Penjarahan Amorium yang dilancarkan oleh Kekhalifahan Abbasiyah pada pertengahan Agustus 838 adalah salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Peperangan Arab-Bizantium. Pasukan Abbasiyah dipimpin secara langsung oleh Khalifah al-Mu'tasim (memerintah 833–842) dan mereka berniat membalas penyerangan yang dilancarkan oleh Kaisar Bizantium Teofilos (memerintah 829–842) ke wilayah perbatasan kekhalifahan setahun sebelumnya. Khalifah Mu'tasim menyerang Amorium, sebuah kota Bizantium di Anatolia bagian barat, karena tempat tersebut adalah tempat kelahiran dinasti pemerintahan Bizantium dan salah satu kota terbesar dan terpenting di wilayah Bizantium pada masa itu. Sang khalifah berhasil mengumpulkan pasukan dalam jumlah yang besar, yang kemudian ia bagi menjadi dua. Kedua pasukan ini lalu menyerbu dari timur laut dan selatan. Pasukan timur laut berhasil mengalahkan pasukan Bizantium yang dipimpin oleh Teofilos di Anzen, alhasil pasukan Abbasiyah dapat memasuki pedalaman Asia Kecil dan berkumpul di Ancyra, yang mereka temukan dalam keadaan ditinggalkan. Setelah menjarah kota tersebut, mereka bergerak ke arah selatan menuju Amorium, dan mereka tiba di kota tersebut pada 1 Agustus. Teofilos sendiri tidak dapat mengirimkan bala bantuan ke Amorium akibat persekongkolan di Konstantinopel dan pemberontakan kontingen Khuramiya.

Penjarahan Amorium
Bagian dari Peperangan Arab–Bizantium
TanggalAgustus 838
LokasiAmorium
Hasil Kota direbut dan dihancurkan oleh Abbasiyah
Pihak terlibat
Kekaisaran Bizantium Kekhalifahan Abbasiyah
Tokoh dan pemimpin
Kaisar Teofilos
Aetios (POW)
Khalifah al-Mu'tasim
Afshin
Ashinas
Ja'far bin Dinar al-Khayyat
'Ujayf bin 'Anbasa
Kekuatan
Sekitar 40.000 prajurit angkatan darat,[1] sekitar 30.000 di Amorium[2] 80.000[3]
Korban
30.000–70.000 prajurit dan warga tewas[4][5] Tidak diketahui

Amorium memiliki pertahanan yang sangat kuat, tetapi ada seorang pengkhianat yang membocorkan keterangan mengenai titik lemah di tembok kota tersebut, alhasil pasukan Abbasiyah memusatkan serangan mereka di tempat itu dan berhasil menembus pertahanan kota. Boiditzes yang merupakan panglima di sisi tembok tersebut kemudian mencoba berunding dengan Abbasiyah tanpa memberitahukan atasannya terlebih dahulu. Ia lalu menyepakati gencatan senjata dan meninggalkan tempatnya bertugas, sehingga pasukan Arab dapat memasuki kota Amorium dan merebutnya. Amorium lalu dihancurkan dan tidak pernah bangkit lagi seperti sebelumnya. Banyak warganya yang dibantai dan sisanya diperbudak. Kebanyakan dari mereka yang selamat akhirnya dilepaskan setelah disepakatinya gencatan senjata pada tahun 841, tetapi para pejabat penting dibawa ke ibu kota Abbasiyah di Samarra dan beberapa tahun kemudian dihukum mati karena mereka menolak masuk Islam; semenjak itu, mereka dikenal dengan julukan 42 Martir Amorium.

Penaklukan Amorium tidak hanya menjadi malapetaka bagi Teofilos, tetapi juga membuat trauma rakyat Bizantium, seperti yang bisa dilihat dalam karya-karya sastra yang ditulis sesudahnya. Penjarahan ini memang tidak mengubah keseimbangan kekuatan di antara Bizantium dan Abbasiyah, dan secara perlahan Bizantium justru malah semakin menguat. Namun, dampak terbesar dari peristiwa ini dapat ditilik dari segi keagamaan. Kaisar Teofilos sangat mendukung Ikonoklasme yang diyakini akan merahmati Bizantium dengan kemenangan yang gemilang. Penjarahan ini meruntuhkan keyakinan tersebut, alhasil kejatuhan Amorium menjadi faktor penting yang mendorong orang-orang meninggalkan Ikonoklasme setelah Teofilos wafat pada tahun 842.

Latar belakang

Pada tahun 829, ketika kaisar muda Teofilos naik ke tampuk kekuasaan di Bizantium, negaranya sudah berkali-kali berperang melawan bangsa Arab selama hampir dua abad, meskipun perdamaian sempat terjaga selama hampir dua puluh tahun akibat berkecamuknya perang saudara. Pada masa kenaikan takhta Teofilos, kaum Muslimin melanjutkan serangan mereka di timur di bawah kepemimpinan Khalifah al-Ma'mun (memerintah 813–833). Sementara itu, di sebelah barat, penaklukan Sisilia oleh Muslim berlangsung secara bertahap sejak tahun 827. Teofilos adalah sosok yang ambisius dan juga merupakan penganut Ikonoklasme yang sangat teguh; Ikonoklasme sendiri merupakan keyakinan yang melarang penggambaran tokoh-tokoh ilahi dan pemuliaan ikon-ikon. Ia mencoba mengukuhkan rezimnya dan memperkuat kebijakan Ikonoklasme dengan cara memperoleh kemenangan dalam perang melawan Kekhalifahan Abbasiyah, musuh bebuyutan Kekaisaran.[6]

