Gerakan Islam Cinta
Gerakan Islam Cinta (GIC) merupakan sebuah gerakan yang dideklarasikan oleh 40 Tokoh Muslim Indonesia pada tahun 2012 di Jakarta sebagai respons kaum Muslim moderat terhadap fenomena intoleransi dan radikalisme yang mengatasnamakan agama. GIC terbuka bagi siapapun yang percaya bahwa Islam adalah agama cinta (rahmah), damai (salam) dan welas asih.[1]
- ^ www.islamcinta.co
Tentang GIC
Almarhumah Prof. Annemerie Schimmel, dalam salah satu ceramahnya di Universitas Harvard pada tahun 2002, pernah menyatakan bahwa Islam biasanya diperlakukan dengan agak buruk dan semberono, karena sebagian besar sejarawan agama dan mayoritas orang pada umumnya lebih melihatnya sebagai agama primitif yang melulu berhubungan dengan hukum. Namun, mengutip pendekatan beberapa ahli fenomenologi agama, Schimmel menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam adalah sebuah agama yang tak kurang berorientasikan cinta-kasih dibanding agama Nasrani.
Pada kenyataannya, bukan saja Tuhannya Islam adalah Tuhan Kasih sayang yang menyatakan bahwa kasih sayang-Nya meliputi apa saja, dan menundukkan murka-Nya- nabinya Islam adalah nabi yang disebut Tuhan sebagai berakhlak agung karena cinta dan kasih-sayangnya kepada manusia. Maka, para ahli bahkan menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhan menciptakan manusia -karena cinta- hanya agar manusia itu belajar -kembali mencintai-Nya. Dan mencintai-Nya, seperti diungkap dalam berbagai ajaran-Nya dan ajaran Nabi-Nya, hanya mungkin diwujudkan kedalam kecintaan kepada manusia yang oleh Tuhan sendiri tak kurang disebut kerabat-Nya sendiri.
Memang Islam bukannya tak memiliki aspek "keras". Namun, aspek ini selalu dibawahkan kepada aspek kasih-sayang ini. Perang dan kekerasan dalam Islam hanya legitimate jika diperangi, atau jika terjadi penindasan. Begitupun perang dan kekerasan segera kehilangan legitimasinya begitupun perundingan dan penyelesaian damai dapat diselenggarakan.
Nah, entah karena kesalahfahaman kaum Muslim sendiri, atau pun karena penyalahfahaman oleh pihak-pihak lain, paradigma pemahaman Islam sebagai agama kasih-sayang ini seperti tenggelam di bawah hiruk pikuk peperangan dan kekerasan yang seolah terjadi di mana-mana di dunia Islam. Yang lebih parah, kesemuanya ni ditempatkan di bawah tajuk "jihad", yang dipahami sebagai perang sabil - betapa pun kekeliruan pemahaman terhadap gagasan jihad ini sudah sedapat mungkin dicoba diluruskan. Akibatnya, bukan saja citra islam menjadi rusak, didalam kalangan Islam sendiri muncul kelompok-kelompok yang memiliki aspirasi pemaksaan pendapat dan kehendak, tak jarang dengan menghalalkan kekerasan. Belakangan ini, gejala seperti ini terasa makin mengkhawatirkan sehubugan dengan adanya kecenderungan menguatnya kelompok-kelompok yang melintasi batas-batas negara-bangsa. Jika dibiarkan, gejala ini akan dapat menjadi ancaman yang serius bagi keutuhan dan kerukunan bangsa.
Kenyataannya, negeri kita tak bebas dari ancaman ini. Setiap pengamat yang teliti tak akan bisa gagal melihat bahwa gejala radikalisme yang berakal ekstrimisme, kebencian, dan aspirasi kekerasan sudah menampakkan tanda-tandanya di negeri kita. Maka, jika masyarakat tak mengambil inisiatif untuk segera diluruskan hal ini, dikhawatirkan negeri kita pun tak akan dapat membebaskan diri dari gejala konflik dan kekerasan sektarian atau keagamaan yang sekarang telah merundung berbagai negeri lain dan terbukti menyengsarakan rakyatnya. Sebagai salah satu bentuk upaya masyarakat itu, kami berinisiatif untuk mendirikan sebuah organisasi yang kami sebut sebagai Gerakan Islam Cinta (GIC). Sengaja dipergunakan kata Gerakan untuk menegaskan niat bahwa, betapapun akan menjadikan cinta sebagai basis setiap kegiatannya, organisasi ini akan bersikap aktif dalam melancarkan upaya-upaya, baik dalam mewujudkan pergeseran paradigma dalam memahami dan menghayati Islam, maupun dalam mengambil langkah-langkah mewujudkan cinta-kasih dalam kehidupan kemasyarakatan, khususnya di negeri kita[1].
