Sejarah kentang
Kentang, menurut sejarahnya dulu didomestifikasikan atau dijadikan sebagai tanaman pangan semula-mula di Peru dan Bolivia. Dalam perjalanan waktu, kentangpun menyebar ke Eropa dan sampai ke Indonesia lewat perantara penjajahan Belanda. Saat ini, kentang sudah jadi bahan makanan yang umum di dunia.
Sejarah berdasar daerah
Amerika Selatan
Kultivasi kentang di Amerika Selatan dapat ditarik sejarahnya menuju 10000 tahun lalu,[1] namun umbinya tidak tersimpan dengan baik dalam catatan arkeologis, dan ada masalah dalam identifikasi umbi yang ditemukan.
Bekas arkeologis umbi kentang yang terverifikasi paling awal didapati di pesisir Ancón (Peru tengah), bertanggal 2500 SM.[2] Ia diketahui mula-mula sekali ditanam di tempat yang kini ada di selatan Peru dan barat laut terjauh dari Bolivia.[3] antara 8000 dan 5000 SM.[4] Kentang yang bertanggal sekira 2000 SM ditemukan di Huaynuma, Lembah Casma yang terletak du Peru,[5] dan kentang-kentang yang berasal dari 800-500 SM juga ditemukan di situs Altiplano dari Chiripa, sisi timur Danau Titicaca.[6][7] Selain dari temuan-temuan di atas, kentang juga ditemukan pada catatan arkeologis Peruvia sebagai pengaruh desain dari tembikar keramik, yang seringnya dalam bentuk wadah. Wadah itu dibentuk sebagai 3 cara: pertama, apa adanya sebagai bentuknya kentang; kedua, dibentuk sebagai tubuh manusia (apakah dia dipotong ataupun tidak); yang terakhir, gabungan antara keduanya.[8] Fakta ini menunjukkan akan adanya pengaruh kentang terhadap keadaan kemasyarakatan yang ada di sana.
Di Altiplano, kentang adalah sumber energi penting untuk Kerajaan Inca, pendahulunya, dan pelanjutnya, kolonial Spanyol. Orang-orang Indian Andes memperlakukan kentang dalam macam-macam variasi, seperti ditumbuk, dipanggang, direbus, atau dikukus mirip dengan seperti orang-orang Eropa modern. Mereka menyebut suatu hidangan kentang yang disebut papas secas, yang dibuat dengan cara perebusan, pengupasan, dan pemotongan. Setelah diperlakukan demikian, kentang kemudian difermentasikan untuk membuat toqosh: lalu dihancurkan jadi bubur, direndam, dan disaring sampai jadi yang disebut almidón de papa. Namun hasil panen yang masih ada disebut orang-orang Andea chuño: dengan membiarkan kentang yang ada beku semalaman penuh, dan lalu akan mencair di pagi hari. Seperti inilah langkah yang dilakukan untuk melembutkan kentang. Setelah petani mengekstrak air dari kentang tersebut, kentang akan mengecil dan lebih ringan. Inilah yang nantinya akan dipersiapkan untuk pengukusan, dan bisa ditambah dalam pengukusan. Keuntungan dari chuño itu banyak, terutama sekali bahwa ia dapat disimpan bertahun-tahun tanpa pendiginan, terlebih ketika sedang musim kelaparan atau panen buruk. Kedua, oleh sebab waktu simpannya yang lama, prajurit-prajurit Inca menjadikannya sebagai makanan pokok, karena keadaan rasa dan masa kadaluarsanya cukup lama untuk dibawa bepergian. Chuño dulu diberikan pihak Spanyol kepada para penambang emas yang menghasilkan kekayaan yang besar di abad ke-16 kepada pemerintah Spanyol.[4]
Kentang juga merupakan makanan pokok bagi orang Mapuche pra-Columbus, "terlebih di teritorial selatan dan pesisir Mapuche, yang di situ jagung tak dapat tumbuh matang".[9]
Eropa
Agaknya, para pelaut membawa kentang juga jagung ini dari Andes ke Spanyol sebagai makanan mereka selama perjalanan mereka seraya membawa perak.[10] Ahli-ahli sejarah mendugakan bahwa sisa-sia umbi kentang (dan jagung) sampai juga akhirnya ke darat dan ditanam, karena dikatakan bahwa "kentang tiba beberapa tahun sebelum akhir abad ke-16 dengan dua jalan masuk: pertama, ke Spanyol sekitar 1570, dan kedua lewat Kepulauan Britania antara 1588 dan 1593 ... kami temukan jejak pembawaan kentang ini bergerak Kepulauan Kenari menuju Antwerp pada 1567 ... kami mengatakan juga bahwa kentang diintroduksi kemari [Kepualauan Kenari] dari Amerika Selatan sekitar 1562 ... catatan paling awal mengenai kentang ini [adalah] ... sebuah resep yang hendak dikirim bertanggal 28 November 1567 antara Las Palmas di Grand Canaries dan Antwerp."[11]
Orang-orang Eropah di Amerika Selatan berhati-hati pada pertengahan abad ke-16, dan masih menolak memakan tanaman ini.[12]
Referensi
- ^ David R. Harris, Gordon C. Hillman, Foraging and Farming: The Evolution of Plant Exploitation. Routledge, 2014 ISBN 1317598296 p496
- ^ Martins-Farias 1976; Moseley 1975
- ^ Spooner, DM; et al. (2005). "A single domestication for potato based on multilocus amplified fragment length polymorphism genotyping". PNAS. 102 (41): 14694–99. doi:10.1073/pnas.0507400102. PMC 1253605 . PMID 16203994.
- ^ a b Office of International Affairs, Lost Crops of the Incas: Little-Known Plants of the Andes with Promise for Worldwide Cultivation (1989) online
- ^ Ugent D., S. Pozorski and T. Pozorski. 1982. Archaeological potato tuber remains from the Casma Valley of Peru. Econ. Bot. 36:182-192
- ^ Erickson 1977: 6
- ^ David R. Harris, Gordon C. Hillman, Foraging and Farming: The Evolution of Plant Exploitation. Routledge, 2014 ISBN 1317598296 p495
- ^ 1874-1955., Salaman, Redcliffe N. (Redcliffe Nathan), (1985). The history and social influence of the potato. Burton, W. G. (William Glynn), Hawkes, J. G. (John Gregory), 1915-2007. (edisi ke-Rev. impression). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0521077834. OCLC 11916882.
- ^ Bengoa, José (2003). Historia de los antiguos mapuches del sur (dalam bahasa Spanish). Santiago: Catalonia. hlm. 199–200. ISBN 956-8303-02-2.
- ^ Ames, Mercedes; Spooner, David (2008). "DNA from herbarium specimens settles a controversy about origins of the European potato". American Journal of Botany. 95 (2): 252–257. doi:10.3732/ajb.95.2.252. PMID 21632349. Diakses tanggal 28 February 2012.
- ^ Histoires de légumes by M. Pitrat and C. Foury, Institut National de la recherche agronomique, 2003, p. 164
- ^ Ley, Willy (February 1968). "The Devil's Apples". For Your Information. Galaxy Science Fiction. hlm. 118–125.