 
Follis dari sebuah jenis baru, dicetak dalam jumlah besar dalam perayaan kemenangan Teofilos melawan Arab dari sekitar tahun 835. Di bagian depan, ia diwakili dalam busana kemenangan, mengenakan toupha, dan di bagian belakang, aklamasi tradisional "Augustus Teofilos, sang penakluk".[7]

Memajukan sanjungan ilahi, dan menanggapi rencana ikonofilia melawannya, Teofilos menghimpun ulang tekanan aktif terhadap ikonofilia dan hal-hal lainnya yang dianggap "bidaah" pada Juni 833, termasuk penangkapan dan pengasingan massal, menikam dan merampas harta benda. Dalam sudut pandang Bizantium, Allah nampak merestui keputusan tersebut: al-Ma'mun wafat pada tahap-tahap pertama dari invasi skala besar baru melawan Bizantium yang ditujukan untuk menjadi langkap pertama dalam penaklukan Konstantinopel sendiri, dan saudara sekaligus penerusnya al-Mu'tasim menarik diri untuk berfokus pada materi-materi internal, ketegangan timbul pada otoritasnya, dan perlu meredam pemberontakan sekte agama Khurramit di bawah kepemimpinan Babak Khorramdin. Ini membolehkan Teofilos untuk menghimpun serangkaian kemenangan mudah sepanjang beberapa tahun kemudian, serta menggelembungkan pasukannya dengan sekitar 14,000 pengungsi Khurramit di bawah kepemimpinan Nasr, yang dibaptis menjadi Kristen dan menyandang nama Teofobos.[8] Kesuksesan kaisar tak sepenuhnya spektakuler, namun terjadi setelah dua dekade kekalahan dan perang saudara di bawah kepemimpinan para kaisar ikonofilia, Teofilos merasa dibenarkan dalam mengklaim mereka sebagai pemulihan nama baik untuk kebijakan keagamaannya. Akibatnya, kaisar mulai secara terbuka mengasosiasikan dirinya sendiri dengan kaisar ikonoklas yang fanatis dan sukses dalam hal militer Konstantinus V (memerintah 741–775), dan megeluarkan jenis baru dari koin tembaga follis, dicetak dalam jumlah besar, yang menggambarkannya sebagai kaisar Romawi yang meraih kemenangan besar.[7]

Pada 837, saat beradu pendapat dengan Babak, Teofilos mengambil laju terhadap pra-pendudukan Kekhalifahan tersebut dengan tekanan pemberontakan Khuramit dan memimpin kampanye besar melawan keamiran-keamiran garis depan. Ia menghimpun pasukan dalam jumlah yang sangat besar,[a] sekitar 70,000 pasukan tempur dan sebanyak 100,000 menurut al-Tabari, dan menginvasi wilayah Arab di sekitara hulu Efrat nyaris tanpa perlawanan. Pasukan Bizantium merebut kota Sozopetra dan Arsamosata, menyerang dan menerobos pinggiran negara, mengambil ransum dari beberapa kota dalam pertukaran agar tak menyerang mereka, dan mengalahkan sejumlah pasukan Arab yang berjumlah lebih sedikit.[9] Saat Teofilos berpulang untuk merayakan kemenangan dan mengaklamasikan Hipodrom dari Konstantonopel sebagai "juara tanpa banding", para pengungsi asal Sozopetra mulai datang ke ibukota Mu'tasim, Samarra. Pihak kekhalifahan murka atas kebrutalan dan kearoganan penyerbuan tersebut: tak hanya Bizantium bertindak dalam keadaan terbuka dengan para pemberontak Kuramit, namun pada saat penjarahan Sozopetra—yang beberapa sumber klaim sebagai tempat kelahiran Mu'tasim sendiri[b]—semua tahanan laki-laki dieksekusi dan sisanya dijual menjadi budak, dan beberapa wanita ditangkap dan diperkosa oleh pasukan Kuramit pimpinan Teofilos.[10][11] Namun, kampanye Teofilos tak dapat menyelamatkan Babak dan para pengikutnya, yang pada akhir 837 diserang oleh jenderal Afshin dari wilayah kekuasaan mereka di pegunungan. Babak kabur ke Armenia, namun dikhianati Abbasiyah dan tewas akibat disiksa.[12]

