Melayu Tanjung

suku bangsa di Afrika Selatan

Melayu Cape (bahasa Inggris: Cape Malay) adalah warga keturunan Melayu yang berada di Cape Town, Provinsi Western Cape, Afrika Selatan. Sebagian besar dari Cape Malay itu adalah keturunan Indonesia. Berdasarkan sejarah mereka adalah keturunan orang-orang buangan semasa era kolonial Belanda.[1] Saat ini, di Cape Town diperkirakan ada 200.000 warga orang Melayu Cape.

Melayu Cape.


Cape Malays
Kaapse Maleiers  (Afrikaans)
Melayu Cape/Melayu Tanjung  (Melayu)
Cape Muslims
Malay bride and bridesmaids in South Africa.
Jumlah populasi
200,000
Daerah dengan populasi signifikan
 Afrika Selatan
Western Cape, Gauteng
Bahasa
Sekarang: Afrikaan, Inggris Afrika Selatan
Formerly: Melayu[2], Jawa, Buhgis, Belanda.[3]
Agama
Mayoritas: Islam Sunni
Minoritas: Islam Syiah
Kelompok etnik terkait
Suku Jawa, etnis Melayu, India Afrika, orang Bantu, bangsa Malagasi, Belanda Cape, Orang Indo, bangsa Belanda, Cape Coloureds, bangsa Bugis

Budaya

Kebudayaan Indonesia pun banyak yang mewarnai kebudayaan coloured atau cape malay. Buku "Indonesians in south africa: Historical links spanning three centuries" mencatat beberapa hal. Sebagai contoh tari lingo ayoen, tari kusin, dan tari beras.

Bahkan, debus pun terbawa ke cape town. Tapi, di cape town debus disebut "ratieb". Ini dimungkinkan dibawa pengikut syeik h yusuf. Sebagai catatan, syeikh yusuf punya banyak pengikut dari banten, tempat debus berkembang. Dia bahkan mengawini anak ki ageng tirtayasa (raja banten).

Kosakata bahasa indonesia pun masih banyak dipakai orang cape malay. Achmad davids dalam bukunya "words the cape slaves made" mencatat ada 40 kosakata indonesia yang sering dipakai di cape town. Di antara kosakata itu adalah: Taramakasie (terima kasih), katja, boeka, toelis, batja, kitab, soempah, syambole (cambuk), manieng-al (meninggal), granaa (gerhana), maskawi (mas kawin), agama, ghoenthoem (guntur), gielap (kilat), dan kamar mandie dan sebagainya.

Beberapa kegiatan ritual dan tradisi keagamaan yang berasal dari tanah Melayu masih terus dipraktikkan seperti ratib (debus di Indonesia). Ritual ini besar kemungkinan besar berasal dari tanah Banten. Beberapa ritual dan praktik agama lainnya banyak menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa penamaan ritual itu seperti puasa, buka puasa, sembahyang, bang (adhan), abdas (wudhu).Kata-kata Bahasa Indonesia lain yang masuk dalam kosakata lokal tetapi tidak ada kaitannya dengan ritual antara lain jamban (wc), terima kasih, kuli, pisang dan roti.

Pengaruh musik Indonesia pun juga kuat. Ghoema sebenarnya sejenis genderang yang berasal dari indonesia. Musik ini dipakai untuk merayakan pembebasan budak pada 1883. Instrumen yang dipakai dalam musik ghoema, coen atau klopse campuran dari alat musik melayu dan afrika.

Adat indonesia juga ikut berpengaruh. Contohnya "tjoekoer". Ini adat mencukur anak yang baru beruur seminggu. Sedikit rambutnya dicukur, seperti yang dilakukan sebagian orang indonesia.

Rampie sny adalah kebiasaan Wanita berkumpul di masjid dan mengiris daun jeruk kecil-kecil sebagai pewangi untuk perayaan maulud. Ini sama dengan di indonesia yang mengiris daun pandan kecil-kecil. Karena di cape town tak ada pandan, gantinya daun jeruk.

Ada juga pengaruh masakan indonesia. Bubur, misalnya, di cape town disebut boeber. Sedangkan sago pudding mirip bubur sagu di maluku. Hanya, di cape town resepnya memakai air mawar, kapulaga, susu (pengganti santan), dan tak memakai kenari. Pengaruh makanan lain adalah kolwadjib (waji), sambal dan blatjang,

Catatan Kaki

  1. ^ "Cape Malay". 4 August 2012. 
  2. ^ sampai abad 19
  3. ^ Stell, Gerald (2007). "From Kitaab-Hollandsch to Kitaab-Afrikaans: The evolution of a non-white literary variety at the Cape (1856-1940)" (PDF). Stellenbosch Papers in Linguistics. Stellenbosch University. 37. doi:10.5774/37-0-16. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 May 2016. Diakses tanggal 24 April 2016. 

Pranala luar