Elisabeth Inandiak

Revisi sejak 23 September 2018 14.44 oleh Kancildesa (bicara | kontrib)

Elisabeth D. Inandiak (lahir 1960) adalah wartawati, penerjemah, dan sastrawati berkebangsaan Prancis yang banyak mempelajari kesusastraan Jawa, terutama dari era Sastra Jawa Baru. Pada 1989, ia "jatuh cinta" terhadap sastra Jawa dan memutuskan untuk menetap di Indonesia[1]. Ketertarikan ini menurutnya berawal sejak ia membaca disertasi M. Rasyidi (Menteri Agama pertama Indonesia) di Universitas Sorbonne, Paris.

Elisabeth Inandiak (2015).

Karya monumentalnya adalah penerjemahan Serat Centhini (karya sastra Jawa yang kental dengan perbincangan religius dan erotisme) ke dalam bahasa Perancis di bawah judul Les Chants de l’île à dormir debout – Le Livre de Centhini (terbit 2002), berhasil menjadikan dirinya sebagai penerima Prix littéraire de l'Asie ("Penghargaan sastra Asia") pada tahun 2003 oleh Perhimpunan Sastrawan Berbahasa Prancis (Pr.: Association des écrivains de langue française)[2]. Naskah ini juga diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan lainnya adalah terhadap novel Saman karya Ayu Utami dalam bahasa Perancis (terbit 2008).

Sebenarnya, novel Seran Centini adalah pengulangan dari novel lama, yang ditulis pada sekitar tahun 1800an. Serat Centhini yang mulai ditulis pada tahun 1814 – 1823 oleh Putera Mahkota Kerajaan Surakarta, Adipati Anom Amangkunagara III (Sunan Paku Buwana V) merupakan sebuah karya sastra besar di dunia. Setelah menjadi Raja Surakarta, Sunan Paku Buwana V mengutus tiga pujangga keraton yaitu Ranggasutrasna, Yasadipura II (Ranggawarsita I), dan Sastradipura untuk meneruskan membuat cerita tentang tanah Jawa melalui tembang-tembang Jawa. Jawa melalui tembang-tembang Jawa. Hal ini sesuai dengan pernyataannya, ketika ia sedang berada di Yogyakarta, yang mengatakan bahwa, Serat Centhini adalah salah satu karya sastra terbesar di dunia yang keberadaannya mulai terancam sirna. Untuk itulah dia tertarik untuk menyadurnya ke dalam bahasa Perancis.[3]


Karya prosa yang diterbitkan pada tahun 2016 adalah Babad Ngalor Ngidul (berbahasa Indonesia), yang secara bersamaan juga diterbitkan dalam bahasa Prancis berjudul Tohu-Bohu. Kisahnya bercerita mengenai kejadian seputar letusan Gunung Merapi tahun 2010.

Kepustakaan