Dengan mengakhiri ancaman Kuramit, khalifah mulai mengerahkan pasukannya untuk kampanye balasan melawan Bizantium.[13] Sejumlah besar pasukan Arab berkumpul di Tarsus; menurut catatan paling meyakinkan dari Mikael orang Siria, pasukan tersebut meliputi sekitar 80,000 tentara dengan 30,000 pelayan dan pengikut kamp dan 70,000 hewan ternaik. Penulis lain memberikan jumlah yang jauh lebih besar, dari 200,000 sampai 500,000 menurut al-Mas'udi.[a][14] Tak seperti kampanye-kampanye sebelumnya, yang melakukan penyerangan tak terlalu jauh dari benteng-benteng wilayah perbatasan, ekspedisi tersebut bertujuan untuk makin merangsek ke Asia Kecil dan pembalasan dendam yang tepat. Kota besar Amorium utamanya menjadi pencapaian yang diinginkan. Kronik-kronik Arab mencatat bahwa Mu'tasim membujuk para penasehatnya untuk memberitahu benteng Bizantium "terkuat dan paling tak dapat diakses", dan mereka menyebut Amorium, "dimana tak ada Muslim yang datang sejak kemunculan Islam. ni adalah mata dan fondasi dunia Kristen; bagi Bizantium, kota tersebut lebih terkenal ketimbang Konstantinopel". Menurut sumber-sumber Bizantium, khalifah mengetahui nama kota tersebut lewat tulisan pada tameng-tameng dan panji-panji para prajuritnya.[15] Sebagai ibukota dari Anatolikon yang kuat, kota tersebut secara strategis terletak di tepi barat dataran Anatolia dan mengkontrol rute selatan utama yang dilewati oleh invasi-invasi Arab. Pada masa itu, AMorium adalah salah satu kota terbesar di Kekaisaran Bizantium dan kota paling berpengaruh kedua setelah Konstantinopel. Kota tersebut juga merupakan tempat lahir ayah Teofilos, Mikael II orang Amorium (memerintah 820–829), dan mungkin Teofilos sendiri.[16] Karena pengaruh strategisnya, kota tersebut menjadi target serangan Arab pada abad ke-7 dan ke-8, dan pendahulu Mu'tasim, Ma'mun dikatakan berencana menyerang kota tersebut saat ia wafat pada 833.[17]

Tahap-tahap awal kampanye: Anzen dan Ancyra

 
Peta kampanye Bizantium dan Arab pada tahun 837–838, menampilkan penyerbuan Teofilos ke Mesopotamia Hulu dan invasi balasan Mu'tasim ke Asia Kecil (Anatolia), yang berpuncak pada perebutan Amorium.

Khalifah membagi pasukannya menjadi dua: detasemen 10,000 Turk di bawah Afshin dikirim ke timur laut untuk bergabung dengan pasukan emir Malatya Umar al-Aqta dan pasukan Armenia (para penguasa Artsruni dan Bagratuni masing-masing dari Vaspurakan dan Taron yang sama-sama ikut serta secara perorangan dalam kampanye[18]) dan menginvasi Armeniac Theme dari Perlintasan Hadath, sementara pasukan utama di bawah khalifah sendiri akan menginvasi Cappadocia melalui Gerbang Silisia. Garda depan dari pasukan tersebut dipimpin Ashinas, dengan Itakh mengkomandani bagian kanan, Ja'far bin Dinar al-Khayyat bagian kiri dan 'Ujayf bin 'Anbasa bagian tengah. Kedua pasukan tersebut akan terhubung di Ancyra, sebelum berpawai bersama ke Amorium.[19][20] Di pihak Bizantium, Teofilos kemudian sadar engan niat khalifah, dan berangkat dari Konstantinopel pada awal Juni. Pasukannya meliputi tentara dari Anatolia dan mungkin juga theme-theme Eropa, resimen tagmata elit, serta pasukan Kuramit. Pasukan Bizantium mendatangi tentara Arab yang masuk ke utara Ancyra setelah melewati Gerbang Silisia dan kemudian beralih ke selatan Amorium, selain juga mungkin pasukan Arab akan berpawai langsung ke wilayah Cappadocia untuk menuju ke Amorium. Meskipun para jenderalnya menasehati evakuasi kota tersebut, dengan tujuan mencegah tujuan kampanye Arab dan menjaga agar pasukan Bizantium menjadi tak terbagi, Teofilos memutuskan untuk menghimpun ulang garisun kota tersebut, dengan Aetios menjadi strategos dari Anatolik, dan pasukan dari tagmata Excubitors dan Vigla.[20][21]

Dengan sisa pasukannya, Teofilos kemudian berpawai antar-pos sendiri antara Gerbang Silisia dan Ankira, menuju ke tepi utara Sungai Halys, mendekati salah satu perlintasan sungai besar. Ashinas menyeberangi Gerbang Silisia pada 19 Juni, dan khalifah sendiri dengan pasukan utamanya melakukannya dua hari berikutnya. Laju Arab bersifat lambat dan wadpada. Untuk mengindari percekcokan dan mengetahui letak kaisar, Mu'tasim melarang Ashinas untuk maju terlalu jauh sampai Cappadocia. Ashinas mengirim beberapa detasemen terlatih untuk melakukan penangkapan, dan dari situ, akhirnya mengetahui keberadaan Teofilos di Halys, dimana ia menunggu kesepakatan Arab untuk bertempur.[22] Pada masa yang sama, sekitar pertengahan Juli, Teofilos menyadari kedatangan pasukan Afshin, yang terdiri dari sekitar 30,000 orang, di dataran Dazimon. Meninggalkan sebagian pasukannya di bawah seorang kerabat yang menyaksikan penyeberangan Halys, Teofilos langsung berangkat dengan sebagian besar pasukannya, sekitar 40,000 pasukan menurut Mikael orang Siria, untuk menghadapi pasukan Arab yang berjumlah lebih kecil. Mu'tasim menyadari pergerakan Teofilos dari penangkapan dan berniat untuk memperingatkan Afshin, namun kaisar tersebut bergerak cepat dan bertemu pasukan Afshin dalam Pertempuran Anzen di dataran Dazimon pada 22 Juli. Disamping kesuksesan awal, pasukan Bizantium berpecahan dan tersebar, sementara Teofilos dengan pasukan penjaganya dikepung dan memutuskan untuk berpencar dan kabur.[23][24]

