Sunan Muria

penyebar agama Islam di Indonesia

Sunan Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau Raden Said. Menurut beberapa riwayat, dia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Soejinah, putri Sunan Ngudung. Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat dia dimakamkan. Singkat to

Keilmuan

Sunan Muria mencerminkan seorang sufi zuhud, yang memandang dunia ini sangat kecil. Oleh karena itu ia tidak silau akan gemerlap dunia. Tugasnya sehari hari mengasuh dan mendidik para santri yang hendak mendalami ilmu tasawuf, didampingi oleh putranya Raden Santri. Seperti halnya sufi lainnya, Sunan Muria mencerminkan pribadi yang sangat mencintai Allah Ta’ala. Sepanjang hidupnya hanyalah untuk beribadah kepada Sang Pencipta. Cahaya pandangan batin beliau senantiasa jauh menembus ke alam yang tidak terjangkau oleh akal pikiran atau logika.

Sunan Muria juga terkenal dalam hal ilmu kesaktiannya. Hal ini bisa ditemukan dalam kisah pernikahannya dengan dewi Roroyono. Dewi Roroyono adalah putri Ngerang, yaitu seorang ulama yang disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, yang bertempat tinggal di Juana, Pati Jawa Tengah. Demikian sakti Sunan Ngerang sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus sampai berguru kepadanya.

Dia memiliki ilmu yang dapat mengembalikan serangan dari lawannya. Hal tersebut terjadi ketika Kapa, adik seperguruan beliau yang telah menculik istrinya, kemudian menyerang dengan mengerahkan aji pamungkas. Namun serangan itu berbalik menghantam dirinya sendiri sehingga merenggut nyawa Kapa. Selain itu, beliau memiliki fisik yang kuat karena sering naik turun gunung muria yang tingginya sekitar 750 meter.

Sejarah dakwah

Cara berdakwah Sunan Muria berbeda tipis dengan sang ayah, Sunan Kalijaga. Beliau lebih memilih tinggal di daerah yang sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Tempat tinggal beliau terletak di salah satu puncak Gunung Muria yang bernama Colo. Di sana dia banyak bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut.

Sunan Muria menyebarkan agama Islam kepada para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Cara beliau menyebarkan agama Islam dengan tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah. Beliau juga yang telah menciptakan berbagai tembang jawa. Salah satu hasil dakwah beliau melalui media seni adalah tembang Sinom dan Kinanti. Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperluas meliputi Tayu, Juwana, Kudus, dan Pati.

Melalui tembang-tembang itulah Sunan Muria mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Beliau lebih senang berdakwah pada rakyat jelata daripada kaum bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai lereng-lereng Gunung Muria, sampai pesisir utara. Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli. Yakni dengan ”menghanyutkan diri” dalam masyarakat.

Sunan Muria sering berperan sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Beliau dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah tersebut. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari gunung Muria, Jepara, Kudus, hingga Pati. Dalam rangka dakwah melalui budaya, ia menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti. Sinom adalah sejenis tembang Jawa yang pada umumnya menampilkan suasana yang dapat menyentuh hati. Sedangkan kinanti pada umumnya berisi tentang syair-syair yang bersuasana senang, gembira, penuh kasih sayang dan rasa cinta.

Tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah. Dengan gaya moderat, mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya. Hanya, tradisi berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa dan shalawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta macapat, lagu Jawa dll.

Pranala luar