Gen Islam Cinta
Lebih dari 10.000 Milenial Indonesia telah menyatakan dukungan dan bergabung dengan Gerakan Islam Cinta untuk menyuarakan Islam sebagai agama cinta, damai, dan welas asih[2]. Generasi Islam Cinta adalah Generasi milenial yang disebut-sebut sebagai kelompok demografi potensial, berpengaruh dan menjadi aset paling berharga bagi masa depan Indonesia. Oleh karenanya, hanya generasi milenial yang memiliki pemahaman dan prinsip cinta-lah yang dapat memajukan dan menjaga keutuhan negeri kita tecinta. selanjutnya Gen Islam Cinta diharapakan dapat mempelajari dan menyebarluaskan 12 Nilai Islam Cinta kepada masyarakat luas. 12 Nilai Islam Cinta bersumber dari buku-buku Islam Cinta yang telah diterbitkan oleh Noura dan Mizan.
Program GIC
Ribuan masyrakat telah menerima manfaat dari berbagai kegiatan Gerakan Islam Cinta, terhitung sejak tahun 2012 hingga kini, Gerakan Islam Cinta aktif mempromosikan pesan Islam damai melalui berbagai kegiatan edukatif, preventif dan inovatif. Gerakan Islam Cinta juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengembalikan citra Islam sebagai agama cinta, damai, dan welas asih.
Berikut beberapa program Gerakan Islam Cinta selama tahun 2012-2017
- Festival Islam Cinta
Festival Islam Cinta adalah program rutin tahunan yang diisi dengan berbagai kegiatan dalam menyuarakan perdamaian dan menghilangkan citra negatif agama islam yang identik dengan terorisme dan kekerasan, serta membangun citra Islam sebagai agama cinta (Rahmah), damai (Salam), dan welas asih. Festival Islam Cinta memiliki berbagai kegiatan seperti Workshop Islam Cinta yang diisi oleh PeaceGen Indonesia, Youth Studies Institute dan Yasmin Learning Center, juga Seminar Islam Cinta yang diisi oleh para tokoh dan cendekiawan Muslim Indonesia, kemudian Konser Islam Cinta, Nobar Film Islam Cinta, Bazar Islam Cinta yang disi oleh organisasi dan komunitas perdamaian serta Talkshow Buku Islam Cinta oleh para penulis, budayawan dan akademisi.
Islam yang penuh cinta kini lebih sering dicitrakan negatif. Suara damai jarang disuarakan, sementara deru bedil nyaring terdengar. Nada-nada cinta inilah yang disuarakan sejumlah tokoh Muslim dalam Festival Islam Cinta yang digelar Rabu (3/6) di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. “Cinta adalah gerakan terbesar yang tidak bisa dihadang oleh apapun,” ujar cendekiawan Muslim, Haidar Bagir. Menurut beliau pula, melalui gerakan ini, ia ingin melakukan semacam pergeseran paradigma. Citra Islam yang keras menjadi Islam yang lemah lembut, inklusif, dan rahmatan lil ‘alamin.
Para fenomenolog membagi agama menjadi dua, yaitu law oriented religion dan love oriented religion. Para pengamat Barat seringkali mudah memasukkan Islam ke dalam kelompok law oriented religion. Padahal, ujar Haidar, kalau kita lihat dengan paradigma yang benar, Islam itu berorientasi pada cinta kasih.
Dalam pandangan Haidar, Islam dilihat sebagai law oriented atau love oriented itu tergantung paradigma atau jendela yang digunakan untuk melihat.