 
Kaisar Teofilos kabur setelah Pertempuran Anzen, miniatur dari manuskrip Madrid Skylitzes

Teofilos dengan cepat memulai pengumpulan ulang pasukannya dan menyirim jenderal Teodor Krateros ke Ancyra. Krateros menemukan bahwa kota tersebut sangat mengenaskan, dan memerintahkan penegakan ulang garisun Amorium sebagai gantinya. Teofilos sendiri kemudian terpaksa kembali ke Kontantinopel, dimana rumor kematiannya di Anzen berujung pada rencana pengangkatan kaisar baru. Pada waktu yang sama, pasukan Kuramit, yang berkumpul di sekitaran Sinope, memberontak dan mendeklarasikan kaisar Teofobos sebagai komandan mereka. Beruntungnya, Teofobos mengambil pendirian pasif dan tak membuat keputusan untuk melawan Teofilos atau bersekutu dengan Mu'tasim.[24][25] Pasukan khalifah di bawah Ashinas mencapai Ancyra pada 26 Juli. Para penduduknya, yang memutuskan untuk mengungsi ke beberapa wilayah sekitar, ditemukan dan ditangkap setelah perjuangan singkat oleh detasemen Arab di bawah Malik bin Kaydar al-Safadi. Pasukan Bizantium, yang beberapa diantaranya adalah prajurit yang melarikan diri dari Anzen, memberitahu pasukan Arab soal kemenangan Afshin, setelah itu Malik membolehkan semua orang untuk dibebaskan. Pasukan Arab lainnya datang ke Ancyra pada hari-hari berikutnya, dan setelah mendatangi kota mengenaskan tersebut, pasukan Arab bersatu bergerak ke selatan menuju Amorium.[24][26][27]

Pengepungan dan kejatuhan Amorium

Pasukan Arab berpawai di tiga korps terpisah, dengan Ashinas sempat kembali ke garis depan, khalifah di tengah, dan Afshin dikirim ke pinggiran. Menjarah pinggiran kota saat mereka maju, mereka datang ke Amorium tujuh hari setelah keberangkatan mereka dari Ancyra, dan memulai pengepangan kota pada 1 Agustus.[28] Teofilos, yang berniat menghindari kejatuhan kota tersebut, pergi dari Konstantinopel ke Dorylaion, dan dari situ mengirim kedutaan besar ke Mu'tasim. Para dutanya, yang datang tak lama sebelum atau saat hari-hari pertama pengepungan, meminta pengampunan dengan menyatakan bahwa kejahatan di Sozopetra telah berlawanan dengan perintah kaisar, dan kemudian menawarkan bantuan untuk membangun ulang kota tersebut, memulangkan semua tahanan Muslim dan membayar upeti. Namun, khalifah tak hanya menolak permintaan para duta, namun menahan mereka di kampnya, sehingga mereka dapat melakukan pengepungan.[29]

 
Miniatur dari Madrid Skylitzes menggambarkan pengepungan Amorium oleh Arab

Perbentengan kota tersebut bersifat kuat, dengan ukuran yang panjang dan dinding yang tebal dilindungi oleh 44 menara, menurut geografer kontemporer Ibnu Khordadbeh. Khalifah memerintahkan setiap jenderalnya untuk menerobos tembok tersebut. Baik pengepung maupun pihak yang terkepung memiliki banyak mesin kepung, dan selama tiga hari, kedua belah pihak berbalas tembakan misil sementara para penggali parit Arab berniat untuk meruntuhkan tembok tersebut. Menurut catatan Arab, seorang tahanan Arab yang berpindah ke agama Kristen membelot dengan berbalik pada khalifah, dan memberitahukannya soal seuah tempat di tembok tersebut yang memiliki kerusakan parah akibat hujan deras dan hanya diperbaiki sekilas dan seadanya karena kesibukan senapati kota tersebut. Akibatnya, pasukan Arab mengkonsentrasikan upaya mereka pada bagian tersebut. Para pasukan pertahanan berniat untuk melindungi tembok tersebut dengan beberapa balok kayu gantung untuk meredam efek kejut dari mesin-mesin pengepungan, namun tak memadai, dan setelah dua hari, penjebolan dilakukan.[30] Sehingga, Aetios menyadari bahwa pertahanannya jebol, dan memutuskan untuk melarikan dan memecah pasukan pengepungan pada malam hari dan menghubungi Teofilos. Ia mengirim dua pengirim pesan ke kaisar, namun keduanya ditangkap oleh pasukan Arab dan dibawa ke hadpaan khalifah. Keduanya sepakat untuk menjadi mualaf dan Mu'tasim, setelah memberikan mereka pemberian besar, mempawaikan mereka ke sekitaran tembok kota dalam pandangan penuh Aetios dan pasukannya. Untuk menghindari percekcokan apapun, pasukan Arab menjaga wilayah sekitarannya, menghimpun pasukan penjaga kavaleri bahkan pada malam hari.[31]

