyarakat Belitung dapat tinggal landas bersama tiga sektor prioritas. Secara diagram dapat diiihat hubungan pentingnya pengembangan sumber daya manusia di Kabupaten Belitung.
Dari realitas keragaman perekonomian di Kabupaten Belitung yang didominasi oleh sektor ekonomi yang bersifat ekstraktif [(perikanan Laut dan pertambangan) dan sektor perkebunan], kemudian loncat ke sektor perdagangan (ekspor kaolin,timah, Crude Palm Oil (CPO)), maka kualitas SDM di Kabupaten Belitung masih perlu terus ditingkatkan untuk mengembangkan tiga program prioritas yaitu : Perikanan dan Kelautan [Perikanan Tangkap Modern, Perikanan Budi Daya Perairan]; Pariwisata, dan Kepelabuhanan.
Upah Minimum Kabupaten (UMK) Belitung pada tahun 2011 adalah sebesar Rp1.219.000,- naik sebesar 15% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp1.060.000,-.
Wisata Alam Belitung
Batu Mentas yang berada di kaki gunung tajam, memiliki potensi yang luar biasa sebagai sebuah destinasi wisata terpadu. Keindahan alam baik sungainya yang jernih maupun hutannya yang masih lebat, keunikan flora dan fauna, kehidupan masyarakat lokal dengan sentra kebun nenas dan ladanya, ditambah dengan keunikan seni budaya tradisionalnya serta keahlian masyarakatnya membuat kerajinan anyaman serta rotan, merupakan potensi yang jika dikelola dengan baik akan memberikan dampak positif yang luar biasa baik untuk lingkungan maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Batu Mentas hanya berjarak 20 menit waktu tempuh dari kota Tanjungpandan.
Pada Maret 2012 lalu telah dilakukan Soft Launching oleh KPLB[5] (Kelompok Peduli Lingkungan Belitung) bersama GEF [6](Global Environment Program) untuk “Sanctuary Tarsius dan Wisata Alam Batu Mentas.” Dalam perjalanannya, berbagai aktivitas pengayaan terus dilakukan untuk menuju sebuah cita-cita besar yaitu menjadikan Batu Mentas sebagai “Wild Life Sanctuary.” Wild life sanctuary merupakan taman suaka bukan hanya untuk Tarsius Bancanus Saltator (atau dalam bahasa local Belitung dikenal dengan “pelilean”), namun juga berbagai flora dan fauna yang sudah terancam punah dan langka seperti Pelanduk, Burung Siaw, Tupai Kelaras, serta tanaman hutan seperti Nibong Palay, Simpor Laki, Pelawan, Rukam, Sisilan, dll. Harapan ini merupakan dorongan peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat khususnya yang berada disekitar lokasi Batu Mentas dan umumnya untuk menambah variasi dan kualitas desitinasi wisata Belitung. Berbagai fasilitas yang ada di Batu Mentas sekarang ini yaitu Outbond Area, Penangkaran Tarsius Bancanus Saltator, Pemandian alam yang natural, wisata Tubing, Jungle Treking, Restoran dengan konsep makan “bedulang” dan Penginapan Safari Tend dan Tree House.
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k [1], Website Pemerintah Kabupaten Belitung.
- ^ a b [2], Website Pemerintah Kabupaten Belitung.
- ^ Dina Oktavia. 2013. Ironi Hutan Kerangas Belitung. Sayangbabel.org
- ^ Dina Oktavia. 2012. Komposisi Vegetasi dan Potensi Tumbuhan Obat di Hutan Kerangas Kabupaten Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. ipb.ac.id
- ^ www.kplb.org
- ^ SGP-Indonesia.org