Jalur kereta api Merakurak–Babat

jalur kereta api di Indonesia
Revisi sejak 21 Oktober 2018 01.35 oleh 182.1.31.176 (bicara)

Jalur kereta api MerakurakBabat adalah salah satu jalur kereta api nonaktif yang berada di Jawa Timur; termasuk dalam Wilayah Aset VIII Surabaya. Jalur ini dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, difungsikan untuk menghubungkan Babat di Kabupaten Lamongan dengan Kabupaten Tuban.

Jalur kereta api Babat–Tuban–Merakurak
Berkas:Jembatan KA Kepet.jpeg
Jembatan kereta api di Dusun Kepet, Tunah, Semanding, Tuban
Ikhtisar
JenisJalur lintas cabang
SistemJalur kereta api rel ringan
StatusTidak beroperasi
Terminus
  • Merakurak hingga tahun 1942 karena dicabut pekerja romusha Jepang.
  • Tuban hingga nonaktif tahun 1990
  • Babat masih aktif hingga kini
Stasiun14
Operasi
Dibangun olehNederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij
Dibuka1 Agustus 1920
Ditutup
  • 1942 (segmen Merakurak–Tuban)
  • 1990 (segmen Tuban–Babat)
PemilikPT Kereta Api Indonesia
(pemilik aset jalur dan stasiun)
OperatorWilayah Aset VIII Surabaya
Depo
  • Babat (BBT)
  • Tuban (TN)
Data teknis
Panjang rel46,3 km
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)
Peta yang menunjukkan rencana penyambungan Jalur kereta api Babat-Merakurak dengan Jalur kereta api Bojonegoro-Jatirogo.

Sejarah

Sejarah jalur ini bermula pada tahun 1915, SJS merencanakan untuk membuka jalur rel dengan rute Lasem-Pamotan-Jatirogo-Bojonegoro, Jenu–Tuban–Babat, dan Ngidon–Rengel–Ponco. Sementara itu, di wilayah selatan belum dibuka jalur kereta api karena masih mengandalkan transportasi air yang relatif murah melalui Sungai Bengawan Solo. Usulan membangun jalur kereta api Lasem–Pamotan–Jatirogo–Bojonegoro dan pengembangan pelabuhan Leran (Lasem) oleh Gongrijp (seorang pakar ekonomi sekaligus residen Rembang) telah menimbulkan perdebatan panjang di Parlemen Belanda. Di satu sisi, Gongrijp ingin memajukan perekonomian Rembang dengan membangun sarana transportasi yang memadai untuk mendukung kegiatan ekonomi rakyat di pedalaman dan industri perkebunan; di sisi lain, usulan itu ditolak karena Rembang dipandang sebagai daerah terbelakang yang tidak banyak menghasilkan barang-barang perdagangan. Pembangunan jalur kereta api dengan biaya yang mahal dianggap tidak akan menguntungkan secara ekonomis.

Aspek ekonomi selalu menjadi pertimbangan utama dalam membuka jaringan rel kereta api yang dilakukan oleh perusahaan kereta api. Pada 1917 NIS mewacanakan untuk membangun rel kereta api yang menghubungkan Bojonegoro–Jatirogo karena dianggap nantinya menguntungkan. Sebaliknya, SJS yang membangun jalur Pamotan-Jatirogo justru malah menghentikan pekerjaannya karena secara ekonomi dianggap tidak menguntungkan dan membatalkan rencana untuk membangun jaringan rel di utara Bengawan Solo yang selanjutnya dikerjakan oleh maskapai NIS.

Di kawasan hutan jati Karesidenan Rembang, sampai dasawarsa kedua abad ke-20 luas jaringan kereta api yang diusahakan oleh perusahaan partikulir NIS dan SJS tetap tidak berubah. Penyambungan jalur cabang yang menghubungkan Bojonegoro-Jatirogo dan Babat-Tuban-Merakurak, yang semula akan dikerjakan oleh NIS belum dapat dikerjakan. Salah satu kesulitan yang dihadapi adalah medan kawasan hutan jati yang berbukit dan berkapur. Di samping itu juga meskipun bantalan rel kereta api (kayu jati) mudah diperoleh, bahan material lainnya untuk memadatkan jalan kereta api sulit didapat dan juga karena kondisi tanah yang cukup labil karena sering terjadi pergerakan tanah. Hal inilah yang menyebabkan jalur utara Bengawan Solo sulit dikembangkan. Pembangunan sarana transportasi semakin sulit dilakukan ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1929 dan pemerintah melakukan politik penghematan (bezuinigings-politiek) di berbagai bidang termasuk dalam pembangunan prasarana jalan di Karesidenan Rembang. Sehingga rencana penyambungan jalur cabang Bojonegoro–Jatirogo dengan Babat–Tuban–Merakurak via utara (Merakurak-Jenu terus ke barat sampai Jatirogo) dan via selatan (Ngino-Rengel-Ponco) gagal dikerjakan.