Pasukan Arab sekarang meluncurkan serangan berulang ke wilayah tersebut, namun para pasukan pertahanan menghadangnya. Menurut al-Tabari, mula-mula alat-alat pelontar dikerahkan oleh empat orang yang masing-masing ditempatkan pada dasar berroda, dan menara-menara bergerak dengan sepuluh orang masing-masing dibangun dan dimajukan ke tepi parit, yang mereka mulai isi dengan kulit-kulit domba (dari hewan-gewan yang mereka bawa bersama sebagai makanan) yang diisi dengan tanah. Namun, pengerjaan tersebut tak membuahkan hasil karena ketakutan para prajurit akan alat-alat pelontar Bizantium, dan Mu'tasim memerintahkan pelemparan kulit berisi tanah tersebut untuk meruntuhkan tembok itu sendiri. Sebuah menara ditekan pada parit berisi, namun bersendat di tengah jalan dan alat pengepungan lainnya diruntuhkan dan dibakar.[32] Serangan lain pada hari berikutnya, yang dipimpin oleh Ashinas, gagal karena berada di bagian tersempit dari wilayah tersebut, dan Mu'tasim kemudian meminta alat-alat pelontar yang lebih banyak untuk dimajukan. Pada keesokan harinya, Afshin dengan pasukannya menyerang wilayah tersebut, dan Itakh pada hari berikutnya.[33] Pasukan pertahanan Bizantium secara bertahap dilucuti oleh pasukan penyerang kejut, dan setelah sekitar dua pekan pengepungan (tanggal secara beragam ditafsirkan sebagai 12, 13 atau 15 Agustus oleh para penulis modern[34]) Aetios mengirim sebuah kedutaan besar di bawah uskup kota tersebut, yang menawarkan penyerahan Amorium sebagai pertikaran untuk jaminan keamanan dari para penduduk dan garisun, namun Mu'tasim menolak. Namun, komandan Bizantium Boiditzes, yang bertugas di bagian wilayah tersebut, memutuskan untuk mengadakan negosiasi langsung dengan khalifah atas kehendaknya sendiri, mungkin bertujuan untuk mengkhianati pihaknya sendiri. Ia datang ke kamp Abbasiyah, memberi perintah kepada pasukannya di wilayah tersebut untuk berhenti menyerang sampai ia kembali. Saat Boiditzes berbalik pada khalifah, pasukan Arab mendekati wilayah tersebut, dan sinyak berubah dan mematahkan kota tersebut.[35] Dianggap kecutan, pemberontakan Bizantium terjadi secara sporadik: beberapa prajurit membarikadekan diri mereka sendiri di sebuah monasteri dan dibakar sampai mati, sementara Aetios dengan para perwiranya mengungsi ke sebuah menara sebelum dipaksa untuk menyerah.[36]

Kota tersebut dijarah dan dirampok; menurut catatan Arab, penjualan rampasan terjadi selama lima hari. Kroniker Bizantium Theophanes Continuatus menyebut 70,000 orang tewas, sementara al-Mas'udi dari Arab menyebut 30,000. Para korban selamat terdiri dari para budak di kalangan pemimpin tenrara, kecuali pemimpin sipil dan militer kota tersebut, yang berniat menggulingkan khalifah. Setelah mengijinkan para duta Teofilos untuk kembali kepadanya dengan kabar kejatuhan Amorium, Mu;tasim membakar kota tersebut sampai rata dengan tanah, dengan satu-satunya tembok kota yang masih tersisa relatif utuh.[37] Salah satu jarahan yang diambil adalah pintu besi masif dari kota tersebut, yang al-Mu;tasim awalnya bawa ke Samarra, dimana mereka dipasang di bagian depan istananya. Dari situ, mereka diambil, mungkin menjelang akhir abad tersebut, dan dipasang di Raqqa, dimana barang-barang tersebut masih ada sampai 964, saat penguasa Hamdaniyah Sayf al-Dawla menyingkirkannya dan memasang gerbang Bab al-Qinnasrin di ibukota Aleppo.[38]

Akibat

Setelah penjarahan tersebut, khalifah mendengar rumor bahwa Teofilos maju untuk menyerangnya. Mu'tasim melakukan pawai sehari dengan pasukannya di sepanjang jalan menuju Dorylaion, namun tak mendapatkan tanda serangan Bizantium. Menurut al-Tabari, Mu'tasim sekarang mengarahkan kampanyenya untuk menyerang Konstantinopel, saat ia mendengar kabar konspirasi yang dipimpin oleh keponakannya, al-Abbas bin al-Ma'mun. Mu'tasim terpaksa memotng kampanyenya dan dengan cepat kembali ke kerajaannya, membiarkan benteng di sekitaran Amorium serta Teofilos dan pasukannya di Dorylaion. Mengambil rute langsung dari Amorium ke Gerbang Silisia, tentara khalifah dan tahanannya berpawai ke pinggiran tengah Anatolia. Beberapa tawanan dihabisi agar mereka tak dapat bergerak dan dieksekusi, sementara yang lainnya menemukan kesempatan untuk melarikan diri. Sebagai balasannya, setelah memisahkan orang paling berpengaruh di antara mereka, Mu'tasim mengeksekusi sisanya, yang berjumlah sekitar 6,000.[39][40]

 
Miniatur dari Madrid Skylitzes menggambarkan kedutaan besar tourmarches Basil kepada al-Mu'tasim (duduk) setelah kejatuhan Amorium.

