Anastilosis

Revisi sejak 6 Februari 2019 19.13 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis))

Anastilosis (dari Bahasa Yunani Kuno: αναστήλωσις, -εως; ανα, ana = "lagi", dan στηλόω = "menegakkan (stela atau bangunan)") adalah istilah arkeologi yang merujuk kepada teknik rekonstruksi atau pemugaran reruntuhan bangunan, di mana sebisa mungkin elemen-elemen arsitektural asli digunakan semaksimal mungkin dalam bangunan yang dipugar. Istilah ini juga kadang digunakan untuk merujuk upaya rekonstruksi serupa untuk menyatukan kembali pecahan tembikar atau keramik yang sudah pecah, atau benda-benda kecil lainnya.

Perpustakaan Celsus di Efesus (Turki), pemugaran anastilosis dilakukan pada kurun 1970-1978

Metodologi

Tujuan dari anastilosis adalah untuk membangun kembali reruntuhan bangunan atau monumen bersejarah, dengan menggunakan sebanyak mungkin material asli bangunan yang berserakan dan mungkin telah ratusan dan banhkan ribuan tahun rusak dimakan waktu. Caranya dengan mengumpulkan dan menempatkan material asli kembali pada posisinya semula. Ketika pecahan bangunan kembali disatukan dan ditegakkan, ada risiko bahwa bangunan ini akan kembali runtuh, ambruk karena tak ada kekuatan penyangganya, Maka metode ini biasanya mencakup persiapan, menggambar ulang dan pengukuran, perombakan bagian demi bagian, dan penyatuan kembali dengan cermat. Ditambahkan pula material lain untuk kekokohan struktur bangunan; biasanya melibatkan pembuatan ulang fondasi yang lebih kokoh. Ketika ada bagian atau elemen bangunan yang hilang, maka material modern ditambahkan untuk menggantikannya, misalnya batu pengganti (dari bahan yang sama dengan material bangunan asli), plaster, semen, atau resin sintetis.

Piagam Venisia pada 1964 menetapkan panduan detail kriteria metode anastilosis:

  1. Kondisi asli struktur bangunan harus dipastikan secara ilmiah terlebih dahulu.
  2. Penempatan yang pantas dan tepat dari elemen yang diselamatkan harus dipastikan.
  3. Komponen pelengkap hanya digunakan sebatas keperluan untuk stabilitas dan memantapkan struktur bangunan, misalnya unsur tambahan pengganti tidak boleh diletakkan di atas atau menutup struktur asli, dan harus dikenali sebagai materi pengganti. Tidak diperbolehkan membuat konstruksi baru untuk melengkapi bagian yang hilang.

Kritisi

Analistosis menghadapi tentangan dalam komunitas ilmiah. Pada kenyataannya, metode ini memiliki beberapa masalah:

  • Meskipun studi persiapan dilakukan seteliti dan semaksimal mungkin, kesalahan penafsiran yang mengakibatkan kesalahan, sering kali tidak disadari dan tidak dapat dikoreksi dalam upaya pemugaran.
  • Kerusakan komponen asli secara praktiknya tidak dapat dihindari.
  • Sebuah elemen bangunan mungkin pernah digunakan kembali, atau berasal dari bangunan atau monumen lain yang berasal dari periode yang berbeda. Penggunaannya dalam pemugaran dapat mengakibatkan elemen itu tidak dapat digunakan di tempat lain.

Contoh

Upaya anastilosis secara primitif dan sederhana dilakukan pada 1836 di Akropolis di Athena, di mana Kuil Athena Nike didirikan kembali dari bahan yang tersisa. Kini metode ini diterapkan di Parthenon.

Mulai 1902, arsitek Yunani Nikolas Balanos menggunakan anastilosis untuk memugar bagian Parthenon yang telah runtuh, membangun kembali Erekhtheion, dan membangun kembali Kuil Nike untuk kedua kalinya. Jepit besi dan sumbatan yang digunakan pada pemugaran sebelumnya mulai berkarat dan merusak struktur asli. Jepit dan penyangga logam ini kemudian digantikan dengan jepit dari bahan logam mulia yang anti karat. Ketika bangunan dipugar fragmen asli yang baru dikenali ditambahkan dalam struktur bangunan.

 
Salah satu contoh awal pemugaran dengan metode anastilosis candi Borobudur di Pulau Jawa, Indonesia.
 
Anastilosis pada teater Romawi di Cartagena, Spanyol (2008)

Pada awal abad ke-20 arkeolog Belanda melakukan anastilosis pada pemugaran stupa Buddha, Candi Borobudur di Jawa, Indonesia. Pemugaran ini dilakukan pada kurun 1907-1911. Pemugaran selanjutnya dilakukan oleh tim pemugaran Indonesia pada tahun 1980-an.

Arkeolog Prancis Henri Marchal, dari École française d'Extrême-Orient (EFEO), mempelajari metode ini dari Pieter Vincent van Stein Callenfels, dan pada tahun 1930-an memulai proyek pemugaran Angkor Wat. Candi-candi Khmer di Kamboja lainnya yang dipugar dengan menggunakan metode anastilosis antara lain candi Bayon dan Banteay Srei. Sebagai pengecualian candi Ta Prohm tidak dipugar dan dibiarkan dalam kondisi aslinya sebagaimana kala ditemukan kembali.

Contoh lainnya:

Kini sejak 2006 telah diajukan proposal untuk menggunakan metode ini untuk memugar kembali Patung Buddha Bamiyan di Afghanistan, yang dihancurkan oleh Taliban pada 2001. Arkeolog telah menaksir sekitar 50% materi patung bisa dipugar kembali.

Teater Romawi di Cartagena, Spanyol, juga sebagian dipugar, menggunakan metode yang dapat dikembalikan kembali dengan anastilosis terbatas berdasarkan jumlah fragmen yang ditemukan (2008).

Referensi

  • (German) Adolf Borbein, Tonio Hölscher, Paul Zanker (Hrsg.): Klassische Archäologie. Eine Einführung. Reimer, Berlin 2000, ISBN 3-496-02645-6 (darin: Hans-Joachim Schalles: Archäologie und Denkmpalpflege. S. 52 ff. Gottfried Gruben: Klassische Bauforschung. S. 251 ff.)
  • (German) Gruben, Gottfried: Anastilosis in Griechenland- In: Anita Rieche u.a. (Hrsg.): Grabung – Forschung – Präsentation. Festschrift Gundolf Precht. Zabern, Mainz 2002. S. 327–338. (Xantener Berichte, Band 12) ISBN 3-8053-2960-1
  • (German) Klaus Nohlen: Anastilosis und Entwurf. In: Istanbuler Mitteilungen, Bd. 54 (2004), S. 35–54. ISBN 3-8030-1645-2.
  • (German) Hartwig Schmidt: Wiederaufbau. Denkmalpflege an archäologischen Stätten, Bd. 2, hrsg. vom Architekturreferat des Deutschen Archäologischen Instituts. Theiss, Stuttgart 1993. ISBN 3-8062-0588-4
  • (German) Michael Petzet, Gert Mader: Praktische Denkmalpflege. Kohlhammer, Stuttgart 1993. ISBN 3-17-009007-0; v. a. S. 86 ff. und 98 ff.