Abdul Wahab Bugis

Ulama Kesultanan Banjar
Revisi sejak 14 Agustus 2018 14.21 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Syekh Abdul Wahab Bugis (atau Syekh Abdul Wahab Bugis al-Banjari) yang bergelar Sadenreng Bunga Wariyah adalah salah seorang ulama asal Bugis, namun ia banyak berkiprah hingga wafatnya di Tanah Banjar.[butuh rujukan]

Abdul Wahab
NamaAbdul Wahab
NisbahBugis al-Banjari

Kelahiran Syekh persisnya tidak diketahui, namun diperkirakan antara tahun 1725-1735 Masehi, mengingat usianya yang masih lebih muda dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.[1]

Ia juga dikenal sebagai Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu)[2] yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.[2]

Ia dikawinkan dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari[3] oleh syekh sendiri, dan berlangsung di Mekkah dengan disaksikan dua orang sahabatnya tersebut.[2][4]

Syekh Abdul Wahab Bugis wafat antara tahun 1782-1790 M dan dimakamkan di Desa Karang Tangah (sekarang: Desa Tungkaran, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.[butuh rujukan]

Empat Serangkai

Syekh Abdul Wahab Bugis dikenal sebagai Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu) yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.[2][5]

Jika Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Kota Mekkah, maka Abdul Wahab bersama dengan sahabatnya Syekh Abdurrahman Misri lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Mesir.[butuh rujukan]

Abdul Wahab tercatat sebagai salah seorang murid dari Syaikh al-Islam, Imam al-Haramain Allimul Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi. Itulah sebabnya ia mengiringi gurunya itu ke Kota Madinah ketika gurunya itu hendak mengajar, mengembangkan pengetahuan agama dan Ilmu Adab serta mengadakan pengajian umum.[butuh rujukan]

Di sinilah empat serangkai kemudian bertemu.[butuh rujukan] Selama di Madinah, Empat Serangkai juga sempat belajar ilmu tasawuf kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani, seorang ulama besar dan Wali Quthub di Madinah, sehingga akhirnya mereka berempat mendapat gelar dan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah Khalwatiyah.[butuh rujukan]

Pulang dari Mekkah

Syekh Abdul Wahab pulang ke Kerajaan Banjar beriringan dengan kepulangan Syekh Muhammad Arsyad. Oleh Sultan, Syekh Abdul Wahab diangkat menjadi penasihat dan guru spiritual istana, Ia juga mengkader umat, dan ikut membantu membuka kawasan kosong bersama-sama dengan Syekh Muhammad Arsyad untuk dijadikan sentral pendidikan agama.[butuh rujukan]

Syekh Abdul Wahab Bugis memiliki jasa, peranan, dan perjuangan yang besar terhadap perkembangan dakwah, terutama di Kerajaan Banjar (sekarang: Kota Banjarmasin). Walaupun ia bukan orang Banjar, tetapi ilmu, amal, dan perjuangan hidupnya telah dibaktikan untuk kejayaan Islam di Tanah Banjar.[butuh rujukan]

Peristiwa perkawinan

Saat Syaikh Arsyad masih berada di Makkah, dia mendengar kabar bahwa anaknya yang bernama Syarifah dari istrinya, Tuan Bajut, sudah beranjak dewasa. Oleh karena itu, dia mengawinkan anaknya tersebut dengan sahabatnya, Abdul Wahab Bugis.[butuh rujukan]

Namun saat Syaikh Arsyad kembali ke Banjarmasin (saat itu masih Kerajaan Banjar), ternyata Syarifah telah dikawinkan oleh Sultan dengan seseorang yang bernama Usman dan hubungan perkawinan ini telah melahirkan seorang anak, dalam hal ini Sultan bertindak sebagai wali hakim, karena wali (ayah)-nya dianggap uzur (karena belajar di Mekkah). Padahal dalam ketentuan fikih, kedua perkawinan ini dapat dianggap benar dan sah.[butuh rujukan]

Untuk memutuskan permasalahan ini, Syaikh Arsyad menetapkan dengan melihat masa terjadinya akad pernikahan; akad perkawinan yang lebih dulu dilakukan, itulah yang dimenangkan.[butuh rujukan] Berdasarkan keahliannya dalam bidang ilmu falak dan berdasarkan penelitiannya terhadap kedua perkawinan tersebut, dengan mengaitkan perbedaan waktu antara Makkah dan Martapura, maka dia mendapati bahwa akad perkawinan yang terjadi di Makkah lebih dulu beberapa saat daripada perkawinan di Martapura.[butuh rujukan] Berdasarkan penelitian ini, ikatan perkawinan antara Syarifah dan Usman dibatalkan, kemudian sahabatnya, Syaikh Abdul Wahab Bugis diresmikan sebagai suami Syarifah yang sah.[4]

Hasil perkawinan Abdul Wahab dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad ini kemudian mendapatkan dua orang anak, masing-masing bernama:

  • Aisyah (tidak ada keturunan)
  • Fatimah[6] (kawin dengan HM Said Bugis, memiliki 2 orang anak)
    • Abdul Gani (kawin dengan Saudah binti Muhammad As'ad) memiliki 2 anak, namun meninggal
    • Halimah (tidak ada keturunan)
  • Muhammad Yasin. (tidak ada keturunan)

Wafat

Tidak diketahui secara pasti kapan tahun meninggalnya, namun diperkirakan antara tahun 1782-1790M.[butuh rujukan] Tahun ini didasarkan pada catatan tahun pertama kali kedatangannya dan tahun pemindahan makamnya.[butuh rujukan] Semula ia dikuburkan di pemakaman Bumi Kencana Martapura, namun oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari - bersamaan dengan pemindahan makam Tuan Bidur, Tuan Bajut (isteri dari Syekh Muhammad Arsyad), dan Aisyah (anaknya Tuan Bajut), makamnya kemudian dipindahkan ke desa Karang Tangah (sekarang masuk wilayah Desa Tungkaran Kecamatan Martapura) pada tahun 1793M.[butuh rujukan]

Baca juga

Referensi

  1. ^ Sya'roni As-Samfuriy (2011-04-03). "Syekh Abdul Wahab Bugis: Mengungkap Riwayat dan Perjuangan Dakwah Syekh Abdul Wahab Bugis". 
  2. ^ a b c d Republika (18 Juli 2013). "Muhammad Arsyad al-Banjari Sang Matahari Agama dari Kalimantan". 
  3. ^ (Inggris) Geni (admin) (2014-12-30). "Public Profile - Syeikh Abdul Wahab Bugis". 
  4. ^ a b GusUwik (via Hizbut Tahrir site) (4 Agustus 2011). "Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari, Mursyid yang Pejuang Syariah". 
  5. ^ Republika (14 Agustus 2009). "Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ulama Besar dari Kalimantan Selatan". 
  6. ^ (Inggris) Geni (admin) (2014-12-30). "Public Figure - Siti Fathimah bt Syeikh Abdul Wahab Bugis". 

Bacaan lanjutan

  • Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tuan Haji Besar, (Martapura: Sekretariat Madrasah Sullamul Ulum, 1996), h.28