Teofilos mengirim kedutaan besar kedua kepada khalifah, yang dikepalai oleh tourmarches dari Charsianon, Basil, memberi hadiah dan surat permintaan maaf, dan menawarkan ransum tahanan tingkat tinggi untuk 20,000 pound Bizantium (sekitar 6,500 kg) emas dan membebaskan seluruh orang Arab yang ditangkap oleh Bizantium. Tanggapannya, Mu'tasim menolak ransum tersebut, berkata bahw aekspedisi itu sendiri telah membiayainya lebih dari 100,000 pound, dan menuntut penyerahan Teofobos dan Domestic of the Schools, Manuel orang Armenia, yang telah beberapa tahun lampaui membelot dari pihak Arab. Duta besar Bizantium menolak untuk mengabulkannya dan tak dapat melakukannya, karena Teofobos sedang memberontak dan Manuel telah wafat, menurut beberapa sumber, akibat cedera yang didapatkan di Anzen. Sebagai gantinya, Basil menyerahkan surat kedua yang lebih mengancam dari Teofilos. Menjadi murka, Mu'tasim mengembalikan hadiah-hadiah dari kaisar tersebut.[41]

Akibat penjarahan Amorium, Teofilos meminta bantuan kekuatan lain melawan ancaman Abbasiyah: kedutaan-kedutaan besar dikirim ke kaisar barat Louis the Pious (r. 813–840) dan istana Abdul ar-Rahman II (r. 822–852), Emir Kórdoba. Para duta Bizantium diberi penghormatan, namun tak diberi bantuan apapun.[42] Namun, Abbasiyah tak meneruskan kesuksesan mereka. Perang berlanjut antar dua kekaisaran tersebut dengan penyerbuan dan penyerbuan balasan selama beberapa tahun, namun setelah beberapa kesuksesan Bizantium dan mungkin juga pertukaran tahanan—yang tak meliputi tawanan tingkat tinggi dari Amorium—yang disepakati pada 841. Pada masa kematiannya pada 842, Mu'tasim menyiapkan invasi skala besar lain, namun armada besar yang ia siapkan untuk menyerang Konstantinopel terhalang oleh badai di lepas Tanjung Kelidonia pada beberapa bulan kemudian. Setelah kematian Mu'tasim, Kekhalifahan memasuki periode ketegangan, dan Pertempuran Mauropotamos pada 844 menjadi pertikaian Arab-Bizantium besar terakhir sampai 850an.[43]

Salah satu tokoh Bizantium yang ditangkap dari Amorium, strategos Aetios dieksekusi tak lama setelah ia ditangkap, yang menurut sejarawan Warren Treadgold, sebagai balasan atas surat kedua Teofilos kepada khalifah.[44] Setelah beberapa tahun penangkapan dan ketiadaan harapan ransum, orang yang tersisa memutuskan untuk menjadi mualaf. Saat mereka menolak, mereka dieksekusi di Samarra pada 6 Maret 845, dan dirayakan dalam Gereja Ortodoks Timur sebagai 42 Martir Amorium.[45] Beberapa kisah juga berkembang soal Boiditzes dan pengkhianatannya. Menurut legenda 42 Martir, ia menjadi mualaf, namun juga dieksekusi oleh khalifah bersama dengan tawanan lain; namun tak seperti lainnya, yang jasad-jasadnya "secara ajaib" mengambang di perairan sungai Tigris, jasadnya tenggelam ke dasar.[46]

Dampak

"Kemenangan terhormat terhadap gerbang surga terbuka dan bumi berasal dari garmen barunya.

O hari pertempuran 'Ammūriya, harapan (kami) kembali darimu terhempas dengan susu manisan madu;

Kau meninggalkan keberuntungan dari bani-bani Islam dalam kenaikan, dan para peloteis dan dasar politeisme menurun."

Penjelasan dari Ode pada Penaklukan Amorium karya Abu Tammam.[47]

Penjarahan Amorium adalah salah satu peristiwa paling menonjol dalam sejarah panjang penyerbuan Arab ke Anatolia. Teofilos dikabarkan jatuh sakit tak lama setelah kejatuhan kota tersebut, dan meskipun ia pulih, kesehatannya masih dalam keadaan buruk sampai kematiannya, yang terjadi pada tiga tahun kemudian. Para sejarawan Bizantium pada masa berikutnya mengaitkan kematiannya dengan masa kesedihan tiga puluh tahun atas dampak perebutan kota tersebut, meskipun ini nampaknya adalah sebuah legenda.[48][49] Kejatuhan Amorium menginspirasi beberapa legenda dan cerita di kalangan Bizantium, dan dapat ditemukan dalam karya-karya sastra yang masih ada seperti Lagu Armouris atau ballad Kastro tis Orias ("Istana Gadis Adil").[50] Di sisi lain, Arab merayakan perebutan Amorium, yang menjadi subyek dari karya terkenal buatan Abu Tammam Ode pada Penaklukan Amorium.[51][52] Selain itu propaganda khalifah yang dibuat memakai kampanye tersebut untuk mengesahkan kekuasaan al-Mu'tasim dan membenarkan pembunuhan keponakannya pada masa berikutnya, dan pewaris sah dari al-Ma'mun, al-Abbas.[53]