“Perang pun dalam ajaran Islam adalah manifestasi cinta. Manifestasi cinta untuk menyelamatkan kemanusiaan agar tidak dipegang oleh orang-orang yang salah,” ujar Haidar Bagir. Ia berharap, agenda ini dapat menyebarkan pesan-pesan damai dan mengajak generasi muda untuk menjadi agen-agen Islam cinta.
Acara Festival Islam Cinta ini digelar Gerakan Islam Cinta dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Syariah dan Muamalat dalam rangka Milad UIN Syarif Hidayatullah ke-58 sekaligus menyambut bulan suci Ramadhan.
Festival ini menampilkan talkshow dan pentas budaya, yang dimeriahkan dengan kehadiran sejumlah tokoh nasional, seperti Mahfudz MD, Komaruddin Hidayat, Anies Baswedan, Putut Widjanarko, Alwi Shihab, Zaskia Adya Mecca, dan lain-lain[3].
Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) bekerjasama dengan komunitas Gerakan Islam Cinta, Peace Generation dan komunitas Youth Interfaith Peace Camp (YIPC) menyelenggarakan Festival Islam Cinta. Festival yang bertajuk “Risalah Cinta dan Kebahagiaan Millennial” digelar di Aula Anwar Musadad, Selasa (19/12/2017). Acara ini bertujuan untuk mengurangi tindakan intoleran khususnya di Jawa Barat.
Menurut Ketua Pelaksana, Purna Aditya Irawan mengatakan acara ini diselenggarakan karena masih banyaknya kasus intoleran. Setidaknya bisa mengurangi agresi orang-orang yang intoleran. “Semoga acara ini bisa memberikan dampak yang baik, orang-orang terinspirasi dari acara ini dan lebih banyak lagi orang-orang yang peduli terhadap isu-isu perdamaian,” ujarnya.
Saat bincang buku Islam itu Ramah bukan Marah, Irfan Amalee yang merupakan alumni dari IAIN Bandung menjelaskan bahwa rasa dendam yang dimiliki seseorang bisa menghancurkan dirinya sendiri. Ia memberikan gambaran perbandingan antara Zimbabwe dengan Afrika. “Kenapa Afrika tidak hancur sedangkan Zimbabwe malah mengalami kemerosotan mata uang yang jauh?” tanyanya.
Menurut Irfan karena orang-orang Zimbabwe masih menyimpan dendam untuk orang-orang kulit putih, sehingga mereka mengusir orang kulit putih saat mereka merdeka. Berbeda dengan orang Afrika yang menerima orang kulit putih dan membangun negara bersama. Karena itulah Irfan mengatakan dalam judul bukunya bahwa Islam itu Ramah bukan Marah. Artinya tidak ada yang buruk dari Islam. “Keindahan Islam hanya tertutup oleh orang Islam itu sendiri,” ujar Founder Peace Generation ini.
Menurut Penduduk asal Amerika, Eric Lincoln, memaafkan itu tidak sama dengan melupakan. Memaafkan tidak harus menunggu hati hingga reda, melainkan harus dimulai saat hati masih bergejolak. “Memaafkan itu butuh proses, tapi proses memaafkan itu harus memutuskan kepahitan dan kebencian,” tutupnya sambil mengakhiri sesi bincang buku.
Rangkaian acara dari kegiatan ini pun beragam, mulai dari talkshow, seminar, lomba baca puisi, pameran, bazar, musik, puisi, tari, launching dan bincang buku, hingga workshop[4].
Menepis citra negatif mengenai Islam, Gerakan Islam Cinta yang diketuai Haidar Bagir bekerja sama dengan UIN Maulana Malik Ibrahim menyelenggarakan Festival Islam Cinta yang berlangsung (24/2) di Malang.
“Gerakan Islam Cinta menjadi salah satu ruang dari banyak ruang untuk menyuarakan Islam yang damai,” kata Irfan Amalee, koordinator Gerakan Islam Cinta.
Irfan menjelaskan umat Islam yang cinta damai di Indonesia sebetulnya banyak. Namun cenderung diam atau tidak mendapat ruang untuk mengekspresikan sehingga tertutupi oleh kelompok militan yang rutin merusak citra Islam.
