Perusahaan Jawatan Kereta Api
Perusahaan Jawatan Kereta Api didirikan pada 15 September 1971[1]. Pada 1 April 1979 Pegawai Jawatan Kereta Api diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil[2].
Berkas:Logo PJKA.jpg | |
Ikhtisar | |
---|---|
Kantor pusat | Bandung |
Tokoh penting | Ir. Pantiarso |
Lokal | Jawa & Sumatera |
Tanggal beroperasi | 15 September 1971–1 Agustus 1990 |
Pendahulu | Perusahaan Negara Kereta Api (1960-1971) |
Penerus | Perusahaan Umum Kereta Api (1990-1999) |
Teknis | |
Lebar sepur | 1.067 mm (3 ft 6 in) (lebar sepur utama) 750 mm (2 ft 5+1⁄2 in) (lintas Aceh) 600 mm (1 ft 11+5⁄8 in) (lintas Balung–Ambulu) |
Panjang jalur | 5.042 kilometer (3132,95 mil) |
Sejarah
Pra-kemerdekaan
Pada tahun 1869, untuk pertama kalinya, angkutan trem diperkenalkan oleh perusahaan trem Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM), untuk warga Batavia. Sarana penariknya berupa hewan kuda dengan lebar sepur 1.188 mm.[3]
Pada hari Jumat, tanggal 17 Juni 1864, kereta api pertama di Indonesia lahir. Pembangunan diprakarsai oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dengan rute Samarang-Tanggung. Pencangkulan tanah pertama dilakukan di Desa Kemijen dan diresmikan oleh Mr. L.A.J.W. Baron Sloet van de Beele. Namun jalur ini dibuka tiga tahun berikutnya, 10 Agustus 1867. Hingga tahun 1873 tiga kota di Jawa Tengah, yaitu Semarang, Solo, dan Yogyakarta sudah berhasil dihubungkan.[4][5][6]
Masa politik kolonial liberal rupanya mengakibatkan Pemerintah Belanda enggan mendirikan perusahaannya dan justru memberikan kesempatan luas bagi perusahaan-perusahaan (KA) swasta. Namun sayangnya, perusahaan swasta itu tidak memberikan keuntungan berarti (apalagi NIS masih membutuhkan bantuan keuangan dari Pemerintah Kolonial), maka Departemen Urusan Koloni mendirikan operator KA lain, Staatsspoorwegen, yang membentang dari Buitenzorg hingga Surabaya. Pertama dibangun di kedua ujungnya, jalur pertama di Surabaya dibuka pada tanggal 16 Mei 1878 dan terhubung pada tahun 1894.
Selain itu, muncul juga lima belas operator KA swasta di Jawa yang menamakan dirinya sebagai "perusahaan trem uap", namun meskipun namanya demikian, perusahaan itu sudah dapat dianggap sebagai operator KA regional.
Sebagai perusahaan kolonial, sebagian besar jalur KA di Indonesia mempunyai dua tujuan: ekonomis dan strategis. Nyatanya, syarat bantuan keuangan NIS antara lain membangun rel KA ke Ambarawa, yang memiliki benteng bernama Willem I (yang diambil dari nama Raja Belanda). Jalur KA negara pertama dibangun melalui pegunungan selatan Jawa, selain daerah datar di wilayah utara Jawa, untuk alasan strategis sama. Jalur KA negara di Jawa menghubungkan Anyer (lintas barat) menuju Banyuwangi (lintas timur).
Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh, menghubungkan Banda Aceh hingga Pelabuhan Uleelhee, dengan lebar sepur 1.067 mm, yang digunakan untuk keperluan militer. Kemudian, lebar sepur yang sebelumnya 1.067 mm kemudian diganti menjadi 750 mm membentang ke selatan. Jalur ini kemudian berpindah kepemilikan dari Departemen Urusan Perang kepada Departemen Urusan Koloni tanggal 1 Januari 1916 menyusul perdamaian relatif di Aceh.