Pada kenyataannya, dampak militer dari kampanye tersebut terhadap Bizantium bersifat terbatas: di luar garisun dan penduduk Amorium itu sendiri, angkatan darat Bizantium di Anzen nampaknya memiliki sedikit korban, dan pemberontakan korps Khurramit terjadi tanpa pertumpahan darah pada tahun berikutnya dan para prajuritnya berintegrasi lagi ke pasukan Bizantium. Ancyra dengan cepat dibangun ulang dan diduduki ulang, seperti Amorium itu sendiri, meskipun tak pernah memulihkan kejayaan lamanya dan kursi tema Anatolik pada masa itu dipindahkan ke Polybotus.[48][54] Menurut pernyataan Warren Treadgold, kekalahan pasukan kekaisaran tersebut di Anzen dan Amorium adalah peristiwa tingkat tinggi alih-alih ketidakmampuan atau ketidaksiapan yang sebenarnya. Selain itu, kampanye Bizantium ditimbulkan dari sikap Teofilos yang terlalu percaya diri, baik atas kehendaknya untuk membagi pasukannya dalam menghadapi jumlah Arab yang lebih besar dan imbalannya terhadap Khurramit.[55] Selain itu, kekalahan yang dialami Teofilos menimbulkan perombakan besar-besaran terhadap tentaranya, yang meliputi pendirian komando-komando garis depan yang baru dan penarikan pasukan Khurramit di kalangan pasukan penduduk asli.[56]

Namun, akibat jangka panjang dan berlangsung lama dari kejatuhan Amorium adalah dalam hal keagamaan ketimbang hal militer. Ikonoklasme yang dilakukan menimbulkan penyanjungan ilahi dan mendorong kemenangan militer, namun kesadaran tentara maupun laporan perilaku Boiditzes dapat menimbulkan pernyataan bahwa ini adalah "bencana memalukan untuk menyandingkan kekalahan terburuk dari kaisar ikonofilia manapun" (Whittow), dibandingkan dengan satu-satunya kenangan dari kekalahan yang dialami oleh Nikeforos I (memerintah 802–811) di Pliska. Menurut Warren Treadgold, "dampak yang terjadi tak menyiratkan bahwa Ikonoklasme adalah hal yang salah ... namun hal ini melucuti kaum ikonoklas sepanjang waktu dari argumen paling persuasif mereka yang tak terwujud, bahwa Ikonoklasme memenangkan pertempuran". Beberpaa tahun setelah kematian Teofilos, pada 11 Maret 843, sebuah sinode merestorasi pemuliaan ikon, dan ikonoklasme dinyatakan bidaah.[57]

Catatan

^ a: Dikabarkan, tentara untuk ekspedisi tahun 837 dari Teofilos dan kampanye balasan Mu'tasim berjumlah tak lazim. Beberapa cendekiawan, seperti Bury dan Treadgold, menyebut angka yang diberikan Tabari dan Mikael orang Suriah kurang lebih akurat,[58] namun para peneliti modern lainnya bersikap skeptis terhadap jumlah semacam itu, karena angkatan darat abad pertengahan jarang ada yang lebih dari 10,000 orang, dan risalah dan catatan militer Arab dan Bizantium menyatakan bahwa pasukan biasanya berjumlah sekitar 4,000–5,000. Bahkan pada fase ekspansi militer Bizantium berkelanjutan pada akhir abad ke-10, paduan militer Bizantium menyebut angka 25,000 sebagai jumlah terbesar dan selaras dengan perintah kaisar. Sebagai perbandingan, jumlah pasukan militer nominal yang tersedia untuk Bizantium pada abad ke-9 diperkirakan berjumlah sekitar 100,000–120,000. Untuk survei mendetil, lihat Whittow 1996, hlm. 181–193 dan Haldon 1999, hlm. 101–103.
^ b: Klaim bahwa Sozopetra atau Arsamosata adalah kota asal Mu'tasim hanya ditemukan dalam sumber-sumber Bizantium. Klaim ini disangkal oleh sebagian besar cendekiawan sebagai pernyataan pada masa selanjutnya, seperti halnya Amorium yang dikatakan sebagai tempat kelahiran Teofilos, dan sebagai upaya untuk penyeimbangan dan penyelarasan dampak dari kejatuhan Amorium.[59][60]