Festival Islam Cinta 2016 dibuka dengan penampilan Banjari dari mahasiswa UKM seni religi, dilanjutkan dengan pembacaan Alquran, dan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia. Sebagai simbolis, ketua Gerakan Islam Cinta Haidar Bagir memukul gong tanda festival yang bertajuk “Semesta Cinta” ini resmi dimulai.
Festival yang berlangsung sejak pukul 08.00 pagi tadi hingga 21.00 malam nanti meliputi berbagai agenda. Di antaranya talkshow, seminar, pameran, bazar, launching buku dan penganugerahan gelar kehormatan ‘doktor honoris causa’ untuk Grand Syaikh Al Azhar Ahmad Muhammad Ahmad At Thayeb.
Festival yang berupaya mengarusutamakan Islam moderat ini merupakan kali kedua setelah sebelumnya dilaksanakan di UIN Jakarta tahun lalu. Acara dihadiri Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin, KH. Agus Sunyoto, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, serta sejumlah akademisi, seniman, budayawan dan aktivis.
- Buku Islam Cinta
Bekerjasama dengan penerbit Mizan dan Noura Books, Gerakan Islam Cinta menerbitkan buku Islam Cinta, buku-buku ini menjadi referensi bagi para akademisi, mahasiswa, aktivitis, pelajar dan masyarakat umum untuk mewujudkan cinta kasih, damai, dan welas asih dalam kehidupan masyarakat.
1.Belajar Hidup dari Rumi Serpihan-serpihan Puisi Penerang Jiwa karya Haidar bagir
Jalaluddin Rumi (1207-1273) adalah penyair sufi Persia, salah satu orang yang mewakili puncak tertinggi khazanah sastra Islam. "Orang suci" dari Timur ini --yang sejak bocah diramalkan Fariduddin Attar akan menjadi orang masyhur yang menyalakan api gairah ketuhanan ke seluruh dunia-- oleh UNESCO digambarkan sebagai "seorang humanis, filosof, dan penyair besar milik semua umat manusia". Namanya memang melekat abadi di hati banyak warga dunia, tak peduli apa pun agamanya, karena kemilau syair dan kandungannya yang menghujam relung kesadaran.
2. Muara Cinta Menyiapkan Hati Menerima Pancaran Cinta-Nya karya Ust. Husin Nabil
Tak ada kebaikan terwujud tanpa cinta, dan muara dari segala cinta adalah Allah Swt. Nabi Saw. pun diutus Allah untuk menebarkan cinta ke seluruh alam, Tidak Aku utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS Al-Anbiy [21]: 107).
Tanpa cintayang menghasilkan tutur kata lemah lembut dan akhlak muliabisa dipastikan dakwah Nabi Saw. akan gagal: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu keras lagi bersikap kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS li Imrn [3]: 159).
Melalui quote, nasihat pendek, dan kisah-kisah inspiratif, buku ini mengajak kita membersihkan hati agar dapat menerima pancaran cinta-Nya. Hanya dengan pancaran cinta-Nya pula, kita dapat menjalankan peran yang diamanahkan-Nya, menjadi rahmat bagi alam semesta.
3. Semesta Cinta Pengantar kepada Pemikiran Ibn Arabi karya Haidar Bagir
Selama ini belum ada satu pun buku yang mengulas pemikiran Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi secara relatif sistematis dan lengkap, dalam bahasa Indonesia. Buku ini adalah pengantar kepada pemikiran-pemikiran yang mendalam dan luas bak samudra dari ’Ârif yang satu ini.
Selain mendapatkan gambaran umum dan relatif lebih mudah dipahami, lengkap, mendalam, dan akurat, pembaca tetap dapat menikmati menu “Ibn ‘Arabi sehari-hari” yang dihidangkan di dalamnya. Di sana-sini bertebaran ceceran hikmah yang mencerahkan jiwa dan pemikiran, serta menuntun kepada pemahaman tentang berbagai misteri kehidupan kita.
Judul Semesta Cinta merujuk pada titik pusat pemikiran Ibn ‘Arabi mengenai cinta sebagai sumber pemahaman tentang Islam, dalam segenap aspeknya, sekaligus menjadi konteks seluruh pembahasan dalam buku ini.
