Naskah Merapi-Merbabu
Informasi mengenai naskah-naskah ini pertama kali ditemukan dalam laporan statistik tertanggal 12 Agustus 1923, yang merupakan masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen.[1]
Referensi
Pemilik
Naskah - naskah kuno tersebut milik Keluarga Pak Kojo, cicit Penembahan Windoesono, seorang pendeta Buddha, saat Islam masuk Jawa Tengah, beliau menyingkir ke lereng Merapi tepatnya 1822 di lereng barat Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Kedakan, Residen Kedu. Membawa serta lebih kurang 1.000 naskah. Namun menurut informasi van der Molen, sejalan dengan perjalanan waktu naskah-naskah itu telah menyusut dan kini hanya tinggal sekitar 400 naskah.
Pemerintah Hindia Belanda
Tiga puluh tahun kemudian, Bataviaasch Genootshap berusaha untuk memperolehnya. Usaha tersebut dilakukan dengan susah payah, karena Pak Kojo, pemilik naskah-naskah itu sangat sulit melepaskan naskah-naskah yang diwariskan kepadanya. Dari berita laporan tertanggal 27 April 1952, dapat diketahui bahwa usaha pengambilalihan naskah-naskah tersebut akhirnya berhasil, dan sejak itu sebagian besar naskah koleksi Merbabu tersimpan di Bataviaasch Genootschap. Dikatakan sebagian besar karena sebagian lain naskah koleksi Merbabu terbawa ke tempat lain, antara lain, ke salah satu perpustakaan di Prancis; Berlin, Jerman (Pigeaud, 1967); dan juga Belanda.
Penelitian
Para peneliti yang tertarik dan pernah melakukan penelitian terhadap naskah-naskah koleksi Merbabu antara lain:
- Friederich, yang berusaha membuat daftar naskah koleksi Merbabu. Berdasarkan penelitiannya, ia menyatakan bahwa naskah-naskah itu ditulis oleh orang bukan Muslim karena isinya pengertian tentang agama India (Hindu), bahasanya juga sangat dekat dengan karya sastra Kawi di Bali. Semua naskah ditulis dalam prosa, dan isinya tentang agama Hindu.
- Cohen Stuart, orang pertama yang berusaha menyusun katalog naskah koleksi Merbabu. Berdasarkan hasil pengamatannya, Stuart mengoreksi pendapat Friederich, ia mengatakan tidak semua naskah koleksi Merbabu berisi ajaran Hindu tetapi juga ada yang tentang pengertian ajaran Islam dan juga tidak semua teks ditulis dalam prosa, tetapi cukup banyak juga yang ditulis dalam puisi. Cohen Stuart juga mengemukakan tentang penanggalan naskah. Ia menyimpulkan bahwa naskah-naskah koleksi Merbabu sebagian kemungkinan berasal dari abad ke-16 and ke-17.
- Willem van der Molen, peneliti pertama yang mengamati secara khusus salah satu naskah koleksi Merbabu. Naskah yang dikajinya berjudul Kunjarakarna. Hasil penelitiannya dilahirkan dalam bentuk disertasinya yang diterbitkan tahun 1983. Pusat perhatian van der Molen dalam penelitiannya adalah paleografi dan penanggalan naskah. Ia secara khusus mengamati masalah huruf dan penanggalan yang terdapat dalam naskah yang dikajinya. Hasil penelitiannya telah memberi sumbangan yang sangat berarti bagi sejarah kesusastraan Jawa, karena telah memberi gambaran yang tepat mengenai mengenai perkembangan huruf Jawa dari masa ke masa dan cara penghitungan penanggalan naskah yang sangat akurat.
- Kuntara Wiryamartana, peneliti kedua yang mengkaji naskah koleksi Merbabu secara khusus. Teks yang dikaji berjudul Arjunawiwaha. Berbeda dengan van der Molen yang lebih mengamati masalah perkembangan huruf dan penanggalan, Wiryamartana lebih menekankan perhatiannya pada isi teks. Ia mengkaji masalah transformasi teks, bahwa melalui perjalanan waktu isi teks sebuah naskah juga mengalami perkembangan pemahaman sesuai dengan resepsi para pembacanya. Hasil penelitian Wiryamartana ini dituangkan kedalam disertasinya yang diterbitkan tahun 1991.[2]
- ^ Titiek Pudjiastuti. "Naskah-naskah Koleksi Merbabu-Merapi;Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa". Wacana. Diakses tanggal 11 September 2018.
- ^ Kuntara, Wiryamartana. "Kuntara Wiryamartana Filologi Jawa dan Kuñjarakarṇa Prosa" (PDF). Diakses tanggal 11 September 2018.