S.A. Reitsma menyebutkan bahwa jalur kereta api ini merupakan bagian dari program kerja NIS agar masyarakat Tuban dapat menikmati moda kereta api. Oleh karenanya, setelah sukses dengan jalur kereta api Gambringan–Surabaya Pasarturi, dibangunlah jalur-jalur cabangnya, yaitu dari Bojonegoro menuju Jatirogo dan Babat menuju Merak-Oerak (Merakurak). Jalur Merakurak–Babat panjangnya 46 km dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1920.[1][2][3]

Untuk segmen Tuban–Merakurak ditutup pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, sementara segmen BabatTuban ditutup pada tahun 1990 dan menyisakan beberapa stasiun dengan kondisi yang bermacam-macam. Ada yang terawat, dan ada yang sudah rusak. Asetnya juga masih dikuasai oleh PT Kereta Api Indonesia.

Jalur terhubung

Lintas aktif

Lintas nonaktif

Layanan kereta api

Tidak ada layanan yang dijalankan di jalur ini.

Daftar stasiun

Nomor Nama stasiun Singkatan Alamat Letak Ketinggian Status Foto
Lintas 19 MerakurakBabat
Diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1920
oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij
Termasuk dalam Daerah Operasi VIII Surabaya
4301 Merakurak MKR Jalan Pemuda, Sambonggede, Merakurak, Tuban Tidak beroperasi Berkas:Stasiun Merakurak.jpeg
4302 Mondokan MDK Jalan Letda Sucipto, Mondokan, Tuban, Tuban Tidak beroperasi
Latsari Latsari, Tuban, Tuban km ?? Tidak beroperasi
4303 Tuban TN Jalan Stasiun Tuban, Doromukti, Tuban, Tuban km 37+498 lintas BabatTuban
km 0+000 cabang Tuban-Pabrik Kapur Tuban
+7 m Tidak beroperasi  
Trosobo Kebonsari, Tuban, Tuban km ?? Tidak beroperasi
4304 Panyuran PYR km 33+798 Tidak beroperasi
4305 Pesantren (Tuban) PSN km 31+637 +1 m Tidak beroperasi Berkas:Stasiun Pesantren (Tuban).jpeg
4306 Dawung DWG km ? Tidak beroperasi
4307 Kepet KEP Tunah, Semanding, Tuban km 24+364 Tidak beroperasi Berkas:Halte Kepet.png
4308 Murosemo MSO km 19+056 Tidak beroperasi
4309 Plumpang PMG Plumpang, Plumpang, Tuban km 15+450 Tidak beroperasi  
4311 Klotok KOK Klotok, Plumpang, Tuban km 8+539 Tidak beroperasi Berkas:Halte Klotok.png
4309 Tangkir TNR km 5+018 Tidak beroperasi
4407 Babat BBT Jalan Stasiun Babat, Babat, Babat, Lamongan km 160+373 lintas Gundih-Gambringan-Bojonegoro-Surabaya Pasarturi
km 0+000 lintas Babat-Tuban
km 71+431 lintas Jombang-Ploso-Babat
+7 m Beroperasi  

Percabangan menuju Pabrik Kapur Tuban

Nomor Nama stasiun Singkatan Alamat Letak Ketinggian Status Foto
4303 Tuban TN Jalan Stasiun Tuban, Doromukti, Tuban, Tuban km 37+498 lintas BabatTuban
km 0+000 cabang Tuban-Pabrik Kapur Tuban
+7 m Tidak beroperasi  
- Pabrik Kapur Tuban Jalan Gajah Mada, Gedongombo, Semanding, Tuban Beralih fungsi menjadi hutan kota Berkas:Pabrik Kapur Tuban.jpeg

Keterangan:

  • Stasiun yang ditulis tebal merupakan stasiun kelas besar dan kelas I.
  • Stasiun yang ditulis biasa merupakan stasiun kelas II/menengah, III/kecil, dan halte.
  • Stasiun yang ditulis tebal miring merupakan stasiun kelas besar atau kelas I yang nonaktif.
  • Stasiun yang ditulis miring merupakan halte atau stasiun kecil yang nonaktif.

Referensi: [4][5][6][7][8]


Galeri

Referensi

  1. ^ Teeuwen, Dirk. "Trains in Dutch East-Indies[1], a fascination.pdf" (PDF). www.indonesia-dutchcolonialheritage.nl. Diakses tanggal 2018-09-03. 
  2. ^ Arsip Nasional RI (1977). Memori Serah Jabatan, 1921-1930: Jawa Tengah. Jakarta: Arsip Nasional RI. hlm. 85. 
  3. ^ Reitsma, S. A. (1920). Indische spoorweg-politiek. Landsdrukkerij. 
  4. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  5. ^ Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken. 
  6. ^ Arsip milik alm. Totok Purwo mengenai Nama, Kode, dan Singkatan Stasiun Kereta Api Indonesia
  7. ^ Perusahaan Jawatan Kereta Api. Stasiun KA, Singkatan dan Jarak. 
  8. ^ Wieringa, A. (1916). Beknopt Aadrijkskundig Woordenboek van Nederlandsch-Indie. 's Gravenhage.