4. Mereguk Cinta Rumi Serpihan-serpihan Puisi Penyejuk Jiwa karya Haidar Bagir
Memang hampir-hampir tak ada yang lain, selain cinta, yang bisa kita sampaikan saat kita bicara tentang Rumi. Kisah hidupnya, semuanya, adalah tentang Cinta. Cinta kepada Tuhan, dan cinta kepada manusia-manusia sahabat Tuhan.
Karena itu, bagi Rumi, hidup sesungguhnya tak lain adalah meraih cinta-cinta sejati itu. Cinta pada puncak kesempurnaannya itu. Tanpa itu, bukan hanya hidup, kematian pun hanya akan menandai kehancuran, padahal seharusnya ia menandai kembalinya kita kepada Samudera Tanpa Batas Sumber kita sendiri – Kerinduan primordial kita. Karena bagi pencinta, kematian jasad sesungguhnya hanya menandai awal kehidupan. Memang Rumi sering menyebut cinta “(Mata) Air hidup kita”.
Melanjutkan Belajar Hidup dari Rumi, dan masih lewat serpihan puisinya yang mencerahkan dan melembutkan jiwa, buku Mereguk Cinta Rumi ini secara khusus memberikan perhatian pada perenungan Rumi tentang cinta, di samping tetap berbagi nasihat-nasihat sang penyair sufi untuk meraih kehidupan yang dapat menawarkan kebahagiaan sejati.
5. Risalah Cinta dan Kebahagiaan karya Haidar Bagir
“Agama adalah Mengenal Allah (Ma’rifatullah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih saying (silaturahim). Dan Silaturahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita.” (Rangkaian hadis yang dijalin oleh Syaikh Yusuf Makassari).
Buku ini merupakan hasil pengalaman dan renungan tentang Islam sebagai agama cinta dan kebahagiaan, yang dapat membantu pembaca utnuk merenung lebih jauh tentang makna hidupnya, dan juga menjadi penolong di sepanjang jalan kita—anak manusia—untuk meraih kebahagiaan sejati yang merupakan dambaan kita semua.
6. Islam Itu Ramah Bukan Marah Karya Irfan Amalee
Kondisi umat Islam sekarang mengingatkan kita pada hadis Nabi Saw. Bahwa pada suatu masa nanti umat Islam akan banyak jumlahnya, tapi hanya bagaikan buih lautan yang hilang diterpa angin. Muslim tak lagi memiliki kewibawaan, kini tak lagi ditakuti musuh-musuhnya. Kita tak dapat menyangkal Islam diidentikkan dengan kebodohan, kekumuhan, dan kekerasan—bahkan dianggap sebagai penyebar terror.
Betapa semua itu jauh dari Islam Nabi Saw yang membawa kedamaian. Tak heran, di tangan Nabi Saw. Dan para sahabatnya, Islam berkembang di seantero dunia, hidup dan bertumbuh memengaruhi peradaban dunia sehingga bekasnya dapat dirasakan sampai sekarang. Di tangan Wali Songo dan para ulama penerus syiarnya, Islam pun tertancap kukuh di bumi Nusantara.
Mengapa citra Islam kini terpuruk? Bagaimana memperbaikinya? Buku ini menyodorkan tulisan-tulisan ringan yang mengusik hati dan pikiran kita sebagai bahan perenungan untuk memahami keadaan umat Islam. Juga memberikan alternative solusi untuk mengembalikan citra Islam sebagai pembawa cinta dan perdamaian.
- Film Islam Cinta
Bersama Hanung Bramantyo dan Salman Aristo, Gerakan Islam Cinta memproduksi lima film layar lebar diantaranya; Mencari Hilal, Ayat-Ayat Adinda dan tiga film berikutnya adalah Keluarga Navis, Wahyu Bola, Dengan Nama Tuhan.
- Tausiah Islam Cinta
Gerakan Islam Cinta bersama Candra Malik memproduksi tausiah Islam Cinta. Tausiah ini disiarkan oleh 26 radio di 16 kota di Indonesia selama bulan Ramadhan.
- Risalah Islam Cinta
Gerakan Islam Cinta bersama 40 deklarator dan cendikiawan Muslim Indonesia membuat artikel dan tulisan yang dimuat di website Gerakan Islam Cinta.