Ada pula jalur kereta api di Ranah Minangkabau (dibangun pada tahun 1891-1894) dan Sumatera Selatan (dibangun tahun 1914-1932). Kedua jalur ini digunakan untuk melintas layanan KA batu bara dari pertambangan bawah tanah menuju pelabuhan.
Di Sumatera Utara, ada perusahaan KA bernama Deli Spoorweg Maatschappij yang banyak mengangkut karet dan tembakau di daerah Deli.
Pembangunan jalur kereta api juga dilangsungkan di Sulawesi Selatan pada bulan Juli 1922 hingga 1930; sebagai bagian dari proyek besar-besaran pembangunan jalur rel di Kalimantan dan Sulawesi, menggabungkan sistem rel KA di Sumatera, serta elektrifikasi jalur KA utama di Jawa. Namun Depresi Besar telah membatalkan upaya ini. Meskipun tidak sempat dibangun, studi pembangunan jalur KA di Kalimantan, Bali, dan Lombok telah selesai dilakukan.
Semasa pendudukan Jepang, seluruh jalur KA (bahkan yang terpisah sekali pun) dikelola sebagai satu kesatuan. Sementara itu, di Sumatera, juga dikelola oleh cabang-cabang Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang, secara terpisah.
Pendudukan Jepang akhirnya mengubah lebar sepur 1.435 mm di Jawa menjadi 1.067 mm, sebagai penyelesaian masalah lebar sepur ganda. Ini bukanlah "permasalahan nyata" karena tidak banyak perubahan materiil di kedua sistem itu, banyak rel 1.435 mm dipasangi rel ketiga pada tahun 1940, menghasilkan rel dengan lebar sepur campuran.
Pasca-kemerdekaan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan perusahaan kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari Jepang.
Pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya menegaskan bahwa mulai hari itu kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia sehingga Jepang sudah tidak berhak untuk mencampuri urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya tanggal 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).
Kecuali DKA, ada operator KA lain yaitu Kereta Api Soematra Oetara Negara Repoeblik Indonesia dan Kereta Api Negara Repoeblik Indonesia (1953-1960), yang semuanya beroperasi di Sumatera.
Nama DKA pun berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA),[7] semasa Orde Lama. Lalu, pada tanggal 15 September 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA)[8]. Pada tanggal 1 Agustus 1990, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka).
Direktur & Kepala Pusat
Direktur & Kepala Pusat pada Perusahaan Jawatan Kereta Api tahun 1980[9] :
Direktur Utama : Ir. Pantiarso
Direktur Instalasi Tetap : Ir. Soeparto
Direktur Traksi & Materiil : Ir. Sandjojo
Direktur Lalu Lintas : Chaidir Nien Latief S.H.
Direktur Keuangan : Imam Rustadi S.H.
Direktur Personalia : Ir. Soeharso
Sekretaris Perusahaan : Hersubno
Kepala Pusat Perencanaan : Ir. Sutijanto
Kepala Pusat Pemeriksaan : Soedharmoen Pintodihardjo
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan : Ir. Partosiswojo
Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan : Asmanu B.E.
Pembantu Khusus Dirutka : Ir. R. Moerhadi
Kereta Api yang beroperasi
Kereta api yang beroperasi mulai 26 Juli 1979[9]
Referensi
- ^ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1971
- ^ Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1979
- ^ Murti Hariyadi, Ibnu (2016). Arsitektur Bangunan Stasiun Kereta Api di Indonesia. Jakarta: PT. Kereta Api Indonesia (Persero). hlm. 1 – 14. ISBN 978-602-18839-3-8.
- ^ Silakan dilihat di situs web resmi KAI
- ^ "Dimanakah Stasiun Kereta Api Pertama di Indonesia? Ini Jawabannya". 1 Maret 2014.
- ^ Hamdani, Sylviana (3 Februari 2010). "Taking a Train Trip Down Memory Lane in Indonesia". Jakarta Globe. Diakses tanggal 3 Februari 2010.
- ^ Perubahan nama berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1963
- ^ Perubahan nama berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971
- ^ a b Agenda Perusahaan Jawatan Kereta Api tahun 1980