Referensi

  1. ^ Treadgold 1988, hlm. 298.
  2. ^ Treadgold 1988, hlm. 444–445 (Note #415).
  3. ^ Treadgold 1988, hlm. 297.
  4. ^ Ivison 2007, hlm. 31.
  5. ^ Treadgold 1988, hlm. 303.
  6. ^ Treadgold 1988, hlm. 272–280.
  7. ^ a b Treadgold 1988, hlm. 283, 287–288; Whittow 1996, hlm. 152–153.
  8. ^ Treadgold 1988, hlm. 280–283.
  9. ^ Bury 1912, hlm. 259–260; Treadgold 1988, hlm. 286, 292–294; Vasiliev 1935, hlm. 137–141.
  10. ^ Bury 1912, hlm. 261–262; Treadgold 1988, hlm. 293–295; Vasiliev 1935, hlm. 141–143.
  11. ^ Kiapidou 2003, Chapter 1.
  12. ^ Vasiliev 1935, hlm. 143.
  13. ^ Vasiliev 1935, hlm. 144.
  14. ^ Bury 1912, hlm. 263 (Note #3); Treadgold 1988, hlm. 297; Vasiliev 1935, hlm. 146.
  15. ^ Bury 1912, hlm. 262–263; Treadgold 1988, hlm. 297; Vasiliev 1935, hlm. 144–146.
  16. ^ Bury 1912, hlm. 262–263; Kazhdan 1991, hlm. 79, 1428, 2066; Whittow 1996, hlm. 153.
  17. ^ Bury 1912, hlm. 262; Kazhdan 1991, hlm. 79; Ivison 2007, hlm. 26.
  18. ^ Whittow 1996, hlm. 215.
  19. ^ Treadgold 1988, hlm. 297, 299; Vasiliev 1935, hlm. 146, 148.
  20. ^ a b Kiapidou 2003, Chapter 2.1.
  21. ^ Bury 1912, hlm. 263–264; Treadgold 1988, hlm. 298; Vasiliev 1935, hlm. 146–147.
  22. ^ Bury 1912, hlm. 264; Treadgold 1988, hlm. 298; Vasiliev 1935, hlm. 149–151.
  23. ^ Bury 1912, hlm. 264–265; Treadgold 1988, hlm. 298–300; Vasiliev 1935, hlm. 154–157.
  24. ^ a b c Kiapidou 2003, Chapter 2.2.
  25. ^ Treadgold 1988, hlm. 300–302; Vasiliev 1935, hlm. 158–159.
  26. ^ Bury 1912, hlm. 266.
  27. ^ Treadgold 1988, hlm. 302; Vasiliev 1935, hlm. 152–154, 158–160.
  28. ^ Bury 1912, hlm. 267; Vasiliev 1935, hlm. 160–161.
  29. ^ Bury 1912, hlm. 266–267; Rekaya 1977, hlm. 64; Vasiliev 1935, hlm. 160.
  30. ^ Bury 1912, hlm. 267; Treadgold 1988, hlm. 302; Vasiliev 1935, hlm. 161–163.
  31. ^ Bury 1912, hlm. 268; Treadgold 1988, hlm. 302; Vasiliev 1935, hlm. 163–164.
  32. ^ Bury 1912, hlm. 268; Vasiliev 1935, hlm. 164–165.
  33. ^ Vasiliev 1935, hlm. 165–167.
  34. ^ Kiapidou 2003, Note 19.
  35. ^ Bury 1912, hlm. 268–269; Treadgold 1988, hlm. 302–303; Vasiliev 1935, hlm. 167–168.
  36. ^ Bury 1912, hlm. 269–270; Treadgold 1988, hlm. 303; Vasiliev 1935, hlm. 169–170.
  37. ^ Treadgold 1988, hlm. 303; Rekaya 1977, hlm. 64; Ivison 2007, hlm. 31, 53; Vasiliev 1935, hlm. 170–172.
  38. ^ Meinecke 1995, hlm. 411, 412.
  39. ^ Bury 1912, hlm. 270; Treadgold 1988, hlm. 303; Vasiliev 1935, hlm. 172–173, 175.
  40. ^ Kiapidou 2003, Chapter 2.3.
  41. ^ Bury 1912, hlm. 272; Treadgold 1988, hlm. 303–304; Vasiliev 1935, hlm. 174–175.
  42. ^ Bury 1912, hlm. 273; Vasiliev 1935, hlm. 177–187.
  43. ^ Bury 1912, hlm. 273–274; Vasiliev 1935, hlm. 175–176, 192–193, 198–204.
  44. ^ Treadgold 1988, hlm. 304, 445 (Note #416).
  45. ^ Bury 1912, hlm. 271–272; Kazhdan 1991, hlm. 79, 800–801.
  46. ^ Bury 1912, hlm. 270–271.
  47. ^ Arberry 1965, hlm. 52.
  48. ^ a b Kiapidou 2003, Chapter 3.
  49. ^ Treadgold 1988, hlm. 304, 415.
  50. ^ Christophilopoulou 1993, hlm. 248–249.
  51. ^ Canard 1986, hlm. 449.
  52. ^ Untuk terjemahan Inggris dari puisi Abu Tammam, lihat Arberry 1965, hlm. 50–62.
  53. ^ Kennedy 2003, hlm. 23–26.
  54. ^ Treadgold 1988, hlm. 304, 313–314; Kazhdan 1991, hlm. 79–80; Whittow 1996, hlm. 153.
  55. ^ Treadgold 1988, hlm. 304–305.
  56. ^ Treadgold 1988, hlm. 351–359.
  57. ^ Treadgold 1988, hlm. 305; Whittow 1996, hlm. 153–154.
  58. ^ Bury 1912, hlm. 263 (Note #3); Treadgold 1988, hlm. 441 (Note #406).
  59. ^ Bury 1912, hlm. 262 (Note #6); Treadgold 1988, hlm. 440 (Note #401); Vasiliev 1935, hlm. 141.
  60. ^ Kiapidou 2003, Note 1.

Sumber

Pranala luar

Koordinat: 39°01′14″N 31°17′21″E / 39.020439°N 31.289145°E / 39.